Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lima tahun yang lalu, bersepeda dalam waktu yang lama merupakan siksaan bagi Richie-bukan nama sebenarnya. Pria berusia 38 tahun ini kerap merasakan panas dan nyeri di bagian pantatnya setiap kali mengayuh sepeda dalam waktu lebih dari dua jam. "Enggak tahan kalau lama-lama duduk di atas sadel," kata pegawai swasta asal Jakarta ini kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Richie lalu mencoba menggunakan celana khusus bersepeda yang memiliki busa tambahan di bagian selangkangan. Tapi hal ini tak banyak membantu karena dia merasa tidak nyaman. "Terpaksa harus sering-sering berhenti kalau lagi touring."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak hanya merasa tidak nyaman, Richie juga khawatir rasa nyeri yang kerap ia rasakan berpengaruh pada kesehatannya, terutama pada organ reproduksinya. Apalagi dia tahu bahwa pernah ada penelitian yang hasilnya cukup membuat kaum pria pesepeda jeri: risiko disfungsi ereksi.
Pada 1997, K.V. Andersen, seorang ahli neurofisiologi dari Universitas Trondheim, Norwegia, menyatakan bahwa para pria yang rutin bersepeda jarak jauh rentan terkena gangguan berupa disfungsi ereksi. Kesimpulan yang diperoleh Andersen itu didapatkan setelah dia meneliti sekitar 260 orang peserta kegiatan bersepeda jarak jauh yang digelar rutin setiap tahun di Norwegia.
Para pesepeda itu bisa menempuh jarak hingga 540 kilometer setiap kali mengikuti acara tersebut. Andersen mendapatkan temuan mengejutkan: sekitar 22 persen dari pesepeda yang ia teliti mengaku merasakan keanehan pada organ reproduksinya.
"Mereka mengalami mati rasa pada penis dan terjadi selama sepekan setelah mereka mengikuti kegiatan bersepeda," Andersen menulis dalam abstrak penelitiannya. Tak hanya itu, sebagian peserta juga mengaku mengalami impotensi. Sebagian dari mereka mengalami gangguan ini selama satu bulan setelah bersepeda. "Bahkan dalam beberapa kasus ada yang mengalami impotensi hingga delapan bulan."
Andersen kemudian meneliti para pesepeda lainnya. Menurut dia, kasus semacam ini tak hanya menimpa para pesepeda profesional, tapi juga pesepeda amatir. Salah satu gejala yang biasa dialami para pesepeda adalah timbulnya rasa kebas di jemari tangan mereka yang kemudian diikuti dengan masalah disfungsi ereksi secara temporer. "Kami menyarankan agar para pesepeda memperbaiki posisi mereka saat duduk di atas sadel, mengurangi intensitas bersepeda, dan melakukan istirahat panjang di sela bersepeda jarak jauh."
Momok bagi para pesepeda kian bertambah besar ketika pada 2009, sebuah penelitian yang dilakukan Lembaga Reproduksi Manusia dan Embriologi Eropa (ESHRE) terhadap 15 atlet triatlon Spanyol menunjukkan bahwa jumlah sperma mereka berkurang akibat rutin bersepeda sejauh 300 kilometer setiap pekan. Rendahnya jumlah sperma ini mempengaruhi tingkat kesuburan mereka.
"Atlet yang paling sering berlatih bersepeda mengalami gangguan morfologi sperma paling buruk," ujar Profesor Diana Vaamonde, yang terlibat dalam penelitian itu.
Sebuah kajian terbaru yang dirilis pada awal Juli lalu oleh Lembaga Layanan Kesehatan Inggris Raya (NHS) juga menyatakan potensi yang sama. "Risiko gangguan terhadap kualitas sperma semakin tinggi pada pria yang sering memakai celana ketat saat bersepeda," ujar Isabel Traynor, yang melakukan riset tersebut. "Celana ketat akan meningkatkan suhu di daerah testis. Hal ini berpotensi mengganggu produksi dan kualitas sperma."
Meski sejumlah penelitian itu menghasilkan temuan yang cukup menakutkan, dokter spesialis olahraga Michael Triangto berpendapat bahwa para pria yang gemar bersepeda tidak perlu menghentikan aktivitasnya. "Tidak usah takut, justru manfaat bersepeda sangat banyak untuk kesehatan," ujar dokter pemilik klinik Slim + Health Sports Therapy di Jakarta Barat ini.
Michael mengatakan potensi-potensi gangguan pada organ reproduksi bisa terjadi jika aktivitas fisik bersepeda dilakukan secara berlebih. "Kalau cuma bersepeda sepekan sekali, dengan jarak tempuh yang pendek, dan durasi yang singkat, ya tak masalah." Yang jadi masalah, kata dia, jika pesepeda amatir berlaku layaknya atlet saat beraktivitas. "Atlet kan sudah terlatih sejak lama. Tubuh mereka sudah beradaptasi dengan kondisi berat."
Adapun gejala-gejala seperti kebas serta rasa panas di pangkal paha, selangkangan, dan pantat yang biasa dialami pesepeda, menurut Michael, terjadi akibat adanya tekanan pada saraf-saraf di daerah perinium (antara pantat dan penis). Tekanan ini muncul karena bentuk sadel sepeda yang terlalu tipis dan kecil. "Tapi hal itu tidak bisa dikatakan menjadi penyebab langsung disfungsi ereksi dan menurunnya kualitas sperma."
Untuk mengurangi rasa tidak nyaman itu, Michael menyarankan agar pria yang rutin bersepeda jarak jauh atau menggunakan sepeda untuk bekerja (bike to work) tak memforsir diri. "Setiap dua jam berhenti, istirahat, melakukan peregangan." Jika dipaksakan, kata Michael, dikhawatirkan terjadi iritasi akibat gesekan terus-menerus di bagian selangkangan. "Iritasi ini yang bisa menjadi sumber masalah bagi organ-organ tubuh."
Pendapat Michael didukung oleh temuan yang dirilis dalam Jurnal Urologi pada awal tahun ini. Peneliti kepala di Departemen Urologi Universitas San Francisco, Benjamin Breyer, menyebutkan bahwa kekurangan penelitian-penelitian sebelumnya adalah pada jumlah sampel. Justru setelah penelitian dilakukan terhadap responden yang lebih banyak, hasilnya berkata lain.
Benjamin dan tim meneliti sekitar 2.700 pesepeda dari sejumlah negara, seperti Inggris, Amerika Serikat, Kanada, hingga Selandia Baru. Hal ini belum ditambah 539 orang perenang dan 789 pelari. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Benjamin, risiko-risiko gangguan pada organ reproduksi pria yang rutin bersepeda justru sangat kecil.
"Beberapa kasus memang menyebutkan ada gangguan berupa rasa kebas di bagian selangkangan setelah bersepeda." Namun, Benjamin menambahkan, kondisi ini belum tentu menjadi penyebab impotensi dan penurunan jumlah sperma pria. "Risiko disfungsi ereksi justru lebih besar terjadi pada pria yang tak pernah berolahraga dan sering duduk lebih dari delapan jam dalam sehari." PRAGA UTAMA | THE GUARDIAN | BBC |DAILY MAIL | MEN'S JOURNAL | JUROLOGY
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo