Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Jakmania Ferry Indrasjarief sudah dua tahun ini membuat social movement (gerakan sosial) membuat gerakan tribun tanpa asap. Asap ini meliputi dua baik asap rokok maupun dari kebul petasan. Hal ini dilakukannya lantaran ia merasa kurang nyaman setiap kali saat mendukung tim kesayangannya bertanding, ia selalu terganggu dengan asap mengebul dari para ahli hisap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya gak merokok dan saya sendiri gak bisa berada di ruangan penuh asap. Sebagai ketua Jakmania, saya ingin pertandingan tim kesayangan bisa ditonton anak-anak, tapi kan kasihan tribun penuh dengan asap,” katanya dalam sebuah diskusi memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Jakarta, Selasa, 28 Mei 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, seringnya Persija bertanding tanpa penonton lantaran kerap mendapatkan hukuman memaksa Ferry bergerak cepat dengan membuat regulasi yang melarang para Jakmania merokok saat pertandingan. “Jakmania itu kalau dibilang bahwa regulasi itu untuk kebaikan tim kesayangannya pasti menurut,” ujar Ferry.
Gerakan sosial yang diinisiasi Ferry untuk penerapan Kawasan Tanpa Rokok ini kian ia gencarkan setelah sebuah peristiwa yang nyaris menjadi tragedi. Kapten Persija, Andritany Ardhiyasa tiba-tiba ambruk saat pertandingan melawan Bali United di Stadion Kapten I Wayan Dipta, pada 2 Desember 2018.
“Stadion penuh asap rokok dan flare. Asap ini membuat saya tidak kuat apalagi saat itu saya lagi flu,” ucapnya. Andritany pun mendukung gerakan sosial Jakmania ini. “Kalau bisa, semua stadion itu harus bebas dari asap rokok dan petasan.”
Gerakan sosial Tribun Tanpa Asap yang digagas Ferry ini hanya satu dari sekian gagasan kreatif para perindu sehat. Di Kota Bogor, inisiasi untuk menciptakan lingkungan sehat ini juga sudah lama dipraktikkan oleh pemimpinnya.
Wali Kota Bogor Bima Arya selalu tampil bak Hamzah, paman Nabi Muhammad yang berjuluk Singa Padang Pasir. Ia akan garang jika ada anak-anak sekolah dilihatnya sedang merokok. Bima Arya benar-benar garang dalam mewujudkan lingkungan yang sehat.
Banyak inisiatif yang dia lakukan dengan melibatkan anak muda untuk bergerak dan berolahraga. Seperti saat menggelar acara sepeda ceria pada awal Desember tahun lalu. “Ini bagian dari Kota Bogor sebagai kota olahraga yang memimpikan badan sehat dan geerasi sehat tanpa asap rokok,” kata Bima Arya.
Soal menciptakan generasi yang sehat tanpa asap rokok, Bima tak main-main. Berbagai kebijakan di Bogor benar-benar diterapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok.
Bima Arya menolak iklan rokok. Ia bahkan berani melawan raksasa industri rokok yang bersedia mensponsori event badminton nasional pada 2015. “Mereka marah-marah tapi saya sampaikan komitmen kami untuk menolak iklan rokok,” ucapnya.
Menurut Bima, syarat perubahan sosial itu harus didukung tiga hal, yakni aktor, kultur (siapapun wali kotanya), struktur (perda). “Sejak 2009 saya diwarisi pendahulu. Sebelum saya gak merokok. Pimpinan DPR gak merokok, LSM galak-galak,” katanya.
Ia menjelaskan, tak ada hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dengan iklan rokok. Karenanya, ia yakin saat mengeluarkan Perda Larangan Iklan Rokok pada 2015. “Hilang Rp 100 miliar tapi yang lain datang.”
Bima mengatakan, banyak cara untuk menolak iklan rokok. Ia memberikan contoh saat menjadi cameo dalam film Galih dan Ratna. “Begitu diputar filmnya, iklannya rokok, langsung saya minta diturunkan iklan film itu di jalanan di Kota Bogor,” tuturnya.
Dengan ketegasan yang diperlihatkannya, kata Bima, KTR menjadi tiga huruf yang sangat diakrabi warga Kota Bogor. “Saya selalu menyiksa para perokok,” ujarnya.
Ia pun berani menerapkan tindak pidana ringan di wilayahnya jika ada yang berani melanggar aturan Kawasan Tanpa Rokok. “Kami punya mobil utk proses tipiring. Tingkat kepatuhannya mencapai 96 persen,” kata dia. “Prinsipnya harus total football, harus holistik.”
Kuncinya, kata Bima Arya, agar regulasi itu benar-benar ditaati secara menyeluruh, berakar pada komitmen dari pimpinan. “Kenapa di Bogor awareness tinggi karena tidak ada pembiaran. Kalo wali kota kepala dinas masih merokok ya gak bisa, sebagai pimpinan ia harus memberikan contoh.”
Bima Arya mengakui, saat muda ia adalah perokok gaul atau bahasa kerennya social smoker. Hingga suatu ketika ayah ibunya meninggal karena kanker. “Ayah menderita kanker getah bening, ibu kanker payudara, yang menurun dari orang tuanya yang juga kanker. Artinya buat saya, ini adalah sebuah ikhtiar untuk hidup panjang,” ujar Bima Arya.
Menurut Bima Arya, warganya miskin karena rokok. “Kalau saya blusukan, penyakitnya aneh-aneh. Maka kesimpulannya adalah lifestyle yang membuat mereka begitu. Ada juga ASN banyak meninggal. Maka kita mulai dengan menyehatkan birokrasi dulu.”
Bima Arya menjelaskan, mumpung ia masih menjabat, maka dia tidak main-main dalam menerapkan lingkungan sehat. “Saya gak mau lurah merokok. Saya punya hak prerogatif. Habitus itu atau kultur itu penting sekali. Tidak mungkin kita menyetop kultur secara drastis tapi kita bisa membangun generasi baru, anak-anak SD, SMP, SMA yang sehat,” kata dia.
Tak hanya di Kota Bogor, pemerintah Kota Ambon pun bergerak cepat mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok yang bisa berjalan efektif. Mereka memanfaatkan sumber daya dan tradisi yang dimiliki. Misalnya, untuk mengkampanyekan KTR ini, mereka menggunakan sampan untuk menyampaikan pesan sehat ini kepada masyarakat.
Gerak bersama ini patut didukung oleh semua pihak. Tujuannya, saat Indonesia berada di puncak bonus demografi pada 2030, muncul anak-anak generasi emas yang sehat dan benar-benar membawa Indonesia sebagai macan Asia. Selamat Hari Tanpa Tembakau Sedunia.