Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid menyarankan pemerintah merumuskan kebijakan upah minimum sesuai dengan kondisi industri saat ini. Menurut dia, kebijakan itu perlu lebih tertarget, sejelan dengan pertumbuhan ekonomi dan karakter tiap sektor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kebijakan upah minimum seyogyanya disertai dengan pemberian insentif yang ditargetkan pada industri tertentu dan tepat sasaran sesuai dengan kondisi sektoral,” kata Arsjad dalam keterangan tertulis, Selasa, 22 November 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan perihal upah minimum pun, kata dia, harus adil dan tidak memberatkan pelaku usaha serta tidak merugikan tenaga kerja. Sebab, kata Arsjad, keduanya merupakan siklus pertumbuhan ekonomi yang tidak dapat dipisahkan.
Baca juga: Rencana Gugat Aturan Upah Minimum Naik 10 Persen, Apindo: Diskusikan Dulu di Internal
Bercermin pada pertumbuhan ekonomi triwulan III 2022, Arsjad melanjutkan, secara kumulatif pertumbuhan industri tekstil dan pakaian jadi mengalami pertumbuhan hingga 11,38 persen dibandingkan industri makanan dan minuman yang hanya tumbuh 3,66 persen. Namun, perlambatan permintaan ekspor hingga 30 sampai 50 persen yang terjadi pada industri pakaian jadi juga menyebabkan sektor garmen akhir-akhir ini melakukan sejumlah pemutusan hubungankerja (PHK).
“Kinerja ekspor tercatat turun 10,99 persen pada September tahun ini menjadi US$ 24,8 miliar dibandingkan pada bulan sebelumnya. Imbasnya, sektor industri padat karya sebagai penopang penyerapan tenaga kerja di Indonesia menjadi lesu darah karena permintaan yang menurun," ujar Arsjad.
Di sisi lain, tantangan ekonomi global yang dipicu konflik geopolitik terus memicu lonjakan inflasi. Pada Oktober 2022, inflasi Indonesia telah mencapai 5,71 persen yang diperkirakan berimbas pada kenaikan harga-harga bahan pokok dan daya beli masyarakat. Dengan tantangan yang sama, Arsjad mengatakan industri dalam negeri akan merasakan dampak yang berbeda-beda.
“Dalam situasi pelemahaman ekonomi global yang bakal berlanjut pada tahun depan, kami berharap agar kebijakan kenaikan upah dibarengi dengan pemberian insentif bagi industri yang terkena dampak gejolak ekonomi global, seperti industri padat karya dan yang berorientasi pada ekspor,” kata dia.
Adapun Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023. Dalam beleid tersebut ditetapkan penyesuaian upah minimum tidak boleh melebihi 10 persen.
"Penyesuaian nilai Upah Minimum 2023 dihitung menggunakan formula yang mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu," berikut bunyi Pasal 6 ayat 3, Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 yang diunduh dari laman Jaringan Dokumen dan Informasi Hukum Kemenaker pada Sabtu, 19 November 2022.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca: Aturan Kenaikan Upah Minimum Diteken, Buruh: Pasal Maksimal 10 Persen Membingungkan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini