Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Ayo Ubah Gaya Hidup untuk Kurangi Polusi Udara

Penyebab utama polusi udara perkotaan akibat pengguna kendaraan bermotor konvensional berbahan bakar minyak. Waktunya beralih moda transportasi.

14 Agustus 2023 | 11.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga melihat pemandangan Kota Jakarta yang diselimuti polusi udara pada Selasa, 25 Juli 2023. Berdasarkan data IQAir pukul 16.29 WIB, Jakarta tercatat menjadi kota dengan kualitas udara dan polusi terburuk di dunia dengan nilai indeks 168 atau masuk kategori tidak sehat. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajak masyarakat mengubah gaya hidup rendah emisi untuk meningkatkan kualitas udara di wilayah perkotaan. Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, Sigit Reliantoro, mengatakan penyebab utama polusi udara perkotaan akibat pengguna kendaraan bermotor konvensional berbahan bakar minyak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Mengubah gaya hidup penting di daerah perkotaan," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sigit menjelaskan negara-negara maju punya gaya hidup yang menempatkan jalan kaki pada hirarki tertinggi, lalu bersepeda, naik transportasi umum, dan menggunakan kendaraan listrik. Menurutnya, gaya hidup negara maju dalam berpindah itu tidak hanya baik untuk kualitas udara tetapi juga untuk kesehatan tubuh.

"Hal yang paling penting dalam konsep transportasi adalah bagaimana memperbanyak perpindahan orang, bukan memperbanyak perpindahan kendaraan, sehingga efisiensi kendaraan itu sangat penting," tegasnya.

Pada 2020, Bloomberg Philanthopics dan Vital Strategies menerbitkan laporan inventarisasi emisi pencemaran udara di Jakarta. Komposisi penggunaan bahan bakar berdasarkan jenis adalah minyak 49 persen, gas 51 persen, dan batu bara 0,42 persen. Sedangkan, komposisi penggunaan bahan bakar berdasarkan sektor paling banyak dipakai oleh transportasi dengan angka mencapai 44 persen, industri energi 31 persen, perumahan 14 persen, manufaktur 10 persen, dan komersial 1 persen.

"Dari data itu terlihat transportasi menjadi unsur penting. Hal ini menginformasi teori penyebab street canyon sebagian besar akibat aktivitas transportasi," jelas Sigit.

Polusi terperangkap
Fenomena street canyon di wilayah perkotaan membuat polusi udara terperangkap di permukaan karena angin terhalang gedung-gedung tinggi. Hal itulah yang menyebabkan hasil pengukuran kualitas udara perkotaan selalu menunjukkan angka kurang baik bagi kesehatan manusia.

Bila alat sensor pengukur indeks kualitas udara dipasang pada dinding gedung maka alat itu tidak menggambarkan kondisi udara ambien tetapi justru menggambarkan kondisi udara lokasi itu saja. Ia mengatakan bila kendaraan hanya dipakai dua orang, maka emisi kendaraan yang dihasilkan jauh lebih tinggi dibanding kendaraan umum yang dipakai bersama. Ia mencontohkan Jepang disebut negara maju paling efisien karena sebagian besar penduduknya jalan kaki, naik sepeda, dan naik kereta.

"Sekarang Jakarta sudah mulai membangun berbagai fasilitas publik, seperti pedestrian, jalur sepeda, transportasi diperbaiki, bahkan Jaklingko masuk sampai ke dalam (gang). Kita semua harus menggunakan fasilitas-fasilitas itu untuk menjadi budaya negara maju," tandasnya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus