Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Mengenal Toxic Masculinity dan Cara Mengatasinya

Toxic masculinity merupakan istilah yang menggambarkan jenis gagasan represif sempit tentang peran laki-laki. Berikut penjelasannya.

16 Agustus 2022 | 15.07 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Indonesia punya prinsip laki-laki harus bersikap lebih tegas dari perempuan. Jika laki-laki menangis maka kejantanannya diragukan, dianggap bukan laki-laki sejati. Hal itu termasuk toxic masculinity

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Urbandictionary, toxic masculinity merupakan istilah yang menggambarkan jenis gagasan represif sempit tentang peran laki-laki, yang mengartikan maskulinitas adalah sifat maskulin yang dilebih-lebihkan, seperti tidak emosional, kekerasan, juga agresif secara seksual. Lalu, hal apa saja yang harus dilakukan jika terjebak dalam toxic masculinity? Berikut caranya, dilansir dari Medicalnewstoday dan Healthline

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut penelitian yang dilakukan di Amerikat Serikat pada 2020, toxic masculinity dapat menciptakan keyakinan maskulinitas layak dan harus terlihat dengan cara tertentu, termasuk agresi, permusuhan, serta ketahanan yang berlebihan. Umumnya, toxic masculinity berdasar pada standar sosial atau budaya yang berlaku dalam suatu tempat. 

Konsep dalam toxic masculinity adalah mementingkan kejantanan dari segalanya, seperti laki-laki harus punya kekuatan lebih daripada perempuan, kejantanan seksual, juga dominasi. Contoh toxic masculinity dalam kehidupan sehari-hari adalah keyakinan laki-laki jantan harus lebih baik dari perempuan, mengangkat beban lebih banyak, serta tidak boleh menunjukkan kelemahan emosi. 

Penyebab toxic masculinity selain karena standar sosial dan budaya yang berlaku umumnya juga karena kombinasi perilaku yang dibentuk oleh usia, kelas sosial, jenis kelamin, bahkan agama. Dari sini, maskulinitas berkembang menjadi sebuah aturan yang sempit juga keras. 

Perlu perubahan besar-besaran mengenai budaya dan standar sosial untuk mengatasi toxic masculinity, termasuk stereotip gender, juga kesadaran tentang kesehatan mental. Tapi, mengatasi hal ini juga bisa dimulai dari pemikiran diri sendiri dengan cara berikut: 

Pertanyakan definisi maskulinitas yang berkembang di sekitar dan apakah jika seseorang tidak memenuhi itu dianggap bukan laki-laki. Contohnya dalam suatau wilayah berkembang definisi maskulinitas adalah ketika laki-laki dapat menahan emosi dan tidak menangis, maka tanyakan pada diri sendiri apakah jika laki-laki menangis berarti banci? 

-Mencintai diri sendiri meskipun tidak memenuhi tuntutan maskulinitas di sekitar. 

-Tidak ikut memaksa semua laki-laki agar memenuhi tuntutan maskulinitas yang berkembang di sekitar. 

-Menanamkan bahwa semua orang punya karakter masing-masing tanpa harus terperangkap dalam toxic masculinity.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus