Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Kendala Terbesar Desainer Peduli Lingkungan di Indonesia

Desainer yang peduli lingkungan akan membuat karya yang ramah lingkungan dan tidak membahayakan orang lain.

10 Juli 2019 | 16.19 WIB

ki-ka: Lenni Tedja (Direktur Jakarta Fashion Week), Kanti Panjaitan (Savana Furniture), Hendro Hadinata (Desainer interior), Ade Swargo Mulyo (Direktur Kemitraan WWF Indonesia) di Fashionlink x BLCKVNUE Fashion Habitat, di Senayan City, Jakarta Pusat, Selasa 9 Juli 2019. Tempo/Astari P Sarosa
Perbesar
ki-ka: Lenni Tedja (Direktur Jakarta Fashion Week), Kanti Panjaitan (Savana Furniture), Hendro Hadinata (Desainer interior), Ade Swargo Mulyo (Direktur Kemitraan WWF Indonesia) di Fashionlink x BLCKVNUE Fashion Habitat, di Senayan City, Jakarta Pusat, Selasa 9 Juli 2019. Tempo/Astari P Sarosa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Sustainable desainer dimaknai sebagai perancang busana yang mengedepankan kualitas produk yang diintegrasikan dengan proses pembuatan yang ramah lingkungan dan tidak membahayakan orang lain. Semakin banyak desainer di Indonesia yang berusaha untuk membuat produk berkelanjutan, terutama para desainer muda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Walaupun jumlah desainer peduli lingkungan ini kian bertambah, masih banyak kendala yang dihadapi untuk membuat produk yang sepenuhnya ramah lingkungan dan tidak membahayakan orang lain. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Direktur Jakarta Fashion Week, Lenni Tedja menjelaskan ada banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam membuat sebuah produk. Mulai dari memberikan gaji mengikuti standar, mengurangi limbah produksi, menggunakan pewarna alam, bahkan sampai menggunakan pengemasan yang ramah lingkungan. Semua itu tentunya bukan suatu hal yang mudah untuk dilakukan dan membutuhkan uang banyak. 

“Masih banyak yang tidak bisa mempertanggungjawabkan awal sampai akhir proses yang ramah lingkungan, karena itu tanggung jawab yang luar biasa. Ini baru awalnya saja, tapi paling tidak kami sudah memiliki niat untuk memulai sesuai dengan situasi dan kapasitas,” tutur Lenni. 

Desainer binaan Jakarta Fashion Week sudah lebih dari 50 persen yang mencoba untuk menjadi desainer berkelanjutan. “Ya bagaimana lagi? Semua ini harus bertahap, dan harus ada kesadaran dari diri sendiri. Tidak bisa dipaksa,” lanjut Lenni.

Dia mengakui masih banyak juga desainer yang tidak bisa membayar pekerjanya sesuai standar UMR, karena masih perusahaan kecil. Untuk membuat produk ramah lingkungan juga seringkali membutuhkan modal yang lebih besar. Karena itu, produk berkelanjutan seringkali dijual dengan harga yang lebih mahal. 

Konsumen sendiri masih banyak yang belum sadar mengenai pentingnya produk berkelanjutan. “Tapi sudah mulai sih dari generasi muda, itu mereka sangat khawatir. Dengan adanya media sosial, mereka juga bisa mendapatkan informasi dengan mudah mengenai gaya hidup berkelanjutan,” jelas Lenni.

Tentu saja Lenni berharap ke depan nanti semakin banyak desainer yang membuat produk berkelanjutan. 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus