Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menceritakan awal kebijakan yang mewajibkan pelaku usaha menyimpan 100 persen devisa hasil ekspor (DHE) selama setahun di dalam negeri. Ia menyebut, kebijakan ini tak lepas dari perhatian Presiden Prabowo Subianto soal kekayaan negara yang bocor ke luar negeri. “Pak Prabowo dulu 2014 kampanye, dia selalu diejek Prabowo, selalu ngomong kebocoran-kebocoran,” ujar politikus Partai Gerindra ini dalam keterangan resminya, Kamis, 20 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sudaryono mengatakan, setiap kegiatan usaha di Indonesia, apa pun jenisnya, selalu memerlukan izin. Ia mencontohkan, sektor tambang perlu izin usaha pertambangan (IUP) dari pemerintah. Banyan dari mereka, ujar dia, mendapatkan kredit dari bank dalam negeri Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi begitu usaha berjalan hingga mampu ekspor, Sudaryono mengatakan, uang hasilnya tak ditransfer kembali ke dalam negeri. Uang itu justru disimoan di bank-bank di luar negeri. Indonesia tak memperoleh apa-apa dari kegiatan ekspor, kecuali pajak.
Karena itu, ujar Sudaryono, Prabowo ingin mencontoh Thailand. Di sana, pembayaran yang diterima dari setiap kegiatan ekspor harus disimoan di bank-bank nasional. Persentasenya mencapai 100 persen selama dua tahun. “Di Indonesia ini 100 persen dan satu tahun,” ujar Sudaryono.
Prabowo kerap menyinggung ihwal kekayaan negara yang bocor. Di pidato pertama sebagai Presiden RI di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu, 20 Oktober 2024, ia menyebut hal ini disebabkan banyak pejabat pemerintah, baik daerah maupun pusat, yang tak amanah. "Terlalu banyak kebocoran-kebocoran dari anggaran kita, penyimpangan, kolusi di antara para pejabat pemerintah di semua tingkatan dengan pengusaha-pengusaha yang nakal, yang tidak patriotik," ujarnya.
Walhasil, ujar Prabowo, masih banyak masyarakat yang tidak sejahtera. Ketua Umum Gerindra ini merinci, angka kemiskinan masih tinggi dan anak-anak berangkat sekolah tanpa sarapan. "Kita masih melihat sebagian saudara-saudara kita yang belum menikmati hasil kemerdekaan," imbuhnya.
M. Rizki Yusrial berkontribusi dalam penulisan artikel ini.