Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Lima Sandaran Sang Menteri

3 April 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK menjadi Menteri Negara BUMN, Sugiharto punya tugas se-abrek. Ia, antara lain, harus meningkatkan kinerja- 158 BUMN yang jika ditotal dengan anak perusaha-an mencapai sekitar 600, dengan total aset Rp 1.300 triliun. Tugas berat lainnya adalah membabat dugaan korupsi- yang telah lama membelit di banyak perusahaan pelat merah itu.

Persoalannya, tubuh Kementerian BUMN tak pernah utuh. Sejumlah deputi menteri dan staf ahli, yang seharusnya menjadi tangan kanannya, sudah lama mandul dan tak klop dengannya. Bahkan beberapa di antaranya tak lagi di sana.

Itu sebabnya Sugiharto- le-bih banyak bersandar pada sejumlah orang dekatnya. Beberapa di antaranya kini diangkat sebagai staf khusus. Sisanya masih berstatus tenaga ahli. Inilah lima nama di antara orang-orang paling berpengaruh di seke-liling Sugiharto.

Lendo Novo Sepak terjangnya membuat banyak direksi BUMN gerah. Bukan apa-apa, Lendo Novo adalah ketua tim investigasi yang dibentuk oleh Menteri Sugiharto. Tugasnya mengungkap korupsi- yang membelit berbagai perusaha-an pelat merah. ”Kami di-bantu banyak informan di BUMN,” kata Lendo.

Hingga Februari lalu, timnya sudah menemukan 43 indikasi korupsi di puluh-an BUMN. Sekitar 200 pejabat BUMN diindikasikan terlibat. Bukti awal itu sudah pula disodorkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi, kejaksaan, dan kepolisian.

Namun, belakangan tugasnya diambil alih oleh Inspek-torat Jenderal Kementerian BUMN. Lendo pun dipromosikan dari tenaga ahli menjadi staf khusus menteri bidang pengelolaan data dan informasi.

Jalannya menuju Kemente-ri-an BUMN tak lepas dari kiprah politiknya di Partai- Keadilan Sejahtera dan peran-nya sebagai anggota tim sukses Sugiharto dalam proses pencalonannya seba-gai- menteri. Sebelumnya, le-laki kelahiran Jakarta, 6 November 1964, ini banyak- bergelut dalam lembaga swadaya masyarakat.

Ia ikut mendirikan ratusan sekolah alam dan sekolah Islam terpadu di Jawa dan Sumatera. Pada 1989, master lulusan Institut Teknologi Bandung ini bahkan pernah dibui tujuh bulan akibat terlibat aksi protes menyambut kedatangan Menteri Dalam Negeri, Rudini, ke Kampus Ganesha itu.

Aries Mufti Pria berkacamata ini sudah lama dikenal dekat de-ngan- Sugiharto. Kedua-nya- aktif- di Masyarakat Ekono-mi Syariah (MES), yang per-nah diketuai Adi Sasono-. Di organisasi ini, Mufti kini ke-tua umum, Sugiharto mantan bendahara dan ketua dewan penasihat.

Tapi, kata Mufti, ”kedekatan” bukan faktor yang membuatnya menjadi tenaga ahli di Kementerian BUMN. ”Kebetulan kami punya visi yang sama,” kata bekas Direktur Permodalan Nasional- Madani itu. Toh, kalaupun Su-giharto tak menjadi menteri, ”Kami tetap bekerja sama,” katanya.

Itu sebabnya, Mufti langsung menerima tawaran Su-giharto ketika diminta membereskan penyaluran dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan BUMN. Apalagi Sugiharto pernah mensinyalir, 40 persen dana PKBL dari setiap BUMN tak jelas rimbanya.

Sebagai tenaga ahli, Mufti juga mengemban tugas memperkenalkan transaksi- ekonomi syariah. ”Agar tran-saksi tidak semata-mata berdasarkan ekonomi konvensional.” Ia pun dipercaya sebagai salah satu anggota Komisaris PT Garuda Indonesia.

Helmi Kamal Lubis Perkenalan mereka bermula di PT Medco Energi, pada 2003. Di perusahaan milik Arifin Panigoro itu, Sugiharto direktur keuang-an dan Helmi salah satu staf-nya. Hubungan mereka berlanjut setelah Sugiharto terpilih menjadi menteri. ”Saat itu saya diminta Pak Sugiharto membantu restrukturisasi keuangan BUMN,” katanya.

Dengan Adi Sasono, ia pun dikabarkan masih pu-nya hu-bungan. Helmi pendiri dan bekas Direktur Keuangan PT Global Jaringan Nusantara (pengelola jaringan Globalsource.com), yang masih terkait dengan Adi Sasono.

Menurut sumber Tempo, Helmi banyak berperan- dalam restrukturisasi ke-uangan beberapa BUMN. Antara lain penawaran kerja sama operasi PT Kertas Kraft Aceh, divestasi saham Perusahaan Gas Negara, dan pembelian kembali obligasi Adhi Karya.

Seluruh proses restruktu-risasi itu melibatkan PT Indopremier Securities se-ba-gai pihak ketiga. Kebe-tul-an Direktur Keuangan Per-tamina, Frederick S.T. Sia-haan, mantan Direktur In-dopre-mier. Maka, santer- ter-de-ngar, pengangkatan Fre-derick di perusahaan pertambangan pelat merah itu tak lepas berkat ”lobi” Helmi-.

Helmi menepis berbagai sinyalemen itu, termasuk so-al lobi mengegolkan Frede-rick. ”Kebetulan, dua calon lain yang namanya masuk di tim penilai akhir meng-undurkan diri,” ujarnya.

Muhammad Said Didu Posisi Sekretaris Menteri BUMN yang diemban pria kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan, 44 tahun silam, ini memang strategis. Te-ngok saja, di meja Muhammad Said Didu saat ini menumpuk 3.800 dokumen riwayat hidup para calon direksi dan komisaris BUMN.

Itu pula yang membuat Said kerap digoyang. Setelah res-mi dilantik, Agustus 2005, ia disebut-sebut seba-gai kepanjangan tangan Wakil Presiden Jusuf Kalla-. ”Ia ditempatkan sebagai ’mata dan telinga’ Kalla di Kementerian BUMN,” ucap sumber Tempo.

Said menepis selentingan itu. ”Nama saya justru di-usulkan oleh Pak Sugiharto-,” katanya. Didu mengaku de-kat dengan Sugiharto sejak- keduanya aktif di Ikatan Cen-dekiawan Muslim Indonesia (ICMI).

Meski begitu, soal kedekat-annya dengan Kalla tak dite-pisnya. Bekas pejabat eselon dua di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ini pernah duduk satu meja dalam penyusunan Garis-garis Besar Haluan Negara pada 1987, saat Kalla menjadi anggota MPR dari Utusan Daerah.

Baru-baru ini, Said dibuat repot dalam kasus pelepasan tanah di PT Perkebun-an Nusantara (PTPN) II. Ia diperiksa sebagai saksi. Tapi ia tak gentar. ”Banyak yang khawatir dengan langkah saya membenahi aset BUMN,” katanya kepada Tomi Aryanto dari Tempo.

Lin Che Wei Pada seminar yang di-se-lenggarakan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) di Bali, Februari 2002, Lin Che Wei dan Pre-siden Susilo Bambang Yu-dhoyono merintis hubungan. Di situlah keduanya pertama kali bertemu. Merasa langsung klop, saluran hotline di antara keduanya pun terentang.

Sejak itu, Che Wei kerap- memberi masukan soal ekonomi dan investasi, terutama- ketika Yudhoyono mencalonkan diri menjadi presiden. Setelah Yudhoyono menjadi RI-1, giliran Che Wei diminta menjadi tenaga ahli di Kementerian BUMN.

Alhasil, jejak mantan Pre-siden Direktur SG Securities Indonesia ini banyak terlihat saat pergantian direksi Bank Mandiri dan BUMN Summit 2005. Ia juga anggota tim perunding Pertamina untuk Blok Cepu, dan terlibat dalam penyelesaian sengketa Semen Gresik dengan Cemex Asia Holding.

Namun, menurut Said Didu, Che Wei tak lagi aktif- di Kementerian BUMN se-telah didapuk menjadi Direktur Utama PT Danareksa, tahun lalu. ”Tapi sesekali datang untuk di-minta pendapatnya,” katanya-. -Termasuk tugasnya kini membantu restrukturisasi keuangan PT Garuda Indonesia.

Yandhrie Arvian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus