Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Pentingnya Deteksi Dini Pradiabetes pada Orang Obesitas

Pakar menekankan pentingnya deteksi dini pradiabetes pada orang-orang dengan kelebihan berat badan atau obesitas. Ini sebabnya.

5 Maret 2021 | 11.40 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ilustrasi obesitas. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pradiabetes adalah penderita dengan toleransi gula darah terganggu atau gula darah puasa terganggu atau ada gangguan di keduanya. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan menyebut jumlah penderita pradiabetes usia muda di Indonesia pada 2018 mencapai 57,1 persen dari total penderita pradiabetes. Ketua Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) wilayah Jakarta, Bogor, Bekasi, Depok, Prof. Dr. Mardi Santoso, menekankan pentingnya deteksi dini pradiabetes pada orang-orang dengan kelebihan berat badan atau obesitas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Perlunya skrining pradiabetes pada orang obesitas dan overweight. Deteksi dini penting sekali," kata Mardi di acara seminar daring bertajuk " Cerdas Baca Label Kemasan, Hindari Risiko Obesitas" di Jakarta, Kamis, 4 Maret 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Untuk mengetahui apakah terkena pradiabetes, orang tersebut perlu memeriksakan kadar gula darah. Mardi menyebut bahwa kebanyakan penderita pradiabetes adalah orang obesitas. Gejala pradiabetes bila mengalami salah satu dari gejala seperti banyak makan, banyak minum, sering kencing, berat badan menurun drastis dan lemas.

"Orang dengan pradiabetes satu saja gejalanya obesitas dan lemas, makannya banyak yang enak-enak," ujarnya.

Dia menambahkan terapi untuk penderita pradiabetes antara lain pengaturan komposisi makanan agar pasien mencapai berat badan ideal serta olah raga dengan durasi 150 menit per minggu. Bila upaya tersebut kurang efektif maka pasien harus minum obat.

Untuk menurunkan angka penyakit tidak menular akibat obesitas dan kelebihan berat badan perlu peranan Kementerian Kesehatan, tokoh masyarakat, dan perusahaan-perusahaan makanan. Mardi menyebut di negara-negara lain, pencegahan tidak hanya dilakukan pada penyakit akibat obesitas tetapi dengan upaya pencegahan obesitas dan kelebihan berat badan.

Ada sejumlah risiko akibat obesitas, antara lain pradiabetes, diabetes melitus, penyakit kardiovaskular, sindrom metabolik, gangguan lemak darah, kekentalan darah naik, trombosit menumpuk, kerusakan pembuluh darah, gangguan kesuburan, hipertensi, dan kanker.

"Risiko obesitas itu macam-macam, di antaranya penyakit kardiovaskular, ada stroke, penyempitan pembuluh darah, jantung koroner, kaki pincang, saraf mata kena retinopati, lalu kanker. Jadi, sel-sel lemak itu mudah berubah jadi keganasan. Jadi, orang gemuk itu ternyata tidak menunjukkan kemakmuran, justru berisiko terkena penyakit tidak menular," paparnya.

Dia menyebut selama rentang 2007-2018, berat badan berlebih dan obesitas pada dewasa berusia di atas 18 tahun cenderung mengalami peningkatan di Indonesia. Pada 2018, tercatat obesitas tertinggi ada di Sulawesi Utara dengan 21,8 persen.

Obesitas adalah keadaan di mana indeks massa tubuh (IMT) >23-24,9. Indikator berat badan berlebih pada dewasa yakni jika IMT 25-27. Sementara obesitas pada dewasa yakni bila IMT lebih dari 27.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus