Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Ketua Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Ikhsan Ingratubun, mengkhawatirkan nasib pelaku industri kecil dan rumahan akan terpinggirkan akibat rencana pemerintah mengeluarkan sejumlah bidang usaha dalam daftar negatif investasi (DNI). Dia mencontohkan akan dikeluarkannya bidang usaha pengupasan dan pembersihan umbi-umbian, industri percetakan kain, dan kain rajut khususnya renda, dari DNI. “Ini tidak jelas manfaat apa yang akan dirasakan oleh UMKM,” ujar Ikhsan, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ikhsan menyayangkan relaksasi kebijakan DNI merambah ke sektor yang selama ini digeluti UMKM. Kelompok ini, kata dia, seharusnya mendapat dukungan pemerintah. Dia khawatir kebijakan ini akan membuat sektor hulu dikuasai pemodal asing sehingga kalangan UMKM kalah bersaing. Selama ini, misalnya, pasokan umbi-umbian berasal dari petani, yang kemudian dikelola industri rumahan. “Kalau akhirnya ada investasi asing dalam sektor ini, berarti ada kemungkinan industri hulu akan dikuasai pemodal asing lagi. Kami melihat sebaiknya kebijakan ini ditunda,” kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Relaksasi kebijakan DNI merupakan bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi ke-16 yang diumumkan pemerintah akhir pekan lalu. Revisi Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal ditargetkan rampung akhir bulan ini.
Setidaknya 54 bidang usaha diusulkan dikeluarkan dari DNI. Beberapa di antaranya adalah industri pengupasan dan pembersihan umbi-umbian, industri percetakan kain, dan kain rajut khususnya renda. Lewat kebijakan ini pemerintah berharap penanaman modal asing-adapun modal dalam negeri dianggap terbatas-dapat menggerakkan perekonomian, kemitraan, dan meningkatkan produksi, terutama untuk barang ekspor serta substitusi impor.
Ikhsan juga pesimistis keputusan pemerintah tersebut akan meningkatkan daya serap tenaga kerja. Menurut dia, jika bertujuan mendorong penguatan UMKM, pemerintah seharusnya tak menghapus skema investasi dengan kemitraan, sebagaimana sebelumnya tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016. “Jangan sampai kami nanti jadi penonton semua,” ucapnya.
Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih, meminta UMKM tidak khawatir mengenai kebijakan relaksasi DNI. Sebab, kata dia, kebijakan yang dibuat pemerintah itu justru untuk kebaikan industri secara keseluruhan. Gati menegaskan penghapusan DNI itu tidak melulu menargetkan pemodal asing, tapi juga mendorong pemodal dari dalam negeri. “Sehingga ekonomi semakin maju,” tuturnya.
Merujuk dari Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), Gati menuturkan pelepasan DNI memang ditujukan kepada industri besar. Dia mencontohkan, pelepasan DNI industri pengupasan dan pembersihan umbi-umbian, industri percetakan kain, dan kain rajut khususnya renda menyasar industri yang menggunakan mesin. “Pemerintah sejauh ini tetap pro dengan industri kecil dan menengah, mulai dari pengurangan pajak, kemudahan bunga pinjaman lebih rendah, dan lainnya,” ujarnya.
Gati mengakui penyusunan kebijakan ini tidak melibatkan UMKM karena kebutuhan investasi yang mendesak di tengah nilai impor masih tinggi. Ia berharap kebijakan baru ini bisa memancing investasi pada tahun depan. “Dengan begitu, nilai impor bisa diturunkan. Kalau ada investasi masuk, penyerapan tenaga kerja dan daya beli naik,” katanya.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution juga menegaskan relaksasi DNI tetap berpihak pada UMKM dan koperasi. Darmin mengatakan salah satu kebijakan tersebut merupakan upaya untuk mendorong sektor-sektor unggulan. “Kebijakan ini membuka kesempatan bagi penanaman modal dalam negeri (PMDN), dan tentu saja termasuk usaha mikro kecil menengah dan koperasi, untuk masuk ke seluruh bidang usaha,” ucapnya. LARISSA HUDA
UMKM Khawatirkan
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo