SABTU pekan ini di gedung Balai Kota DKI Jakarta, telah disepakati MOU (memorandum of understanding) antara Telkom dan Pemda DKI. MOU itu menyangkut pembangunan jaringan saluran dan STO dengan sistem PBH (pola bagi hasil). Dari Pemda DKI tampil Gubernur Wiyogo Atmodarminto, dan dari PT Telkom tampil Cacuk Sudarijanto. PD Sarana Jaya, sebagai perusahaan Pemda DKI, bergabung dengan dua perusahaan swasta, yaitu PT Wahana Esa Sembada dan PT Siqcom Pratama Raya. Ketiga unsur ini melebur dalam PT Saranatel Jaya. "Untuk peningkatan layanan kepada masyarakat DKI, kami memang sengaja membuat kerja sama ini," kata Wiyogo. Pokoknya urusan lancar, apakah membuat jaringan baru, atau pun mengganti kabel-kabel tua. Dalam tiga bulan, PT Saranatel Jaya akan mulai menghidupkan 137 ribu SST (satuan sambungan telepon), yang pembangunannya sekitar 20 bulan, dan merata di lima wilayah DKI. Biayanya sekitar Rp 250 milyar. Ini kalau dihitung tiap saluran membutuhkan Rp 2 juta sampai Rp 3 juta. Biaya pemasangan yang satu juta seratus rupiah itu akan dikantongi sebagian oleh pihak swasta, sekaligus biaya penarikan tarif pulsa selama kurang lebih 67 tahun. "Semua masih dalam perhitungan, kami belum tahu persisnya," ujar Timmy Habibie, dirut PT Siqcom Pratama Raya yang kabarnya menguasai 50% saham Saranatel. PT Wahana Esa Sembada kebagian 10 %, sisanya merupakan saham PD Sarana Jaya. Pembagian keuntungan sesuai dengan aturan PBH, yaitu 70 % bagi swasta dan 30 untuk Telkom. Kerja sama PT Telkom dengan Pemda DKI ini adalah yang ke-4, sesudah didahului oleh kerja sama Telkom dengan Pemda Jabar, Jatim, dan Jateng.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini