Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dan keajaiban pun terjadi, seperti legenda. David mengalahkan raksasa Goliath dalam tender kredit BPPN. Di luar dugaan, Bukopin dan Bank Artha Graha (BAG) muncul sebagai pemenang. Bukopin merebut 777 rekening kredit yang dipinjam oleh 308 debitor, sedangkan Artha Graha kebagian 789 rekening pada 292 debitor. Nilai kredit yang dimenangi kedua bank kecil ini masing-masing Rp 3,9 triliun.
Tender aset kredit BPPN merupakan salah satu jurus untuk mempercepat pengembalian kredit bank yang saat ini dikelola pemerintah. Aset kredit ini ada yang lancar, kurang lancar, ada pula yang bermasalah (diragukan, juga macet). Karena tenaga BPPN terbatas, kredit yang berasal dari bank-bank yang ditutup, diambil alih, dan direkapitalisasi itu disubkontrakkan kepada pihak luar (bank). Jika kredit itu cair kelak, bank-bank pengelola ini mendapatkan sejumlah fee. Sebelum Bukopin dan Artha Graha, dua tender sebelumnya masing-masing dimenangi Bank Danamon dan BNI.
Tujuan dari outsourcing kredit ini jelas, yakni agar penataan kredit komersial untuk usaha kecil dan menengah yang bernilai Rp 5 miliar-Rp 50 miliar bisa lebih cepat. Pendek kata, agar kerja BPPN mengurusi kredit macet kelas kakap tak direcoki kredit gurem. Baguslah, setidaknya tujuannya.
Kendati demikian, kemenangan Bukopin dan BAG jelas mengejutkan. Soalnya, "Infrastruktur, pengalaman, track record, dan kemampuan kedua bank itu diragukan," kata seorang bankir. Kekuatan finansial mereka pun pas-pasan. Apalagi lokasi para debitor itu tersebar di seluruh Tanah Air. Cuma bank yang punya jaringan cabang yang tersebar luaslah yang bakal mampu memenuhi tugas ituperkara yang sayangnya ditengarai tak ada di Bukopin dan BAG. "Kalau jaringannya terbatas, bagaimana bisa melakukan recheck atas aset debitor?" kata pengamat perbankan Martin Panggabean.
Pendeknya, secara teknis, kemenangan Bukopin dan BAG dianggap tak masuk akal. Apalagi, dalam tender ini, BPPN dinilai "cacat" prosedur. Dulu, BPPN selalu mengumumkan peserta yang lolos uji teknis sebelum memilih kontestan yang mengajukan penawaran fee terendah. Nah, dalam tender kali ini, lembaga pemerintah itu diam-diam memilih pemenangnya begitu saja. Tak bisa dihindari lagi, prasangka pun muncul: pasti ada patgulipat di balik tender. Untuk itu, kontestan yang kalah kabarnya akan menuntut agar tender diulang.
Tapi niat itu ditolak Bukopin. "Kami keberatan kalau ada tender ulang," kata Presiden Direktur Bukopin, Sofyan Basir. Kemenangan Bukopin, katanya, diperoleh dengan wajar. Sofyan menghitung, Bukopin punya 124 cabang yang dihubungkan dengan sistem teknologi online yang nyambung terus-menerus.
Dan yang paling penting, belajar dari kegagalan dua tender sebelumnya, Sofyan mengaku Bukopin kini memakai sejumlah konsultan asing dan lokal untuk memenangi pertarungan. Soal imbalan yang begitu rendah? "Kami punya kapasitas berlebih yang tak terpakai," katanya. Karena itu, harganya bisa sangat bersaing.
Kewajaran proses tender juga dijamin Antonius Napitupulu, anggota kelompok kerja proyek tender BPPN. Menurut dia, metode keempat tender itu tak berbeda. Hanya, ia mengakui, dari segi kapabilitas teknis, nilai Bukopin dan BAG tak lebih tinggi ketimbang peserta lainnya. Tapi, rupanya, nilai itu bisa dikesampingkan. "Yang didahulukan," katanya, "kemampuan mereka menangani utang dan penawaran harga yang bersaing."
Pilihan ini, tak pelak, mengundang kritik. "Biar ongkosnya murah, kalau pengembaliannya rendah, buat apa?" tanya Martin. Untuk soal itu, Antonius berkilah. Katanya, BPPN tak pernah mematok tingkat pengembalian utang para debitor. Lembaga pemerintah itu, katanya, "Cuma menugasi agen agar menagih utang, secepatnya."
Wah, wah, rupanya BPPN lebih mirip agen tenaga kerja ketimbang agen pendorong pemulihan ekonomi.
Nugroho Dewanto, Andari Karina Anom, Iwan Setiawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo