Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Konon, ketahanan virus corona ketika berada di tempat bersuhu rendah lebih lama. Virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, Cina, itu disinyalir mampu bertahan lebih lama ketika berada di tempat bersuhu rendah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ari Fahrial Syam, kemampuan bertahan COVID-19 di suhu rendah terlihat dari tingginya penyebaran virus tersebut di kota-kota yang bersuhu dingin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pusat penyebaran COVID-19, Wuhan 13° C, Qom 19°C, Daegu 11°C, Lombardia 14°C, Hokkaido 0°C. Virus memang lebih lama bertahan di luar pada suhu dingin," demikian disampaikan Ari melalui akun Twitter-nya @DokterAri.
Sebelumnya, Peneliti bidang mikrobiologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Sugiyono Saputra, mengatakan kemampuan bertahan hidup virus, terutama yang masuk dalam keluarga corona dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara lain jumlah, suhu, hingga kelembaban. Keduanya mampu bertahan hidup lebih lama di kondisi yang lembab dan dingin.
“Memang betul, semakin rendah suhu, semakin dingin, ketahanannya semakin lama. Namun, jika suhunya semakin panas, kira-kira di atas 30 derajat celcius memang ketahannya semakin rendah. Ini bukan karakteristik dari COVID-19 tapi Coronavirus lain yang sudah diteliti sebelumnya. Saat ini masih mengacu ke sana,” katanya.