Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Hamil pada usia senja

Usia subur sudah mereka lewati, tapi dua wanita inggris itu berani mengandung janin yang diperoleh melalui pencangkokan embrio. eksperimen itu ditentang, terutama karena alasan etika.

15 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAJAH Rossana Dalla Corte tampak bahagia ketika sorotan kamera TV mengarah kepadanya. Sekali dalam hidupnya, wanita Inggris berusia 63 ini menjadi pusat perhatian publik. Dia hamil tiga bulan dan hal itu sempat mengundang perdebatan. Selain sudah mulai gaek, adalah tak lazim wanita yang mengalami menopause -- berarti tubuhnya tak lagi mampu memproduksi sel telur -- malah mengambil risiko menghamilkan janin. "Keajaiban" yang menyinggahi Rossana itu ternyata hasil ketekunan kerja Dokter Severino Antinori, ahli kandungan dari Italia. Dia bersama timnya "merekayasa" kehamilan Rossana di kliniknya di Roma. Pasien Antinori lainnya, yang juga wanita menopause berusia 59 tahun, tepat hari Natal lalu melahirkan bayi kembar lewat operasi caesar di London. Wanita Inggris yang tidak mau disebut namanya itu dilaporkan sehat-sehat saja, begitu pula bayinya. Keberhasilan Dokter Antinori untuk menanamkan embrio segar kepada dua wanita baya itu tentulah harus diakui sebagai prestasi medis. Tapi sukses itu dipertanyakan, terutama kalau dikaitkan dengan etika kedokteran. Di Italia, depertemen kesehatan sudah melarang kehamilan artifisial. Pihak senat Italia bahkan menyiapkan paket peraturan untuk melarang pembuahan buatan bagi wanita pascamenopause. Kabar sukses Antinori yang segera menyebar ke Prancis telah ditantang oleh pemerintah di sana. Para pengambil keputusan negeri ini bahkan berencana membatasi beberapa teknik pembuahan yang dikhususkan untuk wanita usia subur saja. Wanita yang sudah menopause tak diizinkan untuk eksperimen itu, karena, menurut Menteri Kesehatan Prancis Philippe Douste-Blazy, jika mereka dibolehkan hamil, hal itu akan membahayakan kesehatan ibu dan anak yang dilahirkan. "Bayangkan, seorang anak berusia 18 tahun mempunyai ibu yang berusia 80 tahun," katanya. Dikhawatirkan, kalau-kalau orang tua itu cepat mati, anaknya akan tersia-sia. Bukan tidak mungkin, bila kehamilan ala Antinori diizinkan, akan banyak anak yang jadi yatim-piatu pada usia sangat muda. Tak heran bila beberapa dokter di Inggris juga ikut menentang. Namun, Antinori tak kehabisan akal. "Mengapa mereka mengecam?" katanya heran. "Saya memberi kehidupan, saya menolong kehidupan," katanya, seperti dikutip majalah Time edisi 10 Januari 1994 lalu. Suara pembelaan juga dikumandangkan oleh Ketua British Medical Association (semacam Ikatan Dokter Indonesia di sini), Dokter Sandy Macara. "Jika tidak ada uang masyarakat yang dipakai, saya kira itu menjadi urusan dokter dan pasiennya," katanya. Sukses pembuahan yang mirip pada eksperimen bayi tabung itu tampaknya akan memungkinkan pasangan negro untuk melahirkan bayi berkulit putih atau sebaliknya. Yang jelas, keberanian Dokter Antinori bisa membawa harapan baru bagi pasangan yang kehilangan anak atau yang belum mempunyai anak. Itulah yang dirasakan Rossana Dalla Corte. Setidaknya, dia berpeluang untuk melahirkan bayi -- kendati tak ada pertalian darah dengannya -- dari rahimnya sendiri. Padahal, wanita ini tiga setengah tahun lalu kehilangan anak satu-satunya -- berusia 18 tahun -- akibat kecelakaan. Semula dia ingin melakukan pencangkokan janin di Inggris, tetapi tidak ada klinik yang bersedia melakukannya. Dalla Corte lalu mendatangi klinik Dokter Antinori di Roma, Italia. Dengan biaya sekitar Rp 12 juta, Dokter Antinori kemudian memasukkan embrio hasil pembuahan sel telur dari seorang wanita Italia berusia 20 tahun, dengan sperma laki-laki berusia 45 tahun. Apakah pencangkokan embrio pada ibu menopause tidak membawa masalah? Jika sel telur yang masih segar ditransfer dari luar, menurut Dokter Soegiharto Soebijanto, tak ada masalah. Namun, ibunya pasti ada problem. Soalnya, kehamilan merupakan perubahan menyeluruh, banyak ditentukan oleh faktor hormonal dan cairan tubuh. Karena itu pula, biasanya akan sulit sekali bagi wanita menopause untuk mengatasi beban yang ditimbulkan oleh proses kehamilan. Produksi hormon estrogennya sudah terhenti, hingga payudaranya kendur dan cairan pelumas pada vagina berkurang. "Kemampuan kerja jantung dan pembuluh darah juga sudah mulai menurun," kata Soegiharto Soebijanto, ahli kandungan dan kebidanan, yang juga Ketua Pelaksana Proyek Bayi Tabung Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bicara tentang eksperimen Dokter Antinori, Soegiharto membenarkan bahwa kehamilan semacam itu memang bisa terjadi. Alasannya, karena hormon dan kebutuhan penunjang untuk seorang ibu yang menopause bisa dicukupi dari luar. Tapi Soegiharto, yang meraih doktor cum laude dalam ilmu kebidanan, juga berpendapat bahwa eksperimen itu baik secara etika maupun agama tak bisa dibenarkan. Indonesia, khususnya Proyek Bayi Tabung FK UI, menurut Soegiharto juga mampu mentransfer embrio kepada ibu lanjut usia. Tapi, rambu-rambu peraturan tidak mengizinkan, hingga tak pernah dicoba. Lagi pula, "Untuk apa seorang wanita lanjut usia hamil lagi?" katanya. Yang agaknya lebih penting ialah penerangan menyeluruh kepada wanita tua yang ingin hamil. Penerangan itu harus lengkap, hingga mereka yakin, kalau toh masih ingin punya anak, cukuplah melalui adopsi saja. Lebih aman, dan yang pasti, tidak dipermasalahkan orang.Gatot Triyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus