Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HARAPAN Sumiarso Sonny kian pudar. Angan-angan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry itu untuk segera memiliki kapal penumpang buatan Cina tak kunjung jadi kenyataan. Padahal, uang muka Rp 24 miliar sudah dikucurkan tiga tahun silam.
Acara meriah yang menandai dimulai-nya pembangunan kapal pun telah dilangsungkan di galangan kapal Tong Fung, Kota Chong Qing, Cina, pada pertengahan 2004. Tapi, apa mau dikata-. Setelah lewat tiga tahun, bukan kapal impian yang muncul.
Yang datang justru tim pemeriksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan tim penyidik kejaksaan. Program peng-adaan kapal penumpang buatan Negeri Tirai Bambu itu diduga me-rugikan nega-ra. ”Saya jadi nyesek,” kata Sonny pekan lalu.
Gara-gara kasus ini, waktunya kini habis tersita menghadapi pemeriksaan hamba wet. Sejumlah proyek pengadaan barang dan kapal di perusahaan nega-ra yang dipimpinnya itu juga terganjal-. Contohnya proyek pengadaan kapal bekas dari Jepang, yang sudah diagenda-kan tahun lalu, kini telantar. ”Tidak ada yang mau jadi pimpinan proyek,” ujarnya.
Sumber Tempo di Kementerian BUMN bercerita, kasus ini bermula dari penandatanganan nota kesepahaman antara ASDP PT Bima Intan Kencana, dan China Geo Engineering Corp, pada Ja-nuari 2003. Kerja sama itu terkait pembangunan dua unit kapal ro-ro (roll on roll off), yaitu kapal yang memiliki alat bongkar muat mobil sendiri.
Pada saat yang sama, ASDP ”menugaskan” Deputi Menteri Negara BUMN Bidang Logistik, yang saat itu dijabat Ferdinand Nainggolan, ke Cina untuk mengkaji pembangunan kapal ter-sebut-. Lantas, pada 24 September tahun yang sama, ASDP dan Bima Intan pun menekan perjanjian kerja sama operasi.
Berdasarkan perjanjian itu, kedua pi-hak akan membayar uang muka 30 persen-, dengan proporsi 20 persen oleh ASDP dan 10 persen Bima Intan. Sisa-nya 70 per-sen dibayar Bima Intan melalui pembukaan surat kredit, letter of credit- (L/C), pada saat uang muka dibayar. Kapal dibangun oleh China Geo Engineering sebanyak dua unit seharga US$ 14 juta atau sekitar Rp 126 miliar.
Menurut perjanjian yang ditandata-ngani oleh ASDP, Bima Intan, dan China- Geo Engineering, kontrak berlaku efektif setelah kontraktor menyerahkan- gam-bar spesifikasi teknis kapal, dan disetujui pembeli. Kontraktor juga me-nyerahkan jaminan uang muka. Bila syarat tidak dipenuhi dalam 30 hari, kontrak bisa dibatalkan.
Faktanya, hasil audit Badan Peng-awasan Keuangan dan Pembangunan menemukan sejumlah keganjilan. Pertama, penetapan China Geo Engineering- sebagai kontraktor tidak melalui proses- lelang. Kedua, harga sudah diketahui sebelum penawaran disampaikan oleh China Geo Engineering, sehingga ada indikasi penawaran hanya formalitas.
Ketiga, spesifikasi teknis baru dise-pakati enam bulan setelah pembayaran uang muka. Padahal, dalam perjanjian disebutkan, agar kontrak berlaku efektif, kontraktor harus sudah menyerahkan gambar spesifikasi teknis kapal dalam waktu 30 hari setelah kontrak diteken.
Dalam hal ini, ASDP pun tak membatalkan kontrak, tapi malah membayar uang muka Rp 24 miliar pada Desember 2003. ”Ironisnya lagi,” kata sumber tadi, ”Sampai saat ini L/C belum diterbitkan dan kapal sama sekali belum diba-ngun.”
Keempat, jaminan atas pembayaran uang muka yang dikeluarkan oleh PT Askrindo diragukan kekuatan hukumnya. Sebab, jaminan itu dibuat oleh PT Galang Sarana Dwitama, yang merupa-kan agen promosi China Geo Engine-ering. Perusahaan ini juga tergolong punya hubungan istimewa, karena beberapa orang direksi Bima Intan menjadi komisaris di Galang Sarana.
Atas dasar itu semua, Kementerian BUMN berencana mendalami kasus yang diduga merugikan negara minimal Rp 24 miliar ini. Potensi kerugian timbul karena perjanjian tak secara jelas mengatur status uang muka, jika kontrak dibatalkan.
Bukan tak mungkin potensi kerugian masih akan membengkak. Sebab, hitung-hitungan itu belum memasukkan biaya perjalanan dinas ke Cina, biaya penasihat hukum, dan lainnya. Salah satu contohnya, biaya perjalanan Ferdinand Nainggolan ke Cina pada 20-23 Januari 2003, yang saat itu didampingi Tjuk Sukardiman dan Bonar Manurung—Asisten Deputi Menteri BUMN.
Untuk mencari kejelas-an duduk-perkara soal- ini, KPK sebetulnya- su-dah- melakukan penelaah-an sejak setahun lalu. Namun, Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas mengaku tidak- ingat- persis sejauh mana proses pendalaman materi. ”Akan saya cek dulu,” katanya.
Menanggapi berbagai keganjilan itu, Sonny menyatakan sejak semula ASDP beritikad mengembangkan bisnis yang digelutinya, yakni angkutan sungai, danau, dan penyeberangan. Kapal dengan bobot 4.000-5.000 GRT (tonase kotor) ini rencananya akan digunakan untuk melayani angkutan rute komersial seperti Merak-Bakaheuni, Ketapang-Gilimanuk-, atau Belawan-Penang.
Tawaran yang diajukan oleh China Geo Engineering, dalam pandangan Direktur Teknik ASDP, Sayogyo K., juga sangat menarik. Sebab, dengan harga US$ 7 juta, atau sekitar Rp 63 miliar per kapal, tawaran itu termasuk murah untuk kapal yang bisa mengangkut 400 penumpang dan 100 kendaraan. ”Umum-nya, produk buatan Cina memang lebih murah,” ujarnya.
Pertimbangan lainnya, ASDP hanya butuh membayar uang muka 20 persen. Sedangkan sisanya dibayar oleh Bima Intan sebagai mitra kerja sama opera-si. Uang muka itu juga dijamin oleh Askrindo. Dari hasil survei kelayakan oleh tim ASDP, proyek pengadaan kapal baru ini pun dinilai layak, termasuk soal harganya. ”Jadi, proses pengadaan kapal sudah sesuai dengan prosedur,” kata Sonny.
Lantas, bagaimana soal persetujuan Kementerian BUMN? Menurut Bonar Manurung, transaksi ini sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku. Proyek ini juga sudah dilaporkan ke Kementerian BUMN, kemudian dikaji oleh tim teknis.
Meski begitu, Bonar membantah ikut menyertai Ferdinand saat ditugaskan ke Cina. ”Saya ditugaskan, tetapi tidak ikut,” kata Bonar, yang kini menjabat Direktur Keuangan ASDP. Soal peran Ferdinand ke Cina, menurut Sonny, itu pun hanya sebatas menyaksikan rencana pembangunan kapal.
Terlepas dari kisruh urusan prosedur itu, manajemen ASDP mengakui pembangunan proyek ini menghadapi kendala pembiayaan. Bank Mandiri, yang semula bersedia mengucurkan dana, ternyata urung menerbitkan L/C. Saat ini, Bima Intan pun sedang berusaha mencari sumber dana lainnya, baik dari bank dalam negeri maupun luar negeri, seperti Hong Kong.
Bila Bima Intan gagal, ASDP sudah- punya solusi. Pertama, menarik uang muka yang sudah dikeluarkan de-ngan cara meminta Bima Intan menjual aset-asetnya. Kedua, pembiayaan kapal di-bagi: ASDP dan Bima Intan masing-masing membiayai satu kapal. Ketiga, semua kapal diambil alih oleh perusahaan angkutan pelat merah ini.
Dana yang dimiliki ASDP, menurut kalkulasi Sonny, saat ini cukup untuk membiayai pengadaan kapal tersebut. Sebab, sudah ada keuntungan yang diraup dan perusahaan sudah mengalokasikan dana penyusutan Rp 50 miliar per tahun. Apalagi, Cina memberikan ke-sempatan hingga akhir April untuk pembayaran kekurangannya. ”Pokoknya, kami tak mau dirugikan,” ujarnya.
Heri Susanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo