Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kabar sejumlah jemaah haji perempuan yang membeli banyak emas perhiasan di Arab Saudi belakangan ini ramai diperbincangkan publik dan berkembang viral di sejumlah media sosial. Tak sedikit warganet yang mempertanyakan motif para jemaah haji yang memamerkan perhiasan emas itu ketika kembali ke Tanah Air.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa sebetulnya alasan pembelian emas di luar negeri itu?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang pedagang emas Mochamad Hanafi mengungkapkan sejumlah alasan masyarakat gemar membeli logam mulia itu di Tanah Suci.Pembelian emas perhiasan di Arab Saudi pun dianggap lazim jemaah haji perempuan.
"Beberapa faktor sih menjadi alasannya. Satu, karena kadar emas. Kedua, model perhiasan emas atau motif perhiasan emas. Ketiga, karena ketidaktahuan atau ada isu tertentu," kata pemilik Toko Emas Hanafi Jaya pada Tempo, Senin, 10 Juli 2022.
Untuk faktor pertama, menurut Hanafi, diketahui dari pengakuan para pembeli emas karena menganggap kadar emas di Arab Saudi sangat tinggi, mulai dari 85 persen, 90 persen, sampai 99 persen. Padahal, kadar emas di Indonesia lebih lengkap.
"Emas yang seperti itu (kadar emas tinggi) di Indonesia ada, sampai yang 75 persen juga ada, 70 persen juga ada, 55 persen dari Medan juga ada, 42 persen umum juga ada, 37 persen ada, 30 persen pun ada," kata pedagang yang memiliki gerai di Pasar Tomang Barat, Jakarta Barat, tersebu.
Faktor kedua adalah model emas berkadar tinggi yang dijual di Arab Saudi terus berkembang dan punya banyak variasi. Sementara emas serupa di Indonesia juga ada, hanya peminatnya tidak banyak.
"Mayoritas yang model seperti itu, sama persis dengan yang ada di Arab Saudi, ada pabrikannya dari Kendari. Sama itu kadarnya," kata Hanafi.
Namun model emas seperti itu di Jabodetabek, menurut Hanafi, tidak terlalu banyak dijual. "Tidak begitu banyak yang produksi emas seperti emas Arab, baik kadarnya maupun dari modelnya," tuturnya.
Selanjutnya: Berikutnya, faktor ketiga adalah ketidaktahuan...
Berikutnya, faktor ketiga adalah ketidaktahuan atau sugesti dari para pembeli. "Mereka menganggap membeli emas di Arab itu, keren. Nanti dijual, dan akan laku," ungkap Hanafi.
Namun, menurut dia, sugesti atau harapan emas yang diproduksi di Arab itu bakal lebih cepat laku bila dijual di Indonesia hanya berlaku di masa lampau. "Itu berlaku dulu ketika harga emas naiknya cepat di mana per tahun atau per dua tahun naik. Sedangkan sekarang, sudah beberapa tahun belum ada kenaikan signifikan. Malah sempat ada penurunan harga dari 2020 ke 2021, 2022," tutur dia.
Lebih jauh, ia juga mengungkapkan harga emas di Arab Saudi lebih mahal ketimbang di Indonesia. "Harga selisih pergramnya bisa Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu dengan harga Indonesia," ujar Hanafi.
Sebelumnya diberitakan sejumlah jemaah haji perempuan asal Sulawesi Selatan membeli emas perhiasan dalam jumlah banyak di Mekkah, Arab Saudi, dan mengenakannya ketika sampai di Tanah Air.
Salah satunya adalah Dariah. Jemaah haji asal Sidrap, Sulawesi Selatan berusia 52 tahun, mengenakan baju adat Turung berwarna mencolok ketika sampai di bandara di Indonesia. Ia juga memakan perhiasan emas berupa gelang, anting dan kalung yang sebelumnya dibeli di Arab.
Sementara itu, jemaah haji pria pun tak mau kalah, mereka memakai gamis panjang (thawb) dan penutup kepala (khefiyyeh) layaknya pria Arab berpakaian.
Penampilan glamor jemaah haji asal Bugis setibanya di Tanah Air sudah menjadi tradisi turun temurun. Hal itu dilakukan bukan untuk pamer, tapi sebagai simbol memuliakan haji karena tidak semua orang khususnya dari Bugis dapat pergi ke tanah suci.
Tradisi tersebut muncul sekitar 1950-an. Pada 1970-an, orang yang sudah menunaikan ibadah haji disambut dan diarak keliling kampung dengan mengenakan pakaian yang cetar atau glamor.
AMELIA RAHIMA SARI | ANTARA