Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Survei yang digelar oleh Koalisi Hidup Layak baru-baru ini mengungkapkan bahwa 200 atau 76 persen dari 257 buruh terjerat utang. Dari beragam alasan berutang yang diungkapkan oleh peserta survei, mayoritasnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alasan itu muncul dari 143 responden. Selebihnya, para buruh berutang untuk membeli alat kerja (dari 65 jawaban); membiayai pendidikan anak (54 jawaban), serta biaya sosial seperti khitanan, pernikahan, kematian, dan perayaan hari keagamaan (28 jawaban). Ada juga kebutuhan tempat tinggal (25), untuk biaya kesehatan (21), untuk usaha (16), transfer rumah tangga (8), maupun untuk membayar utang (5).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator Umum Koalisi Hidup Layak, Kokom Komalawati, mengatakan upah rata-rata yang diterima oleh buruh setiap bulan pada tahun ini sebesar Rp 3,4 juta. Jumlah ini tak sebanding dengan total pengeluaran untuk konsumsi per bulan, yang diperkirakan menembus Rp 9,47 juta. Adapun rata-rata cicilan utang per bulan sekitar Rp 1,65 juta.
"Jelas bahwa teman-teman (buruh) untuk memenuhi kebutuhan hidup saja tidak ter-cover dalam upahnya,” kata Kokom ketika memaparkan hasil survei forumnya di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hidup Indonesia (YLBHI), Jakarta, pada Rabu, 23 Oktober 2024.
Sesuai hitungan tersebut, ada defisit sekitar Rp 7,72 juta yang diperlukan buruh untuk memeuhi kebutuhan sehari-hari, sekaligus untuk menambal cicilan. Tiga opsi teratas yang dilakukan buruh, merujuk hasil survei, adalah menambah jam kerja, mengurangi konsumsi, serta berutang kembali.
Para buruh juga menyiasati pengeluaran dengan menyesuaikan uang makan mereka. Pasalnya, pengeluaran untuk membayar tidak dapat ditawar lagi. “Ketika mendapatkan gaji, mereka harus membayar utang, rumah, dan lain-lain," tutur Kokom.
Sumber layanan pinjaman para buruh pun bervariasi. Tiga urutan teratas yang dipilih, antara lain pinjaman kepada bank umum, pinjaman online (pinjol), serta pinjaman kepada keluarga atau kerabat terdekat. Pinjol paling sering diakses oleh buruh karena kreditnya bisa didapat hanya dengan memberikan data pribadi, tanpa agunan.
"Kebijakan politik upah murah dan liberalisasi layanan publik membuat buruh terjerat utang," ucap Kokom, mengungkapkan kesan ihwal hasil survei tersebut.
Survei Koalisi Hidup Layak dilaksanakan pada periode Agustus-September 2024 di delapan wilayah, yakni Tangerang, Serang, Sukabumi, Sambas, Morowali, Denpasar, Brebes/Jepara, dan Sidoarjo. Ada 88 narasumber buruh dari sektor manufaktur, lalu dari ekonomi gig (80 narasumber), penerbangan (11), perkebunan (30), pertambangan (37), serta perikanan (11).
Survei ini memakai pendekatan aksi partisipatif, serta memakai campuran metode kuantitatif dan kualitatif. Sampelnya dioleh dengan teknik nonprobabilitas (nonprobability sampling). Datanya juga diolah dengan metode snowballing, teknik pengumpulan sampel dari narasumber yang direkrut oleh narasumber sebelumnya.