Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Teringat Ali Baba

Kegiatan asing dlm perdagangan domestik dialihkan ke pengusaha nasional. Satu tim interdepartemen di bentuk utk mempelajari & mencegah kegoncangan akibat kekosongan yang ditinggalkan pedagang asing.(eb)

5 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH sejak 1968 di-Undang-kan (mengenai PMDN) supaya kegiatan perdagangan asing dialihkan pada pengusaha nasional. Kini ternyata masih sekitar 16.000 perusahaan asing yang aktif bergerak di bidang perdagangan domestik, seakan-akan mereka tidak gusar menghadapi batas-waktu pada akhir tahun ini. Mungkinkah ada tenggang-waktu? Jika dipegang keterangan Johannes Muskita, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, pada pers Nopember lalu, pemerintah tidak akan mengundur jadwalnya semula. Kalau dibaca pula keterangan pers Menteri Radius Prawiro minggu lalu tampaknya pemerintah akan sungguh-sungguh mau menghentikan kegiatan asing dalam perdagangan domestik tepat pada waktunya (akhir 1977) seperti bunyi Undang-undang 1968. Sementara itu, muncul spekulasi di kalangan bisnis swasta bahwa kesempatan menjadi Ali Baba seperti tahun 1950-an akan terbuka lagi dalam bentuk baru. Artinya, Ali ke depan, Baba di belakang, dan sama-sama senang. Pada zaman itu proteksi diberikan pada pengusaha nasional, misalnya, Benteng group yang akhirnya melahirkan banyak importir aktentas menjual lisensi pada Baba. Becus Kalau tidak terjadi sama-sama senang, demikian spekulasi lain lagi, apakah akan berulang cara PP-10 tahun 1960 yang tanpa kompromi memaksa semua WNA, umumnya Baba, supaya berhenti berdagang di pedesaan, di luar ibukota Kabupaten? Akibat PP-10, jaringan dagang penyalur dan pengumpul yang sudah berakar menjadi berantakan, sedang pedagang kecil nasional ketika itu tidak mampu mengisi kekosongan. Pemerintah sekali ini tampaknya berhati-hati. Satu team interdepartemental sudah dibentuknya guna mempelajari cara mencegah kegoncangan. Belum banyak terdengar apa rekomendasi yang ditelorkannya. Pengambil-alihan kegiatan itu mencakup penyaluran barang ex-impor maupun hasil produksi domestik. Ada 19 perusahaan asing besar, a.l Siemens Unilever, PT IBM, Hoechst, BAT dan Bata, akan terkena karenanya. Perusahaan nasional yang akan mengambil-alih mereka pasti memerlukan modal besar dan organisasi baik. Sebaliknya, perusahaan asing besar itu akan merasa dirugikan jika penyalur (nasional) mereka tidak becus. Ini menyangkut soal kepercayaan. Apa pemikiran, a.l. dari Zahri Achmad, tokoh GINSI (Gabungan Importir se-Indonesia), supaya menghidupkan pola distribusi dari Big Five dulu. Panca Niaga, bekas anggota Big Five itu, telah menyatakan kesanggupannya jika dikehendaki, asalkan pemerintah menyediakan kredit yang diperlukannya. Soalnya, perusahaan asing besar belum yakin akan kemampuan organisasi para bekas Big Five yang kini jadi usaha niaga negara. Sementara itu, ada perusahaan asing besar, a.l. Unilever, yang bermaksud mengatasi problim dengan cara menganjurkan para karyawannya yang berpengalaman supaya segera pensiun, kemudian mendirikan usaha dagang nasional. Kapital gampang. Ketrampilan ada. Sip.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus