Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penasihat senior Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Kawasan Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama mengatakan batik asal Indonesia dipamerkan di kantor WHO pusat, Jenewa, Swiss. Batik kali ini memiliki motif yang tidak biasa. “Batik ini memiliki motif virus influenza,” katanya kepada Tempo Ahad 15 Oktober 2017.
Menurut Tjandra Yoga, batik asal Banyumas ini dibuat untuk WHO secara khusus. Batik ini sengaja dibuat dalam rangka peringatan 67 tahun Global Influenza Surveilans & Response (GISRS). Indonesia mempelopori Pandemic Influenza Preparedness (PIP) dengan diskusi yang panjang selama empat tahun sejak 2007. Diskusi itu akhirnya mengubah konsep GISRS-WHO.
Kerangka PIP yang merupakan suatu kerangka kerjasama multilateral dalam kesiapan menghadapi pandemic influenza, yang mengedepankan akses terhadap virus dan benefit sharing yang setara, adil, transparan, dan mengedepankan prinsip equal footing. Delegasi Indonesia menekankan perlunya masyarakat internasional untuk selalu mengedepankan kepentingan kesehatan masyarakat global dan melaksanakan Kerangka PIP tersebut sesegera mungkin. Baca: Nglelet, Tradisi Menikmati Kopi dan Rokok Sekaligus
Tjandra mengatakan pembuatan batik motif khusus ini adalah hasil kerjasama WHO Pusat dan WHO di Indonesia. Menurut Tjandra, banyak orang yang tertarik dengan batik motif ini di Jenewa. “Banyak peminatnya,” katanya.
Tjandra, yang baru kembali dari Jenewa setelah mengikuti rapat Obat Esensial WHO selama sepekan baru, tiba di kantor WHO Kawasan Asia Tenggara di New Delhi India Ahad pagi. “Batik di WHO ini akan saya upayakan masuk dalam publikasi WHO South East Asia Regional Office (SEARO) tempat saya bekerja sekarang,” katanya. Baca: Ajak Pacar Pakai Batik? Intip Trik Kezia Warouw
Menurut Tjandra sepanjang ia ketahui, baru pertama kali keindahan dan kreativitas batik secara resmi dibuat khusus untuk WHO sebagai bagian dari PBB yang mengurusi bidang kesehatan. Batik yang biasanya menjadi cara untuk berdiplomasi secara budaya, kali ini juga digunakan untuk diplomasi kesehatan dengan logo WHO. “Mungkin teman-teman lain juga sudah pernah menjadikan batik sebagai alat komunikasi di Badan PBB masing-masing sesuai bidang tugas dan keahliannya. Dengan adanya motif khusus virus influenza itu, batik kini menjadi ‘Duta Kesehatan Internasional’,” katanya.
Ia menambahkan, saat menjadi Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tjandra juga pernah membuat batik motif nyamuk serta ada juga motif cacing. Saat ini ia katakan, ada pula batik motif Basil Tahan Asam (BTA), kuman penyebab Tuberkulosis. “Semoga batik (dan kekayaan budaya Indonesia) akan semakin mendunia, dan semoga derajat kesehatan masyarakat Indonesia juga terus meningkat,” kata Tjandra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini