Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Lagi-Lagi Ulah Balongan

Kilang Balongan ngadat untuk kesekian kalinya. Pasokan bensin menipis.

23 Juli 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANTREAN panjang mobil terlihat di pompa-pompa bensin di Jakarta Selatan, Kamis pekan lalu. Stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) alias pompa bensin Kemayoran, Plumpang—hanya beberapa langkah dari depo Pertamina—dan banyak tempat lainnya, sejak pagi, memasang tanda "Habis". Bensin tiba-tiba menjadi barang langka di Jakarta.

Ternyata kelangkaan bahan bakar vital itu juga melanda Jawa Timur, Bali, dan Padang. Dampaknya sangat luas. Di Malang, misalnya, sebagian besar angkutan kota tidak beroperasi, sehingga banyak anak sekolah yang telantar. Beberapa kota terpaksa melakukan penjatahan.

Ini jelas bukan kejadian biasa. Bensin terkadang memang "hilang" tatkala pemerintah berencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Tapi bukankah harga BBM baru akan naik tiga bulan lagi? Apa penyebab kelangkaan kali ini? Ternyata, lagi-lagi, Kilang Balongan—terletak sekitar 200 kilometer di timur Jakarta—yang merupakan pemasok BBM terbesar di Jakarta dan Jawa Barat, sedang ngadat. Sejak 21 Juni 2000, Balongan praktis tak pernah memasok bensin lagi.

Repotnya, ketika Balongan ngadat, permintaan bensin selama liburan sekolah melonjak. Di Jawa Timur, misalnya, kebutuhan bensin meningkat 10 persen. Yang juga gawat, Pertamina kesulitan mengimpor high octane mogas component (HOMC) dari Kuwait setelah Kilang Al Ahmadi terbakar. HOMC ini merupakan komponen utama pembuatan bensin.

Pertamina pun kalang-kabut karena harus mengalirkan bensin dari Kilang Cilacap, Balikpapan, dan Dumai ke Jakarta dan Jawa Barat. Itu pun tak cukup menolong. Kebutuhan bensin di dua daerah tadi mencapai 10 ribu kiloliter sehari. Angka itu sama besarnya dengan kebutuhan bensin di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusatenggara Timur, dan Nusatenggara Barat. Akibatnya, pasokan bensin Jakarta dan Jawa Barat terganggu.

Di Jakarta, selain pasokan sebenarnya tak menyusut jauh, ada soal lain, yaitu rusaknya peralatan digital yang menghubungkan tangki ke mobil pengangkut di depo Pertamina di Plumpang. Maka, macetlah aliran bensin dari Plumpang ke pompa-pompa bensin di Jakarta.

Pemerintah memang cukup sigap. Selain menggerojoki bensin dari dalam negeri, Pertamina mengimpor bensin dari Singapura, Malaysia, Cina, dan Thailand. Hari-hari ini, satu kapal dari Malaysia segera berlabuh di Jakarta, mengangkut sekitar 200 ribu barel bensin (setara dengan 64 ribu kiloliter), dan satu kapal dari Cina mengangkut 400 ribu barel.

Kepala Hubungan Pemerintah dan Pers Pertamina, Toto Soeparto, mengatakan bahwa Pertamina punya ukuran stok yang aman, yakni cukup untuk 22 hari. "Kini stok BBM hanya cukup untuk 18 hari," katanya. Namun, kata Menteri Pertambangan dan Energi, Susilo B. Yudhoyono, pemerintah akan menaikkan lagi cadangan aman sampai 25 hari karena patokan yang lama sangat riskan jika ada gejolak permintaan.

Tapi Toto menjamin bahwa kelangkaan bensin ini tidak akan berlarut-larut karena Balongan diperkirakan sudah beroperasi penuh pada awal pekan ini setelah "sakit" hampir tiga pekan. Selain itu, impor terus dilakukan sampai pasokan benar-benar aman. Untuk kebutuhan Agustus, Pertamina berencana mengimpor 9,5 juta barel BBM seharga US$ 100 juta.

Tapi yang harus serius diobati adalah Balongan, kilang yang dibangun dengan biaya US$ 2,6 miliar—yang diduga keras berlepotan korupsi itu. Kilang yang diresmikan Presiden Soeharto pada 1995 itu bukan kali ini saja menimbulkan masalah yang berat. Bahkan, bisa dibilang setiap kali Balongan menjalani overhaul (masa pemeliharaan) atau rusak, setiap kali pula pasokan bensin terganggu. Biaya yang dihabiskannya pun tidak sedikit. Selain itu, potensi pendapatannya bisa menguap. Rata-rata Pertamina bisa kehilangan pendapatan sekitar US$ 120 ribu per hari setiap kali Balongan "libur".

Harus diakui, Balongan, yang berkapasitas 125 ribu barel per hari, memang menyimpan "penyakit" yang kronis sejak awal dibangunnya. Peresmiannya sempat ditunda gara-gara ada komponen yang rusak. Kilang-kilang lain yang punya kapasitas jauh lebih besar tidak pernah memunculkan masalah ketika di-overhaul. Lihat saja Kilang Cilacap, yang berkapasitas 348 ribu barel per hari, atau Balikpapan, yang menghasilkan 260 ribu barel sehari.

Selain itu, kata Toto, Pertamina sudah minta agar pemerintah membangun kilang baru. Dengan kebutuhan minyak nasional yang menyamai kapasitas produksi kilang yang ada, gangguan pasti akan muncul jika ada kilang yang di-overhaul atau rusak. Dan pemerintah tampaknya menyetujui permintaan itu. Menurut Susilo, pemerintah akan membangun kilang baru di Jawa Timur atau di Lombok, Nusatenggara Barat, dengan kapasitas 150 ribu barel dengan biaya sekitar US$ 2 miliar.

Asalkan kisah kilang "bermasalah" Balongan jangan terulang lagi.

M. Taufiqurohman dan Agus S. Riyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus