Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Korban Ghosting Bisa Mengalamai Gangguan Kesehatan Mental

Ghosting memberikan efek signifikan bagi korban yang ditinggalkan. Apa saja dampaknya, apakah mengganggu kesehatan mental?

1 Desember 2022 | 09.09 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ghosting adalah salah satu istilah yang cukup populer dalam menjalin hubungan orang lain, baik itu relasi pertemanan, pekerjaan, maupun percintaan. Meskipun demikian, ghosting sebagian besar dikaitkan dengan hubungan percintaan ditandai dengan tindakan menghilangnya seseorang secara tiba-tiba tanpa memberi penjelasan atas tindakan yang dilakukannya.

Mengutip psychologytoday.com, menurut sebuah studi tahun 2018, sekitar 25 persen pria dan wanita melaporkan telah melakukan ghosting dalam hubungan percintaan, dan 22 persen mengaku pernah di-ghosting orang lain.

Melansir Proceedings of the National Academy of Sciences, dalam budaya kencan sekarang, ghosting merupakan fenomena yang dialami sekitar 50 persen pria dan wanita dengan jumlah hampir sama antara pria dan wanita.  Berkaca dari hal tersebut, sebagian besar orang pernah melakukan ghosting.

Baca: 4 Cara Hadapi Perlakuan Ghosting Setelah Berlapang Dada Lalu Apa

Kesehatan Mental Akibat Korban Ghosting

Bagi pelaku, ghosting dianggap sebagai sebuah kewajaran dan tidak memikirkan konsekuensi yang terjadi atas perbuatannya. Namun, tidak bagi korban yang di-ghosting sebab perilaku tersebut memberikan efek yang signifikan, bahkan bisa memengaruhi kesehatan mental, seperti: 

1. Overthinking

Melansir menshealth.com, saat seseorang ditinggal pergi tanpa alasan  jelas, pikiran pun akan dipenuhi segala pertanyaan,  seperti “Kenapa dia meninggalkanku?” "Apa saja salahku?” dan sejenisnya. Setelah mengalami ghosting, korban akan memikirkan secara berlebihan atas tindakan yang dilakukan sebelumnya sampai membuat pelaku pergi menghilang. Ghosting ialah kondisi yang sulit terutama ketika seseorang tidak tahu alasan yang menyebabkan ghosting. 

2. Menyalahkan diri

Ghosting menyebabkan harga diri korban sangat terpukul, hingga menyalahkan diri sendiri. Ketika seseorang tidak memiliki informasi tentang yang terjadi maka akan mulai menyalahkan atau mempermalukan diri sendiri atas situasi tersebut. Hal tersebut adalah upaya untuk mengendalikan rasa sakit. 

3. Rendah diri 

Ghosting adalah tindakan yang ‘ambigu’ karena tidak ada penjelasan suatu hubungan. Dilansir verywellmind.com, untuk para korban ghosting, hal itu dapat menyebabkan perasaan penolakan, rasa bersalah, kesedihan, dan rasa malu yang signifikan.

4. Obsesi

Jika seseorang menjadi korban ghosting, rasanya ingin sekali melupakan orang yang melakukan itu. Namun, justru seseorang yang mengalami ghosting rentan terobsesi. Selain itu, rasa ingin tahu  akan kegiatan yang  dilakukan oleh orang yang melakukan ghosting.

NAOMY A. NUGRAHENI 

Baca juga: Istilah Ghosting Pernah Sangat Populer Setelah Percintaan Kaesang dan Felicia Tissue Kandas

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram http://tempo.co/. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus