Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Tolak Usul Cetak Uang, Indef Ingatkan Hiperinflasi saat Orde Lama

"Ingat tidak, Indonesia pernah hiperinflasi hingga 600 persen pada era Orde Lama," kata Ekonom Indef Eko Listiyanto.

7 Mei 2020 | 15.24 WIB

Logo atau ilustrasi Bank Indonesia. TEMPO/Imam Sukamto
Perbesar
Logo atau ilustrasi Bank Indonesia. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Indef Eko Listiyanto angkat bicara menanggapi usul Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat agar Bank Indonesia mencetak uang hingga Rp 600 triliun untuk menambal defisit akibat wabah virus Corona atau Covid-19.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Eko menilai pencetakan uang dalam jumlah besar dan melebihi kebutuhan hanya akan berpotensi membuat inflasi meroket. "Ingat tidak, Indonesia pernah hiperinflasi hingga 600 persen pada era Orde Lama. Langkah BI untuk menolak cetak uang sudah tepat," katanya saat diskusi virtual, Rabu, 6 Mei 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurut Eko, injeksi likuiditas atau quantitative easing (QE) yang dilakukan BI tidak perlu dengan mencetak uang baru. Sebab, pencetakan uang baru akan menyebabkan pemerintah tak bisa menjaga lonjakan inflasi. Pemerintah akan kesulitan untuk menyerap kelebihan likuiditas di lapangan ketika ekonomi pulih kembali kala wabah Covid-19 terhenti.

Selain itu, Eko menilai QE dengan mencetak uang baru justru akan menimbulkan kegelisahan di pasar. Investor akan menilai bahwa pemerintah dan bank sentral Indonesia tidak mengelola likuiditas dengan prudent.

Eko pun meminta para politikus tak membandingkan kebijakan QE Amerika Serikat dan Jepang. "Dolar dan Yen itu mata uang yang diterima di seluruh dunia. Rupiah kan tidak. Emang (Presiden AS Donald) Trump mau serap rupiah? Kalau iya, silakan cetak uang," ucapnya.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo sebelumnya menolak mentah-mentah usulan DPR RI agar bank sentral mencetak uang dalam jumlah besar untuk menyelamatkan ekonomi akibat wabah Covid-19. Permintaan agar BI mencetak uang lalu dibagikan ke masyarakat dinilai salah dan tidak sesuai dengan kebijakan moneter yang prudent.

Perry menilai pernyataan tersebut salah kaprah, sehingga bisa menimbulkan kebingungan masyarakat. Selama ini bank sentral berpegang pada tugasnya untuk melakukan operasi moneter, baik untuk uang kartal maupun uang giral.

"Sekarang kita dengar ada pandangan masyarakat, jadi untuk mengatasi Covid-19 Bank Indonesia cetak uang saja lalu dibagikan ke masyarakat. Tidak usah khawatir inflasi. Mohon maaf, itu bukan praktik kebijakan yang lazim dilakukan BI," kata Perry dalam konferensi pers virtual, Rabu, 6 Mei 2020.

BISNIS

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus