Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara membeberakan kembali data transaksi janggal di Kementerian Keuangan senilai Rp 349 triliun. Menurut dia pada dasarnya yang disampaikannya itu sama dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD saat rapat bersama Komisi III DPR RI pada Rabu lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suahasil pertama membuka data diagram mengenai data surat yang diterima Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 13 Maret lalu dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagaimana dijelaskan saat rapat bersama Komisi XI pada Senin lalu. Surat itu berisikan rekap atas 300 surat yang pernah dikirimkan ke aparat penegak hukum (APH) lain dan Kemenkeu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Oleh PPATK ada yang dikirim ke aparat penegak hukum 100 surat dan dikirimkan ke Kemenkeu yang 200 surat,” ujar Suahasil dalam Media Briefing Perkembangan Isu Kemenkeu Terkini di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, pada Jumat, 31 Maret 2023.
Sejumlah 100 surat yang dikirimkan ke aparat penegak hukum itu nilai transaksinya Rp 74 triliun. Sementara dari 200 surat yang diterima Kemenkeu berisi 65 surat yang khusus berkaitan dengan korporasi dan 135 surat yang berkaitan dengan korporasi serta pegawai Kemenkeu.
Untuk 65 surat itu nilai transaksinya Rp 253 triliun. Sedangkan 135 surat lainnya memiliki nilai transaksi Rp 22 triliun yang terbagi menjadi dua yakni Rp 18,7 triliun terkait korporasi, dan Rp 3,3 triliun terkait pegawai Kemenkeu.
Menurut Suahasil, transaksi pegawai tersebut terkaitan dengan mutasi, promosi, panitia seleksi yang ada pegawai dari Kemenkeu yang diminta dari PPATK.
“Di dalamnya ada penghasilan resmi, transaksi dengan keluarganya atau jual beli harta dan lainnya dalam periode 2009-2023,” ucap dia.
Selanjutnya: Suahasil juga data yang diungkap Mahfud MD ...
Kemudian, Suahasil juga menjelaskan data yang diungkap Mahfud MD di Komisi III. Menurut dia, ada perbedaan pengklasifikaian informasi transaksi itu.
Dalam tabel tersebut transaksinya dibagi menjadi tiga. Pertama transaksi keuangan mencurigakan pegawai Kemenkeu nilainya Rp 35.548.999.231.280. Kedua transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lain termasuk korporasi nilainya Rp 53.821.874.839.401.
Ketiga transaksi keuangan terkait kewenangan Kemenkeu seperti pajak, kepabeanan dan cukai yang nilainya Rp 260.503.313.432.306. Sehingga total keseluruhan nilainya Rp 349.847.187.502.987.
“Transaksi kategori satu itu dianggap berbeda, karena yang disampaikan di Komisi XI nilainya Rp 22.042.264.925.101. Kenapa berbeda? Karena ketika kita melihat data surat tadi, Kemenkeu itu tidak menerima surat yang dikirimkan kepada aparat penegak hukum,” tutur Suahasil.
Namun, Suahasil menjelaskan, di data Kemenkeu transaksi kategori satu itu dipecah menjadi dua kategori di mana berdasarkan surat yang benar-benar dikirimkan ke Kemenkeu nilainya menjadi Rp 22.042.264.925.101. Kemudian dari surat yang dikirimkan ke aparat penegak hukum dengan nilai transaksi Rp 13.075.060.152.748. Sehingga jika dijumlahkan menjadi 35.117.325.077. “Cara mengklasifikasi kami begitu,” ujar dia.
Dalam data Kemenkeu juga disebutkan selain kategori tersebut, ada juga surat yang dikirimkan ke aparat penegak hukum yang berkaitan dengan pegawai Kemenkeu dan pihak lain nilainya Rp 47.008.738.267.859; ada juga surat yang dikirimkan ke Kemenkeu yang berkaitan dengan korporasi nilainya Rp 252.561.897.678; dan surat dikirimkan ke aparat penegak hukum yang berkaitan dengan korporasi nilainya Rp 14.186.181.968.600.
“Kenapa angkanya secara keseluruhan mirip, karena memang kita bekerja dengan data yang sama yaitu 300 surat dan keseluruhan 300 surat itu nilai totalnya berapa? Rp 349.874.187.502.987. Sumber datanya sama yaitu rekap surat PPATK, cara menyajikannya bisa berbeda tapi kalau di konsolidasi ya ketemu sama,” tutur Suahasil.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.