Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tak Lunas Sepuluh Reinkarnasi

Bekas Gubernur Bank of Thailand diganjar hukuman terberat. Penanggung jawab tunggal.

25 Juli 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GELAP nian masa senja Rerngchai Marakanond. Bekas Gubernur Bank of Thailand itu—bank sentral Negeri Gajah Putih—dihukum denda terbesar sepanjang seja-rah negeri itu oleh Pengadilan Negeri Bang-kok, awal Juni lalu. Pengadilan mem-vonis pria 63 tahun yang telah ber-karier di bank sentral selama 25 tahun itu sebagai penanggung jawab tunggal krisis keuangan yang melanda Thailand pada 1997.

Atas kesalahannya, Rerngchai harus mengganti kerugian negara 186 miliar baht, atau setara dengan Rp 43 triliun, dalam tempo sebulan sejak keputusan pengadilan ditetapkan. Dia juga mesti membayar bunga 7,5 persen terhitung sejak 2 Juli 1997.

Walhasil, total ganti rugi yang mesti dibayar Rerngchai mencapai tak ku-rang dari Rp 114 triliun. Jika keputusan ini tak dilaksanakan, seluruh asetnya akan disita dan dibekukan.

Semua bermula ketika Rerngchai, sebagai Gubernur Bank of Thailand, berusaha mempertahankan nilai tukar baht terhadap dolar AS pada angka 25 baht per dolar dengan terus-menerus mengintervensi pasar. Ketika itu bank sentral Thailand menganut kebijakan nilai tukar tetap (fixed rate).

Pengadilan menganggap kebijakan Rerngchai itu sebagai kecerobohan lu-ar biasa. Dia dipersalahkan karena meng-gunakan dana cadangan devisa untuk mendukung kebijakan tersebut.

Rerngchai agaknya tak menduga, krisis nilai tukar itu bak sumur tanpa da-sar. Cadangan devisa, yang ketika itu berkisar US$ 36 miliar-38 miliar, amblas hanya dalam tempo enam bulan, sementara baht terus meluncur ke titik nadir.

Akibatnya, sektor keuangan swasta ron-tok. Lebih dari 50 lembaga keuang-an, dan ribuan perusahaan yang men-dapat pinjaman dari mereka, bang-krut. Harian bisnis Thailand, Business Day, menyebutkan setidaknya kerugi-an mencapai delapan triliun baht (Rp 1.872 triliun).

Kendati bank sentral akhirnya mengganti kebijakan nilai tukar dengan me-ne-rapkan sistem kurs mengambang (floating) pada awal Juli 1997, semua-nya sudah terlambat. Nilai tukar baht jatuh hingga 56 baht per dolar AS.

Sebulan kemudian, pemerintah Thai-land akhirnya menyerah dan terpaksa meminta bantuan Dana Moneter Inter-nasional (IMF). Negeri itu meminjam US$ 17,2 miliar untuk “membeli” pa-ket penyelamatan IMF. Pinjaman itu kini sudah bisa diselesaikan oleh pemerintah Thailand.

Kini tinggallah Rerngchai terlunta-lunta. Pengadilan menilai, ia sebagai gu-bernur merupakan satu-satunya peja-bat yang menguasai seluruh data me--ngenai kondisi keuangan negara. Itu berarti Rerngchai tahu persis keputusannya menggunakan cadangan devisa untuk mempertahankan nilai baht akan bisa mengancam perekonomian Thailand.

Pengadilan juga menganggap ia lalai karena tidak menghiraukan sinyal Men-teri Keuangan Amnuay Viravan agar bank sentral mengganti kebijakan nilai tukar. Alasan Rerngchai, bahwa kondisi negara saat itu belum siap dan khawatir utang luar negeri kian membubung, dinilai tak tepat.

Tapi pengacara Rerngchai, Noppadol Laothong, menolak anggapan bahwa kliennya satu-satunya orang yang ber-tanggung jawab. “Untuk mengatasi ma-salah sebesar itu, tentunya mem-butuh-kan persetujuan pemerintah,” katanya.

Pada 1998, Perdana Menteri Chavalit Yong-chaiyudh, Amnuay, Rerngchai, dan deputinya, Chaiyawat Wilbulswas-di, sama-sama bertanggung jawab atas krisis itu. Namun, ketika Perdana Menteri Thaksin Shinawatra berkuasa sejak 2001, Bank of Thailand hanya mengajukan Rerngchai ke meja hijau.

Kini Chavalit diangkat Thaksin sebagai deputi per--dana menteri. Bahkan Chaiyawat (sekarang penasihat Menteri Keuangan Somkid Jatusripitak) dan Amnuay bersaksi memberatkan Rerngchai.

Rerngchai bertekad me-lawan dan naik banding. Dia juga akan menggugat balik Menteri Keuangan Somkid Jatusripitak, Gubernur Bank Sentral M.R. Pridiyathorn Devakula, ser--ta direktur senior dari Unit Manajemen Cadangan Negara dan Pasar Ke--uangan, ke pengadilan pidana karena hanya me--nyeret dirinya sebagai pe-nang-gung jawab tunggal atas krisis baht.

Thaksin sendiri bersimpati pada Rerng-chai. Rer-ngchai tak seharusnya menanggung beban kesalah-an itu sen-di-rian, katanya, apalagi membayar denda yang tak mungkin terba-yar meski me-lalui 10 kali rein-karnasi. Tapi, dia te-tap menghormati putusan peng-adilan.

Dara Meutia Uning

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus