Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Dalam berteman perlu jeli membaca karakter orang.
Hindari berkomentar atau membicarakan topik yang bisa menyinggung perasaan teman.
Kenali tanda-tanda teman yang baik.
Rina Garmina tak menyangka keisengannya menggoda kawan sekolah di grup WhatsApp berujung konflik. Sang kawan yang humoris itu bercerita tentang mantan pacarnya yang selingkuh. Ternyata si cowok ini mantan pacar Rina. Jadilah mereka sama-sama tahu diselingkuhi cowok yang sama. Karena orangnya humoris, Rina iseng menggoda. Tapi rupanya hal itu membuat kawannya tersebut tersinggung. Ia mengira temannya ini terbuka dan mudah bercanda. Ujungnya, keduanya meninggalkan grup itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rina, yang seorang wirausaha makanan, pernah punya pengalaman lain. Rina mencoba memberi tahu seorang teman perempuannya bahwa dia dekat dengan seorang cowok yang kurang baik. Tapi itu malah ditanggapi secara salah, dan temannya ini mengira Rina cemburu. “Saya ada salah juga. Dua hal ini mengajarkanku untuk lebih jeli membaca karakter orang dan tidak sok-sokan. Ujungnya malah aku yang kena dan jadi perselisihan, enggak sehat,” ujar Rina kepada Tempo, Sabtu, 9 Oktober 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi dia beruntung punya beberapa teman yang sangat suportif. Jika dia menghadapi masalah, mereka selalu membantu mencarikan solusi. Mereka bisa diajak bicara tanpa menyalahkan atau menghakiminya. “Senang jadinya, bisa ikut menyemangati,” ujar mantan jurnalis yang tinggal di Jakarta Selatan ini.
Lain lagi kisah Fujiana Lestari, 45 tahun. Ia punya beberapa teman yang menyebalkan di kantor. Hal ini membuat pertemanan jadi kurang sehat. “Yang baik dan suportif itu yang enggak ngedumel alias ngeluh melulu,” ujarnya. Akibatnya, menyelesaikan pekerjaan pun jadi lebih lama. Fuji memilih mengambil alih pekerjaan. “Kerjain saja sendiri. Ngomel-nya lebih lama, capek,” ujarnya.
Dia juga sering mendapati ada seorang teman yang membincangkan si A ke si B. Nah, si B membincangkan si A. Ia menduga dirinya pun mungkin dibincangkan karena iri ketika ada kesuksesan yang diraih. “Cuma saya tipenya kan kalem, fokus saja ke depan. Energi buruk dijauhi,” ujar pekerja swasta ini. Ia menyukai berteman dengan orang yang humoris, suka bercanda, dan bisa membantunya dalam hal-hal ringan.
Pertemanan yang baik dalam keseharian ataupun di kantor tak selamanya baik-baik saja. Ada kalanya kita berteman baik, akrab, tapi tanpa sengaja ternyata melukai atau melanggar batas privasinya. Ada juga yang berteman. Tapi, ketika kita mendapatkan keberhasilan, kita malah dinyinyiri atau dia merasa iri lalu menjauh. Ada pula teman yang suka membicarakan hal-hal negatif atau kekurangan kita.
Kondisi semacam ini bisa membuat hubungan pertemanan menjadi tidak sehat, bahkan bisa berpengaruh pada kesehatan mental. "Jika lingkungan cenderung menyoroti kekurangan, terutama fisik, yang memang sesuatu yang sulit diubah atau sebetulnya tidak perlu diubah, ini menjadikan individu lebih rentan masalah psikologis," kata Muthmainah Mufidah, psikolog dari Universitas Indonesia, seperti dikutip Tempo.co.
Menurut dia, lingkungan pertemanan yang baik adalah salah satu cara menjaga diri dari masalah kesehatan mental, misalnya depresi. Selain itu, penting untuk membuat batas dan jarak dari orang-orang yang justru membuat tertekan, agar kita tidak mudah terpengaruh. Kelilingi diri dengan teman dan pertemanan atau kerabat yang mendukung dan selalu mencintai apa adanya.
Lebih jauh, pertemanan dan persahabatan, menurut Situs Mayoclinic.org, bisa berdampak besar pada kesehatan secara keseluruhan dan kesejahteraan seseorang. Orang dewasa dengan dukungan sosial yang kuat memiliki penurunan risiko banyak masalah kesehatan, termasuk depresi, tekanan darah tinggi, dan indeks massa tubuh yang tidak sehat. Maka, penting untuk memahami pertemanan, mengembangkan, dan merawatnya.
Pertemanan bisa membantu seseorang memberikan dukungan saat masa sulit atau merayakan sesuatu. Pertemanan juga bisa mencegah kesepian dan memberi kesempatan, seperti meningkatkan rasa memiliki dan tujuan hidup, meningkatkan kebahagiaan, dan mengurangi stres. Selain itu, bisa meningkatkan kepercayaan dan harga diri seseorang. Pertemanan juga bisa mendorong untuk mengubah atau menghindari kebiasaan hidup tidak sehat.
Teman, menurut HelpGuide, adalah seseorang yang Anda percayai dan tempat berbagi. Seorang teman yang baik akan menunjukkan perhatian tulus. Ia mendengarkan penuh perhatian, tanpa menghakimi, setia, dan saling percaya. Mereka pun merasa nyaman berbagi tentang diri mereka dengan Anda.
Setiap orang bisa menghindari pertemanan yang tidak nyaman, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun di lingkungan kerja. Di kantor, misalnya, Times of India, yang dikutip Tempo.co, memaparkan ada sejumlah hal yang harus diperhatikan dalam relasi dengan teman kerja. Misalnya, selektif memberikan pujian fisik, serta menghindari berkomentar negatif, bertanya kapan memiliki anak, atau membicarakan hubungan pribadi. Teman bisa menyebarkan cerita itu ke teman lain dengan tambahan bumbu-bumbu.
Saskhya Aulia Prima, psikolog dan cofounder Tigagenerasi, membagikan tanda-tanda pertemanan yang baik dan aman melalui akun media sosialnya. “Jika sudah memilik seseorang, teman, atau pasangan yang melakukan ini, yuk dijaga. Kita pun bisa melakukannya,” kata Saskhya.
Empat tanda pertemanan sehat:
- Mereka menanyakan keadaan emosional kita sebelum bercerita atau curhat tentang sesuatu.
- Mereka ikut senang jika kita berhasil dan tidak merasa tersaingi.
- Ikut senang jika kita punya teman baru atau koneksi lain, tidak posesif, tidak melarang pertemanan ataupun cemburu.
- Peduli dan menghormati batasan yang kamu miliki, bukan seenaknya melanggar atas dasar pertemanan.
- Bisa mengutarakan apa yang mereka mau dan rasakan, tanpa berharap kamu bisa membaca pikiran mereka.
DIAN YULIASTUTI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo