Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Bukan restoran terbang

South west airlines masuk urutan 10 maskapai penerbangan terbaik di as. penyediaan tiket paling murah. hemat dalam setiap unsur biaya. prosedur check-in sangat sederhana. pelayanan baik dan informal.

14 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI cerita tentang sehuah maskapai penerbangan yang bernama South West Airlines (SWA). Memang tidak terkenal, sekalipun baru-baru ini ia masuk dalam daftar 10 maskapai penerbangan terbaik di Amerika Serikat. Nama perusahaan ini tiba-tiba muncul, karena adanya deregulasi di sektor angkutan udara Amerika Serikat. Satu dampak yang paling nyata dari deregulasi adalah perlombaan menurunkan harga. Baku potong harga telah berlangsung dengan sangat kejam. Tak sedikit maskapai penerbangan yang bangkrut dan tak mampu bangkit lagi. Sekarang ini, South West Airlines mungkin adalah maskapai penerbangan yang bisa menyediakan tiket dengan harga paling murah untuk penerbangan domestik di Amerika Serikat. Dan maskapai ini tak perlu khawatir bisa bangkrut, karena hampir semua kursinya terisi pada seluruh rute penerbangannya. Servis di atas pesawatnya mengingatkan saya pada ucapan Pak Wiweko dulu, yang mengatakan bahwa Garuda Indonesia bukanlah restoran terbang. Maskapai ini memakai falsafah itu. Kalau mau naik South West Airlines, pastikan bahwa perut Anda sudah terisi. Kalau tidak, bawalah makanan untuk disantap di perjalanan. Pesawat South West hanya menyediakan minuman, kacang, atau biskuit. Bahkan untuk perjalanan yang empat jam jaraknya, hanya disediakan minuman dan biskuit. Perusahaan ini betul-betul hemat dalam setiap unsur biaya. Tiketnya cuma secarik kertas langsung dari cash register -- tak ubahnya seperti bon belanjaan. Itu kalau tiketnya dibeli di bandar udara. Bila dibeli di biro wisata, tiketnya sedikit lebih baik. Tetapi tetap saja hanya selembar kertas. Di meja check in, penumpang diberi boarding pass dari plastik yang diminta kembali di pintu pesawat untuk dipergunakan lagi. Penumpang duduk bebas, tidak ada preassigned seat. Siapa yang masuk lebih dulu, bisa memilih tempat yang disukai. Tak ada kelas satu, tak ada kelas bisnis. Dengan cara itu, prosedur check in sangat sederhana dan berlangsung sangat cepat. Bagian atas sandaran kursi dibuat dari kulit. Tampaknya bagus dan mahal. Padahal, dengan cara itu, South West menghemat biaya perawatan kursi, dan tak perlu menyediakan kertas tisu yang setiap saat diganti untuk melindungi bagian atas sandaran kursi dari rambut penumpang yang kotor. Memang, maskapai itu sangat hemat dalam setiap unsur biaya, tapi royal dalam tingkat layanan. Awak pesawatnya terkenal ramah. Manajemennya justru menganjurkan awak pesawat agar bersikap informal terhadap penumpang. Mereka bahkan dibekali beberapa lelucon, agar pengumuman-pengumuman yang harus mereka sampaikan di saat penerbangan tidak terdengar steril. Misalnya, ketika memberikan demonstrasi topeng zat asam. Semua penumpang tertawa ketika pramugari berkata, "Anda harus mengenakan topeng zat asam terlebih dulu, bila Anda terbang bersama anak-anak, atau bertampang kekanak-kanakan, atau bertingkah laku seperti kanak-kanak." Ketika terbang di atas Negara Bagian Texas, penerbang South West tiba-tiba mengumumkan bahwa ia akan menghadiahkan sebuah cangkir kopi, kepada penumpang yang tahu nama sungai yang ketika itu sedang dilintasi oleh pesawat South West. Ia memang akhirnya kehilangan cangkir itu, karena ada penumpang yang berhasil menebak dengan tepat: Rio Grande. Pada suatu ketika saya terkejut karena pramugarinya memakai celana pendek di dalam pesawat. Sepatunya Reebok. Dia menjelaskan kepada saya, pada Sabtu dan Minggu pramugari dan pramugara boleh mengenakan pakaian santai yang juga disediakan perusahaan. Suatu cara yang betul-betul kreatif, untuk membuat penumpang betah di pesawat. Saya pernah terbang dengan sekelompok awak pesawat South West yang luar biasa manisnya kepada penumpang. Mereka adalah Ike (pria), Patricia, dan Georgene. Ike ganteng sekali, sehingga penumpang-penumpang wanita menjadi ekstragenit. Tetapi Ike mambagi perhatiannya dengan adil kepada setiap penumpang. Patricia dan Georgene juga cukup menawan. Tak heran bila pada akhir penerbangan, banyak penumpang yang menciumi mereka. "Kenapa, sih, kalian tidak terus ke Los Angeles?" kata beberapa penumpang, kalau mereka bertiga turun di Phoenix. South West telah menunjukkan bahwa murah tidak identik dengan murahan. Murah tidak identik dengan buruk. Penumpang sadar bahwa mereka tak boleh mengharap makan bistik di pesawat, karena tiket yang sangat murah. Tapi para awak pesawatnya telah betul-betul merupakan aset penting bagi sukses bisnis South West. Dan itu tentu bukan karena kebetulan. Untuk mempunyai awak pesawat sekaliber itu, banyak sekali hal yang harus dicapai. Bondan Winarno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus