Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ikan buntal menjadi satu spesies laut yang punya ciri khas jika dibandingkan jenis ikan laut lainya, saat merasa terancam secara sistematis tubuhnya akan mengembang dan tampak mengembang sehingga tampal buntal.
Ikan yang termasuk keluarga Tetraodontidae ini punya kemampuan menggembungkan diri hingga tiga kali besar ukuran tubuhnya, cara seperti ini membuat predator enggan untuk menyantap ikan yang dijuluki berbagai nama seperti puffer fish, blowfish, baloonfish, globefish atau toadfish.
Diketahui ikan buntal ini dapat ditemui di berbagai jenis perairan mulai dari perairan asin hingga perairan tawar misalnya saja Samudera Pasifik maka bukan hal yang aneh jika ikan buntal memiliki adaptasi tingkah laku dan anatomi yang tinggi pada perairan karang.
Selain unik, Ikan buntal mempunyai nilai gizi yang tinggi. Salah satu negara yang tinggi tingkat konsumsi ikan buntal salah satunya Jepang, seringnya Ikan ini diolah menjadi makanan seperti sushi dan sasami. Walaupun demikian, bukan sembarangan mengolah, perlu keahlian khusus supaya ikan ini aman dikonsumsi.
Bukan tanpa alasan perlu keahlian khusus mengolah ikan buntal, sebab diketahui pada Ikan Buntal terdapat kandungan racun yang disebut tetrodotoksin (TTX). Jenis tetrodoksin merupakan neurotoksin dan belum ada penawar racunnya, maksud neurotoksin adalah racun yang menyerang sel saraf akibatnya memunculkan gejala sulit bernapas, gagal jantung dan beberapa gejala lainnya.
Tingkat kandungan tetrodotoksin yang terdapat ikan buntal seperti yang dikutip dari Jurnal Departemen Teknologi Hasil Perairan Institute Pertanian Bogor (IPB) dijelaskan bahwa dipengaruhi oleh makanannya juga dari kondisi perairannya.
Salah satu jenis ikan buntal yang memiliki racun tingkat tinggi adalah jenisi ikan buntal pisang (Tetraodon lunaris). Diketahui pada jaringan ototnya terdapat lebih dari 1000 MU/g kandungan racun, di bagian kulit terdapat 100-1000 MU/g kandungan racun sedangkan pada bagian ovari, testis, hati dan usus ikan menjadi bagian yang paling rendah tingkat toksisitasnya yakni kurang dari 10 MU/g.
Hal yang sering kali tak diacuhkan oleh masyarakat yakni konsentrasi racun yang akan berkurang seiring setiap proses pencucian, padahla kenyataanya racun jenia Tetrodotoksin adalah racun yang tidak mati meski dibekukan atau dipanaskan. Ini berarti atau justru risiko semakin tersebar mungkin saja dapat terjadi.
Akibat dari peranan tetrodotoksin yang disebut juga sebagai neorotoksin secaralangsung jika dialami aakan menunjukkan gejala keracunan secara bertahap. Gejala keracunan tahap pertama tubuh merasakan mati rasa atau kebas pada area mulut dan bibir.
Gejala Kedua keracunan tubuh akan merasakan kebas dan mati rasa pada bagian wajah, tangan dan kaki, diikuti kondisi kepala pusing sakit kepala dan tubuh serasa melayang. Karena keseimbangan tubuh mulai hilang otot mulai terasa lemas serta lumpuh dan sulit bicara.
Racunan tahap lanjut tubuh dapat merasakan sesak napas, kejang pada beberap waktu berangsur sesak napas semakin berat adanya aktivitas penurunan pada tekanan darah yang berdampak pula pada detak jantung dilain waktu terjadi risiko pingsan.
Jika pascamengonsumsi ikan buntal menemukan gejala-gejala pada tubuh mesti selalu curiga ada efektivitas dari kandungan tetrodotoksin yang mulai berkerja. Menurut berbagai sumber, racun tetrodotoksin muncul beberapa jam pascakonsumsi, lebih tepatnya diperkirakan antara tiga jam hingga 20 jam pasca makan ikan buntal.
TIKA AYU
Baca: 3 Warga Banyuwangi Tewas Makan Ikan Buntal Cek Kandungannya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini