HALO, siapa yang punya masalah dengan AIDS? Pencetlah nomor telepon 021-3903838. Tapi sejak diresmikan pemakaiannya Selasa pekan lalu, sambungan telepon itu penuh terus. Jika Anda beruntung, terdengarlah suara merdu di seberang sana yang menjelaskan adanya tiga info tentang AIDS yang bisa diperoleh. Pertama, informasi umum tentang AIDS. Kedua, informasi tentang penyebab dan cara penularan AIDS. Ketiga, informasi tentang cara pencegahan dan penularan AIDS. Informasi itu berkaitan dengan tombol yang harus ditekan. Segera setelah tombol tersebut ditekan, akan terdengar penjelasan tentang hal-hal yang ingin Anda ketahui selama enam menit. Begitu selesai, langsung putus, untuk memberi kesempatan kepada orang lain yang mempunyai maksud sama. Inilah pelayanan informasi tentang AIDS lewat kabel (hotline service) pertama di Indonesia. Telepon otomat dengan empat saluran ini bisa dimanfaatkan kapan saja, mulai subuh sampai tengah malam, sebab memang siap menunggu 24 jam. Informasi itu diberikan dalam tiga bahasa: Indonesia, Inggris, dan Jepang. Gagasan membuat alat semacam itu, menurut Ketua Kelompok Studi Khusus AIDS (Pokdisus AIDS) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Prof. Dr. Ary Haryanto, muncul karena ketidakpuasan terhadap hasil seminar dan penyuluhan tentang AIDS selama ini. ''Ternyata masih banyak kelompok berisiko tinggi yang awam AIDS,'' katanya. Padahal, pada tahun 2000, menurut prediksi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), AIDS, yang tidak lagi menjadi masalah di negara maju, akan menjadi problem di negara miskin dan berkembang. Dan ini karena kurangnya informasi. Apalagi membicarakan penyakit AIDS itu juga tidak gampang. ''AIDS itu masalah sensitif. Yang merasa perlu mengetahuinya biasanya malu bertatap muka dengan dokter,'' kata Dr. Zoebairi Djurban, ahli AIDS yang juga anggota Pokdisus AIDS. Alat itu sederhana, terdiri atas komputer tanpa monitor dan pesawat telepon. Komputer yang diprogram seperti operator telepon itu disumbangkan oleh PT Multipolar Corp. Sedangkan sambungan telepon didapat gratis dari PT Telkom. Suara diisi oleh penyiar radio Prambors, Asripura Atmaja dan Aryono Arifin. Meskipun sederhana, alat itu mahal, yakni Rp 75 juta. ''Tapi ini belum seberapa dibandingkan dengan biaya Rp 2 miliar yang dikeluarkan Pemerintah untuk menanggulangi AIDS,'' kata Ary. Alat ini diharapkan banyak membantu masyarakat yang takut, malu, atau segan menanyakan AIDS kepada dokter. Kelak pemanfaatan alat ini akan diperbesar, misalnya dengan menambah saluran menjadi 12 dan mendata profil penelepon. Untuk perkara pelayanan informasi AIDS, Surabaya lebih dulu melakukannya. Yayasan Hotline Surya, yang didirikan tahun 1990, tidak saja menerima telepon, tapi bahkan menyediakan kaveling di halaman surat kabar Surya. Tapi Hotline Surya kurang dimanfaatkan. Setiap bulan hanya ada 10-15 penelepon. Surat yang sampai ke meja redaksi lebih banyak, sekitar 40 pucuk sebulan, tetapi cuma delapan yang mau dimuat di koran. Padahal Hotline Surya, yang didukung 40 sarjana psikologi Universitas Airlangga dan Universitas Surabaya, bekerja secara sukarela dan siap menunggu di dua saluran telepon pukul 07.00-19.00. Rendahnya tanggapan masyarakat terhadap AIDS agaknya sudah disadari. ''Informasi AIDS harus dengan pendekatan top- down. Perlu agitasi. Kalau tidak, bisa terlambat. Padahal virus AIDS cepat menjalar,'' kata tokoh gay Dede Oetomo. Pelayanan informasi lewat telepon otomatis seperti itu masih baru di Indonesia. Departemen Kesehatan Masyarakat Hong Kong sudah mulai lebih dulu. Pelayanan telepon itu diberikan dalam dua bahasa, Inggris dan Mandarin. Tiap hari masuk 60 penelepon. Selain mencegah penyebaran penyakit maut itu, pelayanan informasi dan konsultasi melalui telepon ini juga menjaring penderita sebisanya pada tahap dini. Di New York, hotline AIDS didirikan oleh lembaga Gay Man Health Crisis. Lembaga yang sama juga ada di Kualalumpur, Malaysia. Dede mengatakan Hotline Surya yang didirikannya itu meniru model di dua tempat tadi. Menurut hasil penelitian yang dimuat dalam jurnal kedokteran, hotline semacam itu memang terbukti efektif. Sri Pudyastuti R., Indrawan (Jakarta), dan Kelik M. Nugroho (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini