Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tiga Belas Bulan di Kursi Panas

Elia Massa Manik mengetahui pencopotannya satu jam sebelum rapat pemegang saham. Dinilai membangkang menteri.

29 April 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tiga Belas Bulan di Kursi Panas

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PESAN berantai masuk ke telepon seluler para pegawai di lingkungan PT Pertamina (Persero), Sabtu dua pekan lalu. Hari itu, matahari belum terlampau terik saat ucapan pamit Elia Massa Manik beredar di sejumlah grup WhatsApp pegawai Pertamina. Massa mengucapkan terima kasih atas dukungan yang ia terima selama 13 bulan menjabat Direktur Utama Pertamina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menerima keputusan pemegang saham yang memberhentikannya dengan lapang dada. "Jangan dibuat polemik," ujar Massa. "Jabatan bukan segalanya, hanya sarana untuk berkontribusi." Massa juga meminta maaf lantaran belum banyak yang bisa ia lakukan selama memimpin perusahaan minyak dan gas milik negara tersebut, yang per Januari lalu memiliki aset Rp 741,8 triliun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salam perpisahan itu beredar satu hari setelah Massa diberhentikan sebagai nakhoda Pertamina. Jumat dua pekan lalu, Dewan Komisaris-melalui rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB)-mengganti lima direktur Pertamina. Massa termasuk yang diberhentikan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno. Empat direktur lain yang dicopot adalah Direktur Pengolahan, Direktur Megaproyek, Direktur Aset, dan Direktur Pemasaran Korporat.

Pejabat Pertamina yang mengetahui pencopotan ini mengatakan Massa baru menerima surat keputusan pukul 13.30, satu jam sebelum RUPS digelar. Isinya: Massa diberhentikan dengan hormat. "Tidak ada penjelasan ataupun alasan pencopotan," kata pejabat tersebut. Siang itu, Massa diminta datang ke Kementerian BUMN. Deputi Bidang Usaha Tambang, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurnomenyerahkan surat keputusan tersebut.

Saat menggelar konferensi pers pada sore hari, Fajar mengatakan komisaris dan direksi telah mengkaji proses ini selama satu bulan. Tujuan utama perombakan adalah mempercepat implementasi holding migas karena pemerintah akan mengalihkan 56,86 persen saham milik negara di PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk kepada Pertamina.

Sebagai induk usaha, Pertamina lalu akan melebur PT Pertamina Gas alias Pertagas ke Perusahaan Gas Negara (PGN). "Kami juga melihat perkembangan peristiwa dan kondisi terakhir," kata Fajar. Komisaris Utama Pertamina Tanri Abeng dan anggota Staf Khusus Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Wianda Pusponegoro, sore itu ikut mendampingi Fajar.

Peristiwa terakhir yang dimaksudkan Fajar adalah soal bocornya pipa Pertamina di Teluk Balikpapan serta kelangkaan Premium di sejumlah daerah. Pemerintah menyoroti pula lambatnya penyelesaian proyek revitalisasi kilang Pertamina. Direksi baru ditugasi membereskan proyek itu sekaligus mengalihkan kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama.

Presiden Serikat Pekerja Pertamina Bersatu Arie Gumilar sedang berada di Cilacap, Jawa Tengah, ketika perombakan manajemen perusahaan terjadi. Isu pencopotan Massa Manik dan empat direktur lain tersebar di sejumlah grup WhatsApp pekerja BUMN. Saat itu, Arie segera meminta konfirmasi kepada Direktur Sumber Daya Manusia Nicke Widyawati. "Betul, saya baru selesai serah-terima," kata Nicke, seperti diceritakan ulang oleh Arie. Menteri BUMN Rini Soemarno menunjuk Nicke sebagai pelaksana tugas Direktur Utama Pertamina.

Arie baru terpilih sebagai Presiden Federasi satu pekan sebelum Massa Manik dicopot. Saat masih menjadi Sekretaris Jenderal Federasi, ia sudah menduga Kementerian BUMN akan segera mengganti Direktur Utama Pertamina, cepat atau lambat. Terutama setelah terbitnya SK-39/MBU/02/2018 tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, dan Pengalihan Tugas Anggota-anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina. Surat keputusan yang terbit pada 13 Februari 2018 itu berisi penambahan jumlah direktur dari sembilan menjadi sebelas.

Massa tak setuju dengan perubahan nomenklatur tersebut. Ia memilih tak hadir dalam rapat umum pemegang saham luar biasa pada 13 Februari. Massa sempat meminta waktu bertemu dengan Rini sebelum rapat pemegang saham berlangsung. Ia merasa perlu tahu alasan dan latar belakang perubahan nomenklatur. Rini tak menjawab permintaan Massa. Pertemuan keduanya pun tidak pernah terjadi. Direksi dan komisaris lalu melakukan kajian implementasi perubahan nomenklatur.

Dari situlah Arie yakin Massa tak lama bertahan menempati "kursi panas" Pertamina. Salah satu anggota federasi menyebutkan, satu pekan sebelum pencopotan, Massa menolak memberikan sambutan dalam sebuah pertemuan serikat. "Jangan saya, nanti saja," tuturnya. Massa sepertinya sadar akan segera diganti. Setelah pencopotan, dia langsung beres-beres meninggalkan kantor.

Di bawah pimpinan Nicke Widyawati, direksi baru menggelar konferensi video untuk pertama kalinya. Konferensi ini disiarkan ke semua unit usaha Pertamina, Senin pekan lalu. Nicke memperkenalkan para direktur baru dan program kerja yang harus diselesaikan hingga 2040.

l l l

KEBIJAKAN Pertamina selama enam bulan terakhir sempat membuat tiga menteri gigit jari. Dalam sebuah pertemuan yang membahas perihal divestasi Freeport pada Maret lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri BUMN Rini Soemarno, serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan sempat berdiskusi tentang kinerja Elia Massa Manik. Menurut pejabat BUMN dan ESDM yang mengetahui pertemuan itu, perbincangan tentang Massa berlangsung hampir 30 menit.

Massa dianggap kerap membantah dan tak menjalankan instruksi pemerintah. Di antaranya terkait dengan program bahan bakar minyak satu harga, penetapan harga bahan bakar minyak subsidi dan nonsubsidi, distribusi Premium, hingga pembentukan holding migas.

Hingga Maret lalu, Pertamina baru merealisasi dua titik lokasi lembaga penyalur BBM satu harga dari target 73 titik tahun ini. Dalam tiga bulan terakhir, Pertamina dua kali menaikkan harga Pertalite. "Massa sempat mengiyakan tidak menaikkan harga Pertalite, tapi menaikkan juga," kata seorang pejabat BUMN. "Pemerintah kecewa."

Bersamaan dengan itu, muncul pula isu kelangkaan Premium di sejumlah daerah. Beberapa stasiun pengisian bahan bakar umum ditengarai tak lagi menyediakan stok Premium. Menteri Ignasius Jonan mengatakan telah berkali-kali menegur Pertamina agar tetap menyediakan Premium tak hanya di luar Jawa, Madura, dan Bali. Pertamina mendapat penugasan penyaluran BBM bersubsidi sebanyak 7,5 juta kiloliter. "Kalau tetap tak mau menyalurkan, kita cari sanksinya," ucap Jonan seusai rapat sidang kabinet pada awal April lalu.

Jonan meminta Pertamina lebih inovatif dalam memasarkan Pertalite tanpa mengurangi stok Premium di pasar. Seorang pejabat Kementerian ESDM mengatakan Presiden Joko Widodo sempat kecewa saat mendapat laporan tentang Pertamina dalam sidang kabinet itu. "Kok, bisa Pertamina tidak paham kepentingan rakyat?" tuturnya. Jonan mengetahui pencopotan Massa satu hari sebelum RUPSLB digelar.

Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menilai Massa orang yang baik dan pintar. Hampir semua pekerjaan yang dia tangani, menurut Luhut, berjalan baik. Luhut menambahkan, Massa juga sudah menyiapkan roadmap Pertamina untuk 15 tahun ke depan dengan komprehensif dan mudah dipahami. "Tapi, karena sudah diputuskan, ya, harus loyal. Itu namanya dinamika hidup," ujar Luhut kepada Wahyu Muryadi dari Tempo, saat sarapan di Hotel Trump International, Washington, DC, Amerika Serikat, Ahad dua pekan lalu.

Kepada Robby Irfani Maqoma dari Tempo, Komisaris Utama Pertamina Tanri Abeng mengatakan perusahaan pelat merah ini perlu melakukan restrukturisasi dalam waktu cepat. Itu sebabnya, perombakan direksi mendesak dilakukan. "Yang kurang dari direksi lalu adalah komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah. Itu saja," ucap Tanri.

Inspektur Jenderal Kementerian ESDM Akhmad Syakhroza menyampaikan pendapat senada. Menurut dia, Direktur Utama Pertamina seharusnya mengacu pada Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara. "Dia harus menjalankan instruksi pemerintah, bukan seperti di perusahaan terbatas."

Arie Gumilar berencana mengundang direksi baru dalam pengukuhan pengurus baru federasi pada pekan depan. Ia khawatir penggantian direksi yang terjadi berulang kali justru menghambat pencapaian program kerja perusahaan. "Mau enggak mau harus menyetel ulang kebijakan," tuturnya. Arie berharap manajemen baru akan lebih solid. "Jangan mau dijadikan kepentingan politik dan mampu melawan intervensi pemburu rente ataupun partai."

Dihubungi sepanjang pekan lalu, Elia Massa Manik belum bersedia ditemui. Ia juga tak banyak memberikan komentar. Tanpa merinci lebih jauh, pria kelahiran Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, ini mengaku tengah bersiap-siap dengan pekerjaan barunya.

Putri Adityowati, Khairul Anam, Robby Irfani, Wahyu Muryadi (washington, Dc)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus