Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis bedah onkologi Desak Gede Agung Suprabawati mengatakan kesadaran perempuan untuk deteksi dini kemungkinan terkena kanker payudara perlu ditingkatkan mengingat selama ini penyakit itu sering sudah dalam kondisi stadium lanjut ketika orang melakukan pemeriksaan. Dokter di RSUD dr. Soetomo Surabaya itu mengatakan setiap perempuan berpotensi terkena kanker payudara sehingga deteksi dini menjadi salah satu cara untuk memastikan ada tidaknya penyakit tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Yang terjadi selama ini memang seperti itu. Banyak pasien kanker payudara datang ke rumah sakit kondisinya sudah lanjut atau stadiumnya sudah tinggi. Perempuan yang paling mengenal organ tubuhnya sendiri. Kalau merasa ada sesuatu yang mencurigakan di sekitar payudara, seperti benjolan, segera lakukan pemeriksaan ke dokter, tidak usah takut," katanya seusai seminar "Sadari dan Kenali Kanker Payudara" di Surabaya, Sabtu, 21 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, bibit kanker yang terdeteksi sejak dini akan memudahkan dokter dalam melakukan pengobatan dibanding ketika penyakit sudah dalam kondisi stadium lanjut. Desak menambahkan kanker payudara bukan penyakit degeneratif atau keturunan karena penyebab faktor genetik hanya 5-10 persen. Selebihnya dari faktor hormonal, riwayat tumor jinak, lingkungan seperti makanan, merokok, dan pola hidup, serta sejumlah faktor lain.
Mengutip data Global Cancer Statistics (Globocan) tahun 2020, ia menjelaskan kasus kanker payudara menempati urutan teratas di Indonesia dengan jumlah 65.858 kasus (30,8 persen), disusul kanker serviks 36.633 kasus (17,2 persen), dan kanker ovarium 14.896 kasus (7 persen).
"Sampai sekarang penyebab atau faktor utamanya belum diketahui. Hanya kalau di lingkungan keluarga ada yang punya riwayat pengidap kanker payudara sebaiknya saudara atau anak perempuannya melakukan pemeriksaan dini untuk jaga-jaga," sarannya.
Prioritaskan pengobatan medis
Selain pemeriksaan manual yang bisa dilakukan sendiri dengan meraba bagian payudara, Desak menambahkan saat ini sudah ada peralatan medis canggih untuk mendeteksi kanker payudara. Salah satunya peralatan pemeriksaan payudara dengan ultrasonografi dan teknologi 3D yang 30 persen lebih hasilnya lebih valid (Automated Breast Ultrasound System/ABUS).
Direktur RS Ciputra Surabaya, dr. Sisca Sindhuatmadja, mengatakan rumah sakit yang dipimpinnya kini sudah dilengkapi peralatan baru Invenia ABUS 2.0 yang siap memberikan pelayanan bagi masyarakat Surabaya dan sekitarnya. RS ini merupakan salah satu rumah sakit swasta di Kota Surabaya yang memiliki layanan pemeriksaan kanker payudara dengan teknologi ABUS terbaru.
"Teknologi ABUS berbeda dengan mamografi yang selama ini sudah dipakai. Sistem kerjanya seperti peralatan USG, membuat pasien lebih nyaman dan hasilnya 30 persen lebih valid karena dilengkapi teknologi tiga dimensi," jelasnya.
Sementara itu, penyintas kanker payudara dari Komunitas Lovepink Surabaya, Asih Suprapti, mengajak seluruh masyarakat, terutama perempuan, untuk peduli kanker payudara karena penyakit ini bisa muncul pada perempuan segala usia.
"Edukasi itu yang kami galakkan terus-menerus, terutama fokus kami pada generasi Z (kelahiran 1997-2012). Meskipun data terbanyak pengidap kanker payudara usia di atas 40 tahun, ada juga yang usia 17 dan 20 tahun sudah kena," ujarnya.
Asih juga mengingatkan pasien kanker payudara tidak memilih pengobatan alternatif untuk penyembuhan karena hal itu justru membuat penyakit semakin parah. "Lakukan pengobatan medis, jangan ke alternatif," tambahnya.