Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Bagaimana menghukum malapraktek

Di as sudah ada hukum kedokteran yang menangani kasus malapraktek. contohnya, a.l.: liability act dan medico legal considerations. di inggris pun ada hukumnya. juga di muangthai dan malaysia. (ksh)

25 Oktober 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

USAHA menyeret dokter ke pengadilan, yang kini sedang ramai dimasalahkan di Indonesia, untuk dunia kedokteran sendiri, bukan hal baru. Di berbagai negara, khususnya negara maju, "aturan main" sudah lama digariskan. Dokter tak bisa lagi berkelit bila melakukan kesalahan, tapi di sisi lain juga dilindungi, bila benar. Macam apa hukum kedokteran di mancanegara? Ternyata, tak ada keseragaman dalam menyusun hukum kedokteran. Pencmpatannva dalam undang-undang, baik struktur maupun isinya, berbeda-beda di berbagai negara, walau intinya sama: dokter tidak "kebal hukum". Di Amerika Serikat, tak ada hukum kedokteran federal yang berlaku untuk seluruh negeri. Setiap negara bagian memiliki ketentuan sendiri dalam mengadili dokter. Sikap di balik hukum kedokteran yang berbeda-beda itu kadang-kadang terasa berlawanan. Ada yang cenderung melindungi pelayanan medis, ada yang memperketat gerak dokter. Di AS, ada perangkat hukum kcdokteran yang disebut Liabillty Act. Ini tergolong yang ketat. Pada ketetapan ini ada ketentuan "bila seorang dokter telah bersedia menerima seorang pasien", ia sepenuhnya memikul tanggung jawab. Yang bisa mencemaskan para dokter, tanggung jawab itu berlaku pula bagi kasus gawat darurat, ketika penderita berada dalam keadaan tidak sadar, karena justru pada kasus semacam ini seringkali muncul gugatan. Dilemanya, bila dokter menolak menolong, ia melanggar kode etik kalau turun tangan, berarti memikul tanggung jawab yang penuh risiko. Namun, di AS ada juga hukum yang disebut Good Samaritan Law. Dalam pasal tanggung jawab, hukum ini punya penggarisan yang berbeda dengan Liability Act. Dalam keadaan gawat darurat, hukum ini menggariskan, tanggung jawab dokter tak bisa dipaksakan. Artinya, dalam keadaan ini, seorang dokter dibebaskan sama sekali dari kemungkinan tuntutan. Bahkan dari akibat malapraktek, yang dianggap sangat mungkin terjadi karena daruratnya keadaan. Masih di Amerika, ada pula ketetapan yang dinamakan Medieo Legal Considerations. Kumpulan ketentuan ini sangat rumit, dan masuk ke bidang teknis kedokteran. Tujuannya melindungi dokter dari malah praktek yang tak bisa dihindari oleh dokter. Jadi, bukan karena kealpaan, tapi karena ilmu kedokterannya sendiri, memang, belum bisa menjamin keberhasilan suatu praktek. Kerumitan Medico Legal Considerations ini terletak pada perincian ketetapan itu ke berbagai bidang spesialisasi kedokteran. Perincian ini, dengan sendirinya, sangat teknis. Contoh yang paling terkenal pada Medieo Legal Considerations ini adalah perinciannya di bidang anestesiologi -- ilmu pembiusan untuk pembedahan. Anestesiologi, hingga kini, memang, ilmu yang belum utuh bahkan pada bagiannya yang paling dasar. Hingga kini belum diketahui dengan pasti bagaimana medla anestesi mempengaruhi kerja saraf, dan membuat penderita kehilangan kesadarannya. Maka, pada garis besarnya, ilmu ini penuh dengan kemungkinan malapraktek. Dan bila kesalahan berhubungan dengan anestesiologi, seorang dokter bebas dari tuntutan hukum. Namun, Medico Legal Considerations juga punya klausul yang mengharuskan dokter berhati-hati, khususnya dalam memutuskan untuk melakukan pembedahan. Dalam pasal pembedahan ditetapkan, bila seorang dokter akan melakukan operasi elektif (tidak mendesak), ia harus mendapat rekomendasi dari sekurang-kurangnya seorang dokter lain. Maka, bila seorang ahli bedah berani memutuskan sendiri sebuah operasi elektif, walaupun berhasil, dianggap sudah melanggar hukum. Sekalipun pasiennya tidak menuntut, dokter itu tetap akan diseret ke pengadilan. Inggris, dalam menyusun hukum kedokteran, berusaha menghindari kerumitan pasal-pasal seperti pada Medico Legal Considerations. Di negara itu, keputusan apakah seorang doktel bersalah atau tidak dalam suatu kasus malapraktek dipercayakan pada sekumpulan dokter yang dinilai memiliki integtitas tinggi. Para dokter ini dianggap mampu meneliti berbagai segi teknis, kemudian mengambil keputusan. Kumpulan dokter itu bernaung di bawah sebuah badan yang diberi nama General Medical Consult. Badan ini -- sedikit janggal -- dibentuk dan bertanggung jawab kepada parlemen. Kendati keputusan General Medical Consult mempunyai kekuatan hukum, badan ini bukan satu-satunya lembaga yang berhak mengadili dokter. Tuntutan masyarakat bisa juga diajukan ke pengadilan biasa. Namun, pada kenyataannya, General Medical Consult jauh lebih berwibawa. Bahkan polisi biasanya langsung membawa kasus malapraktek ke badan ini. Interitas para dokter di lingkungan General Medical Consult tak perlu diragukan. Ada sebuah contoh kasus seorang dokter yang menjalankan abortus dibebaskan pengadilan karena dalam sidan pemeriksaan, komplikasi akibat abortus tidak terbukti karena malapraktek. Namun, General Medical Consult, yang mengikuti kasus itu, memanggil dokter yang bersangkutan dan memutuskan untuk kembali mengadakan sidang pemeriksaan. Kasus malapraktek memang tak terbukti, tapi dokter yang diperiksa tetap dikenai hukuman. Pasal yang dianggap dilanggar, ruang praktek dokter yang melakukan abortus itu ternyata tidak lengkap hingga tidak memenuhi persyaratan untuk melakukan abortus. Karena itu, General Medical Consult berpendapat, dokter itu tidak berhak melakukan pengguguran. Negara berkembang yang mempunyai hukum kedokteran yang agak teratur, di antaranya, negara tetangga kita Muangthai dan Malaysia. Muangthai mengikuti pola Inggris. Di sana terdapat pula Lembaga Konsultasi Masalah Medis seperti General Medical Consult yang dibentuk berdasar ketentuan undang-undang. Keputusannya mempunyai kekuatan hukum. Malaysia mengandalkan pengadilan biasa untuk masalah-masalah malapraktek. Namun, sebagai pegangan para hakim, di negara tetangga itu sudah disusun Liability Act seperti di Amerika Serikat. Melihat cukup banyaknya contoh, bahkan di negara-negara tetangga, tidak sulit bagi Indonesia untuk menyusun hukum kedokteran. Pada pola hukum kita ketentuannya, sebenarnya, ada pada Undang-Undang Kesehatan, tapi isinya jauh dari hakikat hukum kedokeran seperti di macanegara. Dengan kata lain, kita belum memiliki hukum kedokteran, maka masalah malapraktek, sementara ini, masih tetap akan membingungkan. JIS, Laporan Indrayati (Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus