PARA dokter di Rumah Sakit dr. Soetomo, Surabaya, pekan ini berpikir keras. Dua bocah lelaki asal Merak Urak, Tuban, Jawa Timur, datang dengan kelainan tak lazim. Menurut orang-tuanya, anak-anak ini mengeluh tak tahan panas dan sulit berkeringat. Kedua anak malang itu, Suwarno, 7 tahun, dan saudara sepupunya, Kacung, 4 tahun. Dalam perjalanan dari Tuban ke Surabaya, Kamis pekan lalu, mereka terpaksa disiram air berulang kali. "Saya terus-menerus mengguyur air, sampai capek," ujar Mustam, 80 tahun, ayah Suwarno. Pegung 63 tahun, malah lebih taktik melindungi anaknya, Kacung. Saya tempelkan saja topi bocah yang sudah dibasahi ke kepalanya sampai kering berulang kali." Ada lagi berbagai kelainan pada kedua bocah Tuban itu Batok kepalanya kurang keras mengkilap, dan rambut yang tumbuh sangat jarang. Kalau pun tumbuh, rambut itu tipis dan berwarna kemerahan. Giginya juga tak tumbuh sempurna. Suwarno, misalnya hanya bergigi taring dua, dan satu geraham atas. Ini masih lebih baik ketimbang Kacung, yang tetap ompong. Kondis giginya yang demikian membuat raut wajah Kacung lebih tua dari anak seusianya. Hidungnya agak "mengkeret". Bicaranya tidak fasih. Kedua daun telinganya juga kurang sempurna. Selama menjalani pemeriksaan di bangsal C rumah sakit tersebut, Suwarno bahkan sempat congekan. Ia mengalami otetis ia alias telinga tengahnya meradang. Dari telinga kirinya keluar lendir. Baunya tak sedap, tapi dapat diatasi dokter. Pihak RS dr. Soetomo lalu membentuk tim medik endokrinopati untuk meneliti kedua bocah itu. Tim yang terdiri 32 dokter ahli itu berusaha mengungkap misteri. Kasusnya memang langka. "Baru sekali ini kami menerima pasien dengan keluhan begini. Kasusnya jarang terjadi," kata Prof. Dr. Askandar Tjokroprawiro, ketua tim medik itu. Hingga Senin pekan ini, tim tersebut terus mendeteksi keanehan kedua bocah itu. Mereka melakukan pemeriksaan menyeluruh, primary germ layers of embryo dari sisi ektoderm (kulit luar), kulit, gigi, telinga, mata, selaput luar kulit, serta anus kedua bocah. Data pasien menunjukkan, Suwarno lahir dari rahim Kasri, 38 tahun, yang menikah dengan Mustam, 80 tahun. Ketika dikawini Mustam, usia Kasri masih terlalu muda, 16 tahun. Sedangkan Mustam sudah empat kali menikah. Tapi, menurut Kasri, tidak ada yang aneh saat dia lahir. Kedua kakak dan seorang adiknya lahir normal. Hanya, kata Mustam, anak lelakinya yang aneh ini sejak bayi terus-menerus panas dan jarang mau menyusu. Perilaku Suwarno memang banyak yang aneh. "Ia sering mengeluh kepanasan," kata ayahnya. Makanya, ia kerap bermain di kubangan air. Kalau badannya kering. Ia mencebur lagi. Dan karena giginya minim, praktis Suwarno lebih senang makan jagung daripada nasi. Kadang-kadang bocah ini juga merokok. Tingkah laku Kacung tidak jauh dari sepupunya. Ia kerap pula mengeluh tak tahan panas, padahal lahirnya normal. "Bahkan lebih cepat dari datangnya bidan," kata Kari, ibunya. Kari adalah adik Kasri, ibu Suwarno. Yang menolong, Kacung tinggal di desa tetangga yang lebih sejuk. Kacung anak keempat yang dilahirkan Nyonya Kari, 34 tahun. Ia satu-satunya anak yang selamat. Ketiga kakaknya semua meninggal di saat masih bayi. "Sakitnya juga panas terus, sampai tidak tertolong," tutur Kari. Kendati demikian, Suwarno dan Kacung sama-sama belum pernah sakit serius kecuali suhu badan yang aneh itu. Suhu badan mereka rata-rata 37 dan 38 derajat. Suhu tubuh normal sekitar 36 derajat. "Kacung sehat-sehat saja, kecuali hanya makannya mesti yang lembut, karena giginya sampai kini ompong," kata Kari, yang menikah dengan Pegung ketika ia masih belasan tahun seperti kakaknya. Yang menarik perhatian adalah paman Kacung dan Suwarno, yaitu almarhum Tulus alias Wajiran. Menurut Mbah Wiji, 60 tahun, nasib anak lelakinya yang keempat itu kurang lebih sama dengan Suwarno dan Kacung, cucu-cucunya. "Ketika berumur 2 tahun, Tulus tidak bisa berbuat apa-apa. Juga tak bisa berkeringat," kata Wiji. Dan akhirnya Tulus meninggal pada usia 2 tahun. Kejanggalan kedua bocah tersebut mulanya ditangkap oleh Zainul Arifin, dokter ahli anak yang bertugas di RS dr. R. Koesma, Tuban. Saat itu Kacung menderita panas cukup tinggi. "Saya kira dia ketularan saya, kena tifus," ujar Kari. Maka, ia pun bergegas memboyong anaknya itu ke Puskesmas Merak Urak, Tuban. Dokter Zainul Arifin, yang menangani kedua pasien ini, sempat kaget. Setelah memeriksa, Zainul berkesimpulan bahwa kedua bocah ini mengalami gejala pertumbuhan yang abnormal. Ini terjadi sejak embrio. Dan begitu lahir, temperatur sang bocah terus-menerus di atas normal. Menurut Zainul, tubuh Suwarno dan Kacung tidak memiliki regulator yang mengatur suhu tubuh. "Makanya, badannya panas terus." Kasus ini dialami oleh Miftahudin, 7 tahun, pasien Zainul yang lain. Keluhannya juga panas terus-menerus, walaupun tidak didapati sakit yang serius. Ditambah lagi keadaan permukaan kulit anak itu kurang baik. Menemukan kasus aneh berulang kali, lalu Zainul tertarik untuk meneliti. Ia memutuskan memeriksa Suwarno dan Kacung lebih intensif. Foto thorax di bagian dada menunjukkan jantung dan paru-paru kedua bocah itu normal. Cuma, pada pemotretan tengkorak terdapat kejanggalan. Khususnya pada Kacung. "Bahan pembentuk giginya tak ada, sehingga sulit baginya punya gigi," kata Zainul. Menghadapi kelainan yang aneh itu Zainul tak mau ambil risiko. Ia lalu mengkonsulnya ke RS dr. Soetomo. Apalagi terbatasnya perlengkapan laboratoris RS dr. Koesma. Dalam surat konsul, Zainul mencantumkan diagnosa sementara: congenital ectodermal dysplasia, yakni kelainan bawaan akibat gangguan pertumbuhan jaringan ektodermal. Ini suatu kelainan ektoderm (lapisan kulit luar) yang terjadi sejak lahir. Kendati demikian, sampai Senin pekan ini, tim RS dr. Soetomo belum bisa memecahkan misteri Suwarno dan Kacung. "Yang jelas, itu merupakan sindroma, atau kumpulan gejala yang muncul pada satu kelompok keluarga," ujar Dr. Kentjoro Soehadi dari seksi andrologi dan genetika dalam tim itu. Karena faktor kekerabatan itu, tim tersebut akan melakukan pemeriksaan kromosom. Dan yang menarik dari kasus ini: tidak tercatat dalam buku teks yang mendata ribuan jenis kelainan genetik dan penyakit keturunan. Wahyu Muryadi (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini