Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tragedi Kemanusiaan di Pusat Keuangan Dunia

30 September 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAPAT manajemen Morgan Stanley pagi hari 11 September itu tiba-tiba terhenti. Para manajer yang sedang menerima pengarahan dari Philip J. Purcell di kantor pusat mereka di kawasan Broadway, New York, terdiam menyaksikan wajah sang bos berkerut setelah membaca catatan di secarik kertas. Isi pesan singkat itu memang sungguh mengejutkan: sebuah pesawat me-nabrak Menara Utara World Trade Center (WTC). Purcell kian terperangah ketika menyaksikan sendiri di layar kaca bagaimana sebuah pesawat lain kembali menghunjam WTC. Kali ini tepat mengenai menara selatannya. "Saya berpikir semua karyawan saya bakal tewas karena kelihatannya pesawat itu tepat menabrak lantai tempat kami berkantor," kata Purcell dengan nada cemas. Namun, Morgan Stanley beruntung. Sebagian besar dari 2.700 karyawannya yang berada di lantai 54-74 Menara Selatan WTC berhasil menyelamatkan diri sebelum gedung tersebut ambruk. Pada siang hari, Purcell dilapori bahwa hanya sekitar 50 orang karyawannya yang menderita cedera, sementara 15 orang lagi dinyatakan hilang. Termasuk di dalamnya seorang kepala keamanan yang mengawasi evakuasi dan memerintahkan agar para karyawan segera meninggalkan gedung. Ternyata, pengalaman pengeboman pada 1993 telah membuat penghuni WTC peka terhadap ancaman terorisme. Ketika mereka menyadari ada yang tak beres dengan menara utara, orang-orang pun segera meninggalkan gedung. Dan tindakan spontan itu justru menyelamatkan banyak nyawa. Tapi tak semua perusahaan yang berkantor di WTC semujur Morgan Stanley. Cantor Fitzgerald, misalnya, harus kehilangan sekitar 700 dari seribu karyawannya yang berada di lantai 101 dan lantai 103-105 Menara Utara WTC. Ikut hilang dalam tragedi itu saudara kandung Howard Lutnick, eksekutif perusahaan pialang saham asal Inggris. Lutnick sendiri selamat dari musibah pagi hari itu lantaran harus mengantar anaknya ke sebuah taman kanak-kanak. Nasib malang juga menimpa perusahaan pialang saham Keefe, Bruyette & Woods, yang kehilangan 70 dari 171 karyawannya, termasuk Joseph J. Berry—sang pendiri dan direktur utama. Juga perusahaan manajemen Fred Alger, yang presidennya, David Alger, ikut tewas dalam tragedi serangan atas menara kembar kebanggaan Kota New York tersebut. Selain itu, dari 55 karyawannya yang berkantor di lantai 93 menara utara, 38 orang masih belum jelas nasibnya. Demikian pula bagian hukum perusahaan investasi Salomon Smith & Barney, yang berkantor di gedung 7 WTC, yang sekarang hancur tak berbekas. Kerugian paling ringan mungkin dialami Merrill Lynch. Itu pun lantaran perusahaan investasi papan atas tersebut kebetulan tak berkantor di WTC, tapi di World Financial Center (WFC), yang terletak persis di seberang WTC. Alhasil, 9.000 karyawannya lolos dari maut, kecuali tiga orang yang kebetulan memiliki urusan bisnis di menara kembar yang kini telah rata dengan tanah itu. Dalam serangan teroris yang meluluh-lantakkan WTC, sekitar 6.500 orang dilaporkan hilang. Berhubung jumlah korban begitu besar, tak salah bila Purcell mengatakan, "Apa yang terjadi pada 11 September lalu bukanlah tragedi keuangan, melainkan tragedi kemanusiaan." Namun, tak bisa pula ditampik kerugian materiil yang mesti ditanggung perusahaan-perusahaan jasa keuangan itu. Merrill Lynch, yang cuma terserempet musibah, mengakui pen-dapatannya akan menurun drastis. Soalnya, tanpa serangan atas WTC pun, pemasukannya pada kuartal kedua kemarin hanya mencapai US$ 541 juta—turun jauh dibandingkan dengan pendapatan tahun lalu, yang mencapai US$ 3,8 miliar. "Kuartal ketiga ini pendapatan kami pasti akan anjlok sekali," kata Lily Widjaja, Direktur Merrill Lynch Indonesia. Setelah tragedi Selasa Hitam, diperkirakan operasi berbagai perusahaan jasa keuangan itu masih akan tersendat-sendat. Kebanyakan perusahaan terpaksa beroperasi dari beberapa tempat berbeda lantaran situasi belum pulih. Menurut Lily, Merrill Lynch juga belum bisa memutuskan kapan akan kembali berkantor di gedung WFC. "Bisa berbulan-bulan sampai situasi aman dan fasilitas pendukung tersedia kembali," katanya prihatin. ND, Endah W.S. (dari berbagai sumber)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus