Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TANPA basa-basi, Aburizal Bakrie langsung membuka pertemuan Koalisi Merah Putih. Dihadiri hampir semua pemimpin partai koalisi, persamuhan di gedung Bakrie Tower Kuningan, Jakarta, pada Senin pekan lalu itu mengulas peta politik terbaru terkait dengan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2015 di parlemen. Salah satu poin yang menyedot perhatian mereka: masalah penyertaan modal negara (PMN) yang diajukan pemerintah untuk perusahaan badan usaha milik negara.
Suntikan modal untuk perusahaan pelat merah itu disorot karena angka yang diajukan pemerintah fantastis, sekitar Rp 48 triliun. Para peserta rapat mempertanyakan urgensi dana tersebut. ”Alasan pemerintah mengucurkan dana seperti dibuat-buat dan tidak ada dasarnya,” ujar salah seorang petinggi Partai Golkar yang ikut dalam pertemuan tersebut, Rabu pekan lalu.
Hasil rapat di Bakrie Tower sepakat menyetujui anggaran PMN sebesar Rp 39 triliun. Jumlah ini sesuai dengan keputusan Badan Anggaran pada Jumat pekan sebelumnya. Angka ini, kata petinggi partai itu, dinilai lebih rasional untuk menambal modal perusahaan pemerintah. ”Ical dan koalisi juga meminta agar PMN diberikan untuk penguatan kredit mikro,” ujarnya.
Fadel Muhammad, Ketua Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, membenarkan adanya pertemuan itu. Ia mengatakan PMN menjadi topik utama dalam rapat di Bakrie Tower karena anggaran yang akan digelontorkan pemerintah jumlahnya besar. Apalagi, saat anggaran pertama kali diajukan, pemerintah tak mengusulkan alokasi anggaran untuk kredit. ”Itu sebabnya kami minta agar PT Jamkrindo dan PT Askrindo juga diberi,” katanya.
Sejak awal pemerintah memang khawatir suntikan modal itu ditolak parlemen. Padahal tambahan dana tersebut demi mendukung program Nawa Cita, yang diusung Presiden Joko Widodo. Di antaranya untuk menggenjot infrastruktur, pelabuhan, pertanian, dan energi. Itu sebabnya lobi politik dilakukan sejak anggaran perubahan diusulkan ke Senayan.
Ketua Fraksi Golkar DPR Ade Komarudin membenarkan kabar bahwa lobi politik sempat dilakukan kepada semua ketua fraksi. Yang melakukan lobi, antara lain, Menteri Keuangan, Menteri BUMN, dan Menteri Perhubungan. ”Mereka menjelaskan anggaran kementerian yang meningkat dan soal PMN,” ucapnya. Ade berdalih komunikasi seperti itu wajar terjadi.
Rupanya, lobi juga dilakukan Istana Kepresidenan. Pada akhir bulan lalu, Jokowi mengundang Ical—panggilan akrab Aburizal—ke Istana. Saat itu, menurut seorang petinggi Partai Golkar, Presiden meminta Koalisi Merah Putih tidak mempersulit pembahasan anggaran perubahan di parlemen.
Menurut dia, Ical tak langsung setuju atas permintaan tersebut. Sebaliknya, dia meminta Jokowi memerintahkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menerbitkan surat pengakuan atas kepengurusan Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional Riau. Presiden, menurut politikus tadi, menyetujui syarat itu. Tak berselang lama, pada 5 Februari 2015, dalam surat yang diteken Menteri Hukum Yasonna Hamonangan Laoly yang salinannya diperoleh Tempo, pemerintah mengakui kepengurusan Aburizal sebagai Ketua Umum Golkar periode 2009-2015.
Yasonna belum bisa dimintai komentar soal ini. Ade Komarudin membenarkan kabar bahwa Kementerian Hukum sudah menerbitkan surat, yang isinya menegaskan Golkar di bawah pimpinan Ical merupakan kepengurusan yang diakui pemerintah. ”Kisruh di Partai Golkar harus diselesaikan dan kepengurusan Ical adalah resmi,” tuturnya.
Adapun dukungan Koalisi Merah Putih terhadap pencairan PMN, kata Ade, tak lebih dari upaya koalisi menjaga kepentingannya untuk mendukung program pemerintah. ”APBN Perubahan ini kalau tidak didukung bisa deadlock, dan Pak Ical tak mau hal itu terjadi,” ujarnya.
SENYUM Menteri BUMN Rini Soemarno mengembang saat rapat dengan Komisi VI usai. Berlangsung pada Selasa malam hingga Rabu dinihari pekan lalu, rapat itu membahas PMN. Dalam rapat tertutup itu, parlemen setuju alokasi kucuran dana untuk 27 BUMN sebesar Rp 37,2 triliun. Meski jumlahnya lebih kecil daripada usul awal pemerintah, Rini tetap sumringah. ”Masih ada ruang. Kami akan mengajukan tambahan,” katanya. Besoknya, Rini mengajukan suntikan modal untuk PT PLN (Persero) sebesar Rp 5 triliun serta buat PT Jamkrindo dan PT Askrindo masing-masing Rp 500 miliar.
Hasil kesepakatan itu berubah di Badan Anggaran. Pada Jumat dinihari pekan lalu, setelah melalui lobi hampir empat jam, Badan Anggaran berkukuh suntikan modal menggunakan pagu sebesar Rp 39 triliun. Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan hasil keputusan akhir Komisi VI, yakni Rp 43,2 triliun.
Ketua Badan Anggaran Ahmadi Noor Supit mengatakan angka itu diambil dari hasil perhitungan asumsi pendapatan. Kalkulasi itu menunjukkan pendapatan pemerintah turun Rp 47 triliun akibat anjloknya lifting minyak. Karena itu, bila penyertaan modal yang dikucurkan tetap Rp 43,2 triliun, defisit anggaran bisa menembus tiga persen. Ahmadi membantah anggapan bahwa angka Rp 39 triliun merupakan hasil kesepakatan politik di Koalisi Merah Putih.
Bantahan juga datang dari Rini Soemarno. Ia mengatakan tidak ada lobi-lobi politik dalam pembahasan PMN. ”Saya tidak mengerti isunya dari mana,” ucapnya.
Agar PMN digunakan sesuai dengan program kerja pemerintah, Rini berjanji akan mengawasi suntikan modal tersebut. BUMN yang menerima PMN, kata dia, akan membuka rekening tersendiri sehingga keuangannya dapat terpantau.
Ucapan Rini itu untuk merespons temuan Badan Pemeriksa Keuangan. Sejak awal, BPK mewanti-wanti agar penyertaan modal tidak bocor. Soalnya, BPK menemukan catatan merah terhadap beberapa perusahaan pelat merah yang akan menerima suntikan modal. Hasil temuan ini sudah dikirim ke Dewan Perwakilan Rakyat dan Kementerian BUMN pada akhir Januari lalu.
Anggota VII BPK, Achsanul Qosasi, mengatakan langkah tersebut dilakukan agar pemberian PMN transparan dan mempertimbangkan kondisi perusahaan. Soalnya, BPK menemukan catatan buruk terhadap 14 perusahaan yang akan diberi suntikan modal. ”Pemerintah dan DPR harus memastikan temuan BPK ditindaklanjuti oleh perusahaan BUMN tersebut,” ujarnya.
Angga Sukmawijaya, Faiz Nasrullah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo