Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tak Ada Bibit di Kebun Sawit

Perkebunan rakyat tidak lagi mendapat bantuan pemerintah setelah alokasi anggaran dihentikan. Peremajaan kebun jalan di tempat.

14 November 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA tahun berturut-turut memperoleh bibit kelapa sawit, baru tahun ini Robertson Dese tidak mengantongi bantuan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah. Padahal, selama periode itu, dia menerima total 8.000 bibit. "Paket bibit yang diberikan bersama pupuk itu bisa membantu peremajaan kebun kelapa sawit di atas lahan 60 hektare," kata Robertson, Kamis pekan lalu.

Apalagi bibit yang selama ini diterima pria 62 tahun itu sudah mengantongi sertifikasi sehingga kualitasnya terjamin. Itu sebabnya, Ketua Kelompok Tani Karya Bersama di Desa Petuk Ketimpun, Kecamatan Jekan Raya, Palangkaraya, ini mengharapkan pasokan bibit dari pemerintah bisa diteruskan tahun depan.

Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Tengah Rawing Rambang membenarkan penghentian bantuan bibit sawit. Alasannya: proposal yang diajukan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah gagal mengantongi lampu hijau dari Kementerian Pertanian. "Kami telah mengusulkan agar kebun kelapa sawit seluas 1.110 hektare diberi bantuan, tapi tidak ada realisasinya," ujarnya.

Petani di Desa Dosan, Kecamatan Pusako, Kabupaten Siak, Provinsi Riau, malah sama sekali tidak pernah mengantongi bantuan bibit dari pemerintah. Satu-satunya bantuan yang diberikan Pemerintah Kabupaten Siak berupa lahan perkebunan seluas 3.500 hektare. Itu pun diberikan 14 tahun silam. Budi daya perkebunan kemudian diserahkan kepada masyarakat, dibantu lembaga swadaya masyarakat setempat. Gara-gara tidak mendapat bantuan pemerintah, petani kesulitan memperoleh bibit berkualitas. "Akibatnya, buahnya buruk," ucap Dahlan, salah satu petani di Siak.

Harapan petani di Palangkaraya dan Siak menerima bibit sawit dari pemerintah sulit terwujud. Sebab, pemerintah telah menghentikan alokasi bantuan perkebunan kelapa sawit di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang jumlahnya mencapai Rp 100-200 miliar setiap tahun. Itu sebabnya, proposal yang diajukan petani di Palangkaraya mentok di tengah jalan.

Gamal Nasir, mantan Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, yang baru pensiun pada Agustus lalu, mengatakan, meski bantuan perkebunan kelapa sawit melalui APBN dihentikan, alokasi bantuan untuk kebun sawit rakyat tidak boleh terputus. Menurut dia, bantuan bibit sawit tidak bisa dihentikan karena banyak tanaman gagal berbuah pada masa panen. Kegagalan panen ini mencapai 30 persen. "Gagal berbuah karena petani membeli bibit sawit sembarangan yang tidak berlabel dan memiliki sertifikasi," katanya.

Setelah bantuan perkebunan kelapa sawit melalui APBN dihentikan, alokasi bantuan bibit itu diserahkan kepada badan layanan umum yang mengurusi perkebunan, yakni Badan Pengelolaan Dana Perkebunan (BPDP). Badan yang dibentuk pada Juli 2015 ini berada di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Kementerian Keuangan.

Badan ini berhak memungut dana dari ekspor minyak mentah sawit (crude palm oil/CPO). Menurut Gamal, pengadaan bibit kelapa sawit untuk peremajaan tanaman seharusnya bersumber dari dana sawit. "Replanting harus diperhatikan oleh BPDP," ujar Gamal, yang juga masuk Dewan Pengawas BPDP Kelapa Sawit.

Direktur Utama BPDP Kelapa Sawit Bayu Krisnamurthi mengaku kesulitan memverifikasi dan menyurvei kebun sawit mana yang layak mendapat bantuan dana replanting. Itu sebabnya, "Replanting belum jalan," katanya. Jalan keluarnya, Bayu berharap bisa memperoleh data dari Kementerian Pertanian, khususnya mengenai kebun sawit rakyat yang layak menerima bantuan dana.

Gamal berharap BPDP lebih mengutamakan peremajaan perkebunan rakyat. Menurut dia, ketimpangan alokasi penyaluran dana sawit antara biodiesel dan replanting merugikan petani kecil. Padahal luas kebun sawit rakyat mencapai 4,8 juta hektare—setara dengan 43 persen dari luas total perkebunan sawit.

Akbar Tri Kurniawan, Ayu Prima Sandi, Karana Wijaya (Palangkaraya), Riyan Nofitra (Pekanbaru)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus