Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Mengapa Obat Antibiotik Harus Dihabiskan?

Jika obat antibiotik dihentikan lebih awal, hanya bakteri yang lemah yang terbunuh.

19 Juni 2023 | 15.07 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi antibiotik (pixabay.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk melawan infeksi yang disebabkan bakteri. Obat ini juga disebut dengan antibakteri karena mengobati infeksi dengan membunuh atau mengurangi pertumbuhan bakteri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mengutip Healthline, antibiotik pertama kali digunakan pada 1936. Sebelum ada antibiotik, 30 persen dari semua kematian di Amerika Serikat disebabkan infeksi bakteri. Berkat antibiotik, infeksi yang sebelumnya fatal saat ini dapat disembuhkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada banyak kelas antibiotik, jenis antibiotik tertentu dapat mengobati bakteri tertentu. Antibiotik kini hadir dalam berbagai bentuk, seperti tablet, kapsul, cairan, krim, dan salep. Sebagian besar antibiotik ini hanya bisa dibeli dengan resep dari dokter. Beberapa antibiotik lainnya dapat dibeli tanpa resep.

Kecepatan pemulihan setelah perawatan antibiotik berbeda-beda, tergantung jenis infeksi yang diobati. Sebagian besar antibiotik harus diminum selama 7-14 hari untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Meskipun merasa lebih baik setelah beberapa hari perawatan, penting untuk menyelesaikan seluruh rejimen antibiotik agar infeksi sembuh sepenuhnya. Hal ini juga membantu mencegah resistensi antibiotik.

Dilansir dari Live Science, antibiotik dapat membunuh bakteri infeksi, tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama. Jika pengobatan antibiotik dihentikan lebih awal, hanya bakteri yang lemah yang terbunuh. Sedangkan bakteri yang lebih kuat tetap bertahan dan berkembang biak. Akibatnya, bakteri ini dapat mewariskan ketahanan terhadap antibiotik kepada keturunannya.

Dalam sebuah artikel yang terbit di jurnal Lancet pada 1999, Harold Lambert, seorang spesialis mikroba asal Inggris, menulis bahwa resistensi antibakteri jarang terjadi pada satu pasien dalam satu perawatan. 

Fenomena ini lebih sering terjadi pada seluruh populasi di mana bakteri menyebar dari satu inang ke inang lain, mengakuisisi berbagai jenis sifat genetik, dan kemungkinan menjadi resisten terhadap antibiotik tertentu sebelum memasuki tubuh manusia.

Sebagian besar ahli sepakat bahwa penggunaan antibiotik yang meluas, baik pada manusia maupun hewan yang diternakkan sebagai sumber makanan, telah meningkatkan tekanan evolusi pada bakteri sehingga mereka dapat beradaptasi dan menjadi resisten terhadap antibiotik.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus