Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Terserempet Aturan Kepemilikan Tunggal

Temasek dikabarkan akan menjual BII. Lebih untung jika merger.

17 September 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KABAR menggegerkan bertiup dari Bank Indonesia. Jumat dua pekan lalu, Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Halim Alamsyah, "membocorkan" rencana Temasek Holdings akan melego kepemilikannya di PT Bank Internasional Indonesia Tbk. Keesokan harinya, sejumlah harian nasional menjadikannya sebagai berita utama.

Dunia perbankan mendadak-sontak terkejut karena Temasek jadi salah satu barometer investasi. Tanda tanya besar pun muncul: ada apa dengan BII? Mengapa Temasek yang membelinya dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada November 2003 itu hendak melepasnya? Apalagi, selama ini nyaris tak ada kabar miring mengenai bank yang dulu dimiliki bos Sinar Mas Group, Eka Tjipta Widjaja, itu.

Rupanya, perusahaan pelat merah Singapura itu tersandung aturan baru Bank Indonesia tentang kepemilikan tunggal (single present policy) yang dirilis pada 5 Oktober 2006. Berdasarkan aturan ini, pemegang saham mayoritas hanya boleh memiliki satu bank. Aturan ini tak hanya berlaku untuk pemegang saham mayoritas, tapi juga bagi pemegang saham pengendali, meski sahamnya kecil.

Saat ini, Temasek memiliki secara langsung dua bank nasional, yakni BII dan Bank Danamon. Di BII, Temasek menguasai 56,24 persen saham melalui Sorak Financial Holdings Pte. Ltd. Sedangkan di Danamon, Temasek memiliki 68,87 persen melalui konsorsium Asia Financial Holdings.

Ada tiga opsi agar Temasek tidak menabrak rambu baru itu. Pilihan itu adalah menggabungkan BII dengan Danamon, membentuk holding, atau melepaskan salah satunya. Bank sentral memberi batas waktu paling lambat akhir 2007 bagi pemegang saham mayoritas untuk menyerahkan rencana bisnis terkait beleid tadi. Proses peralihannya sendiri boleh berlangsung hingga 2010.

Halim mengakui, beberapa bank yang terserempet aturan itu, termasuk Temasek, telah datang ke kantornya. Mereka menyampaikan secara lisan rencana bisnisnya. "Baru omong-omong, konsultasi. Itu biasa," ujarnya kepada Tempo, Kamis pekan lalu. "Mereka belum secara resmi menyampaikan proposalnya."

Mengenai soal ini, manajemen Temasek tak memberikan konfirmasi. Surat elektronik yang dikirimkan Tempo tidak dijawab. Namun, sumber Tempo mengungkapkan bahwa Temasek sedang mempelajari segala kemungkinan yang bisa diambil untuk merespons kebijakan Bank Indonesia. "Masih belum ada keputusan," katanya.

Pengamat perbankan, Mirza Adityaswara, tak yakin Temasek rela melepas BII. Menurut dia, bank ini tidak buruk. "Masih menarik untuk dipertahankan dengan beberapa pembenahan," katanya. Malah, ia menyarankan, kedua bank lebih baik dimerger. Bila kedua bank dilebur, total deposit dan ekspansi kredit akan jauh lebih besar (lihat tabel).

Kinerja Danamon, Mirza menambahkan, memang lebih moncer ketimbang BII. Kemampuannya mencetak laba juga lebih besar ketimbang BII. Begitu juga net interest margin-nya. Ini lantaran kesuksesan Danamon melakukan penetrasi di bidang pembiayaan melalui Adira Finance dan kredit mikro.

Bank BII sebenarnya punya bisnis serupa melalui WOM Finance. Masalahnya, BII bukan pengendali di WOM. Dengan hanya 40 persen, bank itu tak bisa mengontrol operasional WOM. Makanya, ketika terjadi gonjang-ganjing kenaikan suku bunga pada 2006, BII tak bisa segera bertindak. "Ini yang membuat WOM tak sepesat Adira," kata Mirza.

Soal opsi merger yang diusulkan Mirza, sumber Tempo di BI mengatakan, berdasarkan simulasi yang pernah dilakukan, penggabungan merger BII dan Danamon memakan ongkos lebih besar. "Itu menyangkut ratusan miliar rupiah," katanya. Biaya terbesar adalah pembayaran pajak.

Nah, ongkos ratusan miliar inilah yang mungkin membuat pemilik enggan menggabungkan kedua bank. Menurut Halim, merger perusahaan umumnya dilakukan melalui proses penilaian kembali aset. Persoalannya, nilai aset cenderung naik. Makanya, pajak perusahaan hasil merger pun membesar.

Namun, kata Halim, di sektor perbankan, karakteristik tiap bank berbeda. Menurut dia, biaya merger belum tentu lebih mahal ketimbang membentuk holding atau melepas salah satu bank. "Biasanya itu disesuaikan dengan policy induknya," katanya.

Retno Sulistyowati, Heri Susanto


Pemegang Saham DanamonAsia Financial (Indonesia) Pte. Ltd.: 68,87%Morgan Stanley Securities Ltd.: 5,01% Publik: 26,12%

Pemegang Saham BIISorak Financial Holdings Pte. Ltd.: 56, 24%Aranda Investments (Mauritius) Pte. Ltd.: 6,08%Publik < 5 persen: 37,68 persen

Kinerja Danamon dan BII per Juni 2007 (Rp Triliun)

 DanamonBII
Total Simpanan61,29435,833
Total Kredit46,39428,192
Laba setelah Pajak1,0200,290
Net Interest Margin (%)104,86

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum