Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Darah Langka dari India

Pemilik golongan darah langka sulit dideteksi. Masalah datang manakala pemiliknya hamil anak kedua atau membutuhkan transfusi darah.

17 Februari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah memiliki anak pertama tujuh tahun lalu, Rini Yuniastuti, 32 tahun, ingin memiliki anak lagi. Tapi usahanya selalu gagal. Dua calon anaknya meninggal ketika masih dalam kandungan. Satu bayinya hanya sempat hidup lima jam setelah dilahirkan. Tapi Rini dan suaminya tak henti berusaha. Pada pertengahan Desember tahun lalu, mereka akhirnya dikaruniai Maryam. "Maryam adalah keajaiban," kata Rini, akhir Januari lalu. Mar­yam memang lahir prematur, saat usia kandungan baru 34 pekan. Tapi bukan itu yang membuat kelahirannya bak mukjizat. Seperti ketiga kakaknya yang meninggal, Maryam sebenarnya juga menderita anemia berat ketika dilahirkan. Beruntung, dia dapat diselamatkan.

Anemia (kekurangan sel darah merah) yang terjadi pada keempat anak dan calon anak Rini ini merupakan kasus unik. Itu semua terjadi bukan karena kekurangan suplai makanan. Penyebabnya adalah, saat mereka dikandung, ada pertarungan antara darah ibu dan darah janin. "Darah janin dianggap benda asing oleh darah saya. Karena itu, darah janin diserang dan hancur. Itulah kenapa janin sebelum Maryam menderita anemia," ujar Rini. Serangan itu terjadi karena Rini memiliki golongan darah yang berbeda dengan orang pada umumnya: para-Bombay.

Para-Bombay adalah varian dari golongan darah Bombay yang juga langka. Golongan darah ini pertama kali ditemukan oleh dokter Y.M. Bhende dan koleganya di India pada 1952. Orang yang memiliki golongan darah ini kerap tak menyadari karena tak ada tanda yang kasatmata atau yang dapat dirasakan. Rini, misalnya, bahkan baru mengetahui memiliki golongan darah unik ini setelah melahirkan Maryam.

Golongan darah langka memang tak mempengaruhi sistem metabolisme, fisiologis, kecerdasan, dan perilaku seseorang. Jadi, secara umum tidak berefek negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan si pemilik darah. Bahkan, jika dilihat di bawah mikroskop, bentuk sel darahnya normal. "Kalau diperiksa, bentuk sel darah merahnya sama dengan orang kebanyakan, bulat," ujar Ronald Hukom, hematolog dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta. Ini berbeda dengan sel darah merah sakit, yang berbentuk bulan sabit. Karena itu, menurut Ronald, golongan darah langka bukanlah penyakit dan tidak perlu terapi khusus.

Karena bentuk selnya yang sama, mengecek golongan darah langka seperti para-Bombay tidaklah mudah. Perlu beberapa kali pengujian dengan sampel yang banyak, sehingga biayanya pun besar. Karena itu, biasanya, seseorang mengetahui dirinya memiliki golongan darah langka ketika membutuhkan transfusi darah. Maklum, kelangkaannya—bisa sampai 1-10 ribu orang—membuat pemilik golongan darah ini tak mudah mendapatkan donor. Tapi, selama tak membutuhkan transfusi darah, mereka hidup normal.

Lalu bagaimana golongan darah langka yang sejatinya tidak berbahaya bagi mereka sendiri itu bisa menyerang darah janin? Jika diibaratkan pasukan militer, darah itu seperti kesatuan logistik yang tiba-tiba bisa menjadi kavaleri. Sehari-hari mereka bertugas mengatur suplai oksigen dan nutrisi, tapi bisa menjadi penyerang jika ada makhluk asing masuk. "Insting" menyerang itu disuplai oleh antigen.

Antigen merupakan penentu tipe golongan darah. Wujudnya berupa zat yang mengandung protein. Antigen berada di permukaan sel darah merah dan berfungsi merespons benda asing. Jika ada benda asing masuk ke tubuh, antigen inilah yang memerintahkan penyerangan. Rangsangan antigen ini membuat darah memiliki antibodi. Masalahnya, yang dianggap benda asing oleh darah itu bukan hanya virus dan bakteri, melainkan juga golongan darah yang berbeda. Pemilik antigen A, misalnya, otomatis memiliki antibodi anti-B. Artinya, kita tidak bisa memasukkan darah B karena darah golongan B dianggap benda asing. Begitu juga sebaliknya.

Namun serang-menyerang ini tidak terjadi di dalam rahim, karena semua golongan darah umum (ABO) berasal dari "keluarga besar" antigen H. Berbeda dengan darah Bombay dan para-Bombay. Bombay tidak memiliki antigen H (karenanya disebut hh) dan para-Bombay hanya memiliki sedikit antigen H (disebut Hh). Perhatikan pemakaian huruf kapital dalam kode antigen, karena itu akan menentukan siapa kawan dan siapa lawan. H menganggap h sebagai musuh yang harus dimusnahkan, demikian juga sebaliknya.

"Permusuhan" antara H dan h itu tak terlihat tatkala Rini hamil anak pertama. Si sulung bergolongan darah O dan dia tumbuh sehat hingga kini, tujuh tahun setelah lahir. Anak pertamanya ini mewarisi golongan darah ayahnya. "Anak pertama biasanya bergolongan darah normal, karena sifat lemah dari golongan darah ibu justru menghilangkan para-Bombay," kata Direktur Unit Transfusi Darah Pusat Palang Merah Indonesia Yuyun S.M. Soedarmono. Menurut Yuyun, seorang ibu bergolongan darah para-Bombay dan ayah bergolongan darah normal kemungkinan besar akan memiliki anak pertama yang lahir selamat.

Tapi justru kehamilan pertama itulah yang mengaktifkan "radar" anti-H dalam darah Rini. Saat itu tubuh Rini mendeteksi kedatangan makhluk asing, yaitu darah antigen H yang dimiliki janin. Tapi tubuhnya belum bereaksi. Antigen dalam tubuh Rini baru membentuk antibodi anti-H. Ibarat negara yang sedang berperang, radar mendeteksi ada rudal yang masuk, tapi mereka belum bisa membalasnya karena masih membuat rudal penangkisnya.

Saat kelahiran anak kedua, rudal penangkis itu sudah siap. Jadi, begitu dia mendeteksi adanya unsur H dalam darah janin, mereka langsung menyerang. H ini bisa berarti antigen H (golongan darah normal) atau H kapital dalam antigen Hh (para-Bombay). Jadi, meski janin itu memiliki darah yang sama dengan ibunya, tetap saja akan diserang. Itulah yang menjelaskan kenapa Maryam yang memiliki golongan darah para-Bombay juga terkena anemia.

Tak sampai 48 jam setelah lahir, kadar bilirubin Maryam terus naik hingga 24 miligram per desiliter. Bilirubin merupakan senyawa pigmen yang berasal dari pemecahan darah merah. Kadar normal bilirubin setelah bayi lahir maksimal 12 miligram per desiliter. Kenaikan lebih dari itu menunjukkan terjadi penghancuran darah secara masif sehingga menyebabkan tubuh Maryam menguning. Ia butuh transfusi darah segera.

Rini tak mungkin memberikan transfusi karena baru melahirkan. Sayangnya, PMI tak punya stok darah berjenis langka ini. Mereka mencari bantuan sampai ke luar negeri. "Sebenarnya dokter dari bank darah Belanda sempat menelepon untuk mengabarkan ketersediaan darah dari golongan ini," kata Rini. Tapi, karena birokrasi yang berbelit dan kebutuhan yang mendesak, akhirnya pilihan jatuh ke jalur darah terdekat, yaitu keluarga. Dicobalah darah paman ­Maryam atau adik kandung Rini yang memiliki darah A positif. Ini sebenarnya pertaruhan besar, karena jenis darah adik Rini bukan para-Bombay. "Alhamdulillah, darah ­Maryam bisa menerima itu," ujarnya.

Meski berbeda, menurut Wakil Direktur Pelayanan Unit Transfusi Darah Pusat Palang Merah Indonesia Ria Syafitri Evi Gantini, mendonorkan darah dari keluarga ke bayi dengan darah para-Bombay memang memungkinkan. "Karena pamannya tidak memiliki antibodi anti-H," katanya.

Sistem penggolongan darah saat ini memang sudah berkembang, bukan hanya sistem ABO seperti yang diajarkan ketika duduk di bangku sekolah. Hingga 2012, ada 33 sistem penggolongan dengan 200 varian golongan darah. Pembeda itu semuanya ada pada antigen. Nama jenis darah ini bermacam-macam dan biasanya berasal dari nama pasien yang terdeteksi pertama kali atau daerah penemuan awal, misalnya Duffy dan Bombay.

Golongan darah masuk kategori langka ketika hanya satu dari 100 orang yang memilikinya. "Sangat langka kalau satu banding 10 ribu," kata Yuyun. Sayangnya, di sini belum ada data lengkap tentang pemilik darah langka tersebut. Untuk darah Bombay, Indonesia mengambil kisaran terdekat dari hasil penelitian negara tetangga, yaitu Taiwan (1 banding 8.000) dan India (1 banding 10.000). "Bisa dibilang sangat langka," ujar perempuan yang berprofesi sebagai dokter ini.

Dianing Sari


Bagaimana Golongan Darah Para-Bombay Menyerang Darah Janin

Sehari-hari darah bertugas mengatur suplai oksigen dan nutrisi, tapi bisa menjadi penyerang jika ada makhluk asing masuk. "Insting" menyerang itu disuplai oleh antigen. Masalahnya, yang dianggap benda asing oleh darah itu bukan hanya virus dan bakteri, melainkan juga golongan darah yang berbeda.

Darah Para-Bombay
Berbeda dengan golongan darah umum (ABO) yang berasal dari "keluarga besar" antigen H, darah Bombay tidak memiliki antigen H (disebut hh) dan para-Bombay hanya memiliki sedikit antigen H (disebut Hh). H menganggap h sebagai musuh yang harus dimusnahkan, demikian juga sebaliknya.

Pembentukan Antibodi Anti-H
Seorang ibu bergolongan darah para-Bombay dan ayah bergolongan darah normal kemungkinan besar akan memiliki anak pertama yang lahir selamat. Tapi justru kehamilan pertama itulah yang mengaktifkan "radar" anti-H dalam darah ibu.

Menyerang Darah Janin
Saat kelahiran anak kedua, rudal penangkis itu sudah siap. Jadi, begitu dia mendeteksi unsur H dalam darah janin, mereka langsung menyerang. H ini bisa berarti antigen H (golongan darah normal) atau H kapital dalam antigen Hh (para-Bombay). Jadi, meski janin itu memiliki darah yang sama dengan ibunya, tetap saja akan diserang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus