Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Terus Berinovasi, Kunci Narata Bertahan di Bisnis Keripik Saat Pandemi

Tak ada yang menyangka bisnis keripik pisang Narata awalnya dipasarkan dari mulut ke mulut, kini merambah pasar ekspor ke Singapura hingga Beijing.

4 Februari 2021 | 18.53 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ros bersama Lisya berdiskusi dengan para pekerjanya di tengah ribuan kantong keripik pisang yang sudah dikemas di rumah produksinya di Batam Center, Kota Batam, pertengahan Januari 2021. Keripik ini akan diekspor ke Singapura dalam waktu dekat ini. (Foto Yogi Eka Sahputra)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ros dan empat karyawannya kala itu tengah bergegas mengemas keripik pisang ke dalam sebuah kantong bertuliskan 'Narata, Keripik Pisang'. “Alhamdulillah, sekarang bisnis kami sudah bisa menyesuaikan diri dengan kebiasaan baru di tengah pandemi. Kami hanya produksi, nanti dikirim langsung ke Singapura,” kata Ros kepada Tempo, Senin, 18 Januari 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di dalam ruangan seluas 6 x 10 meter tersebut, tampak ratusan kantong keripik singkong tersusun dalam kardus dan siap dikirim ke Singapura. Siapa sangka produk keripik pisang milik Ros yang hanya berawal dari penjualan antarteman, tapi kini sudah diekspor ke sejumlah negara seperti Singapura, Malaysia, Cina, dan Belanda. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat ini Ros sudah memiliki delapan produk dari dua rumah produksi. Sejumlah produk itu di antaranya adalah keripik pisang, tempe, peyek udang, peyek bilis, stik keju dan lainnya. “Apa yang diminta pembeli kita bisa buat, keripik apapun itu,” ucapnya.

Di rumah produksinya di Kawasan Botania, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Ros memulai kisahnya bahwa bisnis ini dibangun karena momen ulang tahun anak-anaknya pada tahun 2010 silam.

Saat itu, sebagai seorang ibu sekaligus guru TK Ros yang hanya memiliki uang Rp100 ribu untuk membelikan kado untuk dua buah hatinya sangat berkecil hati. Dengan uang sebesar itu, bayangan kado yang benar-benar berarti untuk anaknya sangat jauh dari kenyataan. Ia pun bertekad mencari jalan keluar agar bisa mendapatkan uang lebih untuk membeli kado. 

Dari situ ia mencoba memproduksi keripik pisang dengan modal seadanya. Keripik itu ia pasarkan kepada teman-temannya. Tak lama, hasil jualan keripik pisangnya tersebut bisa menambah modalnya total menjadi Rp 300 ribu untuk membeli kado. “Akhirnya saya bisa beli kado untuk anak saya,” kata Ros menceritakan awal kisah dirinya membangun bisnis Narata.

Tak lama berselang, pesanan keripik pisang tak henti-hentinya berdatangan. Tapi Ros tak lantas bisa memenuhinya karena modal awal usahanya sudah habis untuk membeli kado.

Setelah menimbang-nimbang, Ros memaksakan diri meminjam uang kepada pamannya sebesar Rp 400 ribu untuk memodali usaha agar bisa bisa memenuhi permintaan konsumen. “Yang beli semakin banyak, ada teman-teman, wali murid di TK saya, teman kuliah, begitu juga dosen,” ujarnya. 

Setelah berhasil berjualan dari rumah ke rumah, Ros mencoba menyasar jajanannya ke mall dan supermarket yang ada di Batam. Semua persyaratan ia lengkapi, salah satunya nomor PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga) dari Departemen Kesehatan. “Awal-awal masuk ke mall, saya harus produksi 20 kilogram dalam satu minggu,” katanya. 

Setelah berjalan lancar, pada tahun 2012 Ros tertarik mengikuti seminar wirausaha Al Mahdi Award di Batam. Salah seorang pembicaranya adalah mantan menteri BUMN yang juga eks Direktur Utama PT PLN (Persero) dan bos Jawa Pos, Dahlan Iskan. “Kebetulan biaya daftar untuk guru ada diskon, saya juga ingin bertemu Pak Dahlan ketika itu,” kata Ros. 

Tak hanya menghadirkan para pengusaha UMKM berbagai jenis produk, acara itu juga membekali para peserta dengan begitu banyak materi pembelajaran. Dari situ Ros merasakan ada banyak energi positif yang mendorongnya untuk terus membangun bisnis keripik pisangnya. “Saya banyak dapat teman di sana,” katanya. 

Di situ Ros mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pameran Al Mahdi pertama kali di Alun-alun Engku Putri Kota Batam. "Ketika itu produk saya harus punya label, saya berilah nama produk Green Snack,’ katanya. 

Seiring berjalannya waktu, skala usaha Ros terus membesar. Untungnya ada sejumlah bantuan untuk modal usahanya datang setelah ia mengikuti seminar wirausaha itu. Salah satunya adalah bantuan dari program PT Jasa Raharja (Persero).

Ia pun semakin sering mengikuti pelatihan seminar wirausaha untuk belajar enterpreneurship, pembukuan keuangan dan banyak hal lainnya. “Termasuk pada 2014 saya belajar pelatihan ngomong jadi wirausaha,” katanya. 

Setelah omzetnya dirasa cukup memadai, Ros mengundurkan diri dari profesi guru TK dan fokus kepada bisnisnya. Setelah itu Ros semakin gencar mencari pelatihan-pelatihan wirausaha dan terus belajar tentang inovasi produk. Dari beberapa pertemuan tersebut Ros berkesempatan untuk melegalkan bisnis keripik pisang tersebut dan dimudahkan memperoleh izin ekspor ke luar negeri. 

Di beberapa kesempatan pelatihan se-Sumatera, produk Ros juga menjadi finalis produk terbaik pada 2016. Ros terus melakukan inovasi salah satu dengan cara membuat produk baru yang lebih unik. “Pada 2017 saya akhirnya berinovasi membuat nangka goreng, dengan motto pola makanan sehat,” kata dia. 

Beberapa kendala ia dapatkan, seperti naiknya harga bahan pokok seperti pisang dan nangka karena banyak permintaan. Tetapi berkat mentoring teman-temannya di komunitas Al Mahdi, Ros bisa keluar dari masalah itu. “Akhirnya saya cari lahan untuk tanam nangka sendiri,” katanya. 

Ros merasa sangat terbantu dengan Al Ahmadi Entrepreneurship Center (AEC) karena mendorong bisnisnya agar bisa sebesar sekarang. Melalui komunitas ini juga Ros mengikuti beberapa pameran di negara lain, seperti Malaysia, Singapura dan lainnya. “Al Ahmadi terus support kita, misalnya kalau pameran di Singapura kita tidak bayar stand, padahal harga stand sampai 50 juta,” katanya. 

Dari beberapa kali menggelar pameran di luar negeri itu pula, Ros terus berbenah. Ia kerap mendapat masukan dari buyer-nya yang berasal dari berbagai negara, seperti Arab, Turki, Jerman dan lainnya.

Para pembeli luar negeri itu sering kali mempertahankan kualitas dan legalitas produk. “Ketika itu 2018 saya pameran di Singapura, keripik ini ditanya BPOM nya, HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points) dan lainnya,” kata Ros. 

Lalu bagaimana kondisi bisnis keripik Ros di masa pandemi selama setahun belakangan ini? Ia mengaku tak jarang, pelanggannya maju mundur ketika akan bertransaksi.

Akibat pandemi Covid-19, penjualan turun drastis, baik di dalam maupun di luar negeri. Tak tanggung-tanggung, per Maret 2020 nilai penjualan bisnis Narata anjlok hingga 80 persen. 

Ros terpaksa memutuskan memangkas jumlah karyawannya dari 11 orang menjadi empat orang sampai saat ini. “Saya terpaksa melakukan itu, karyawan yang kita rumahkan adalah suaminya yang masih bekerja, sedangkan empat karyawan yang kita pertahankan karena suami mereka ada yang sakit, tidak bekerja dan lainnya. Tetapi suatu saat saya akan panggil mereka lagi,” katanya. 

Namun belakangan, mulai akhir 2020 kondisi sudah mulai agak membaik. Sejumlah produknya kembali diekspor ke Singapura meskipun transaksi via online. Ia pun terbuka dengan berbagai usulan inovasi bisnis yang bermunculan.

Di masa pandemi ini, kata Ros, jaringan bisnisnya terus dijaga betul. Selain itu, ia lebih adaptif dalam menjalankan bisnis dengan mengaktifkan bisnisnya lewat jalur online. “Kalau dulu kita antar ke sana (Singapura). Sekarang kita tinggal kirim, semuanya serba online,” kata Ros.

Masih kuat dalam ingatan Ros, di sebuah seminar beberapa tahun lalu ia harus menuliskan rancangan bisnisnya lima tahun ke depan. Saat itu, ia menuliskan, dalam lima tahun yang akan datang akan membukukan omzet penjualan hingga ratusan juta rupiah setiap bulan, memiliki karyawan minimal 10 orang, dan punya ruang produksi sendiri.

Siapa sangka bahwa keinginan masa lalunya itu tercapai saat ini. “Bisa jualan di mal, mengikuti pameran dunia, ekspor produk sendiri ke Beijing, Cina. Itu adalah mimpi seorang anak petani, saya sangat bersyukur,” kata Ros. Ia berharap usaha ini bakal dilanjutkan oleh anak cucunya sehingga lebih besar dari yang ada sekarang. 

Direktur Eksekutif Al Ahmadi Entrepreneurship Center Lisya Anggraini menyebutkan bisnis keripik pisang Ros adalah satu dari banyak UMKM yang ada di Batam tumbuh sangat cepat. Sebelum pandemi, sudah ada tiga UMKM seperti Ros yang sudah ekspor ke luar negeri, di antaranya keripik pisang, bumbu pecel, dan agar-agar kering.

UMKM itu sebelumnya bergabung dan mengikuti beberapa pelatihan AEC. “Alhamdulillah mereka sudah ekspor sekitar setengah ton beberapa bulan lalu, sekarang ini lagi proses ekspor santan,” kata Lisya. 

Namun begitu, menurut Lisya, di kala pandemi seperti saat ini, hampir semua bisnis terpukul. Sebagian dari mereka juga mulai beralih ke sistem online seperti yang dilakukan Ros. Sebanyak 98 persen UMKM di Batam yang terdampak pandemi dan akhirnya proses penjajakan penjualan produk di Singapura pun terpaksa ditunda. “Saya bilang ke kawan-kawan UMKM, selain menyesuaikan diri dengan penjualan online, saat ini adalah waktu terbaik memperbaiki standardisasi produk."

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus