Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Pentingnya Peran Keluarga dalam Mengatasi Depresi Lansia

Psikiater mengingatkan keluarga berperan besar mengatasi depresi di kalangan lanjut usia. Berikut yang perlu dilakukan.

30 Mei 2023 | 13.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi lansia bersama cucunya. shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Hari Lansia Nasional diperingati setiap 29 Mei. Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, jumlah lansia pada 2022 diperkirakan mencapai 31,2 juta jiwa. Spesialis kesehatan jiwa Made Wedastra pun mengingatkan keluarga berperan besar mengatasi depresi di kalangan lanjut usia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Jika masalahnya psikologis, lansia tidak terlalu ingin macam-macam tapi mereka hanya ingin dianggap ada,” kata Wedastra.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurutnya, perhatian keluarga jadi salah satu yang dibutuhkan lansia sehingga merasa nyaman di usia senja. Psikiater di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Bangli itu menambahkan depresi menjadi salah satu keluhan yang sering dialami lansia selain demensia atau pikun.

Adapun, keluhan di antaranya mudah marah, perasaan tak menentu, bicara sendiri, gelisah, mengumpulkan sampah, hingga keluyuran dan tidak kembali ke rumah. Selain itu, ada juga gejala disertai halusinasi dan gangguan berpikir. Ia menambahkan depresi pada lansia berbeda dengan manusia dewasa umumnya yang menangis seharian. Namun, depresi pada lansia lebih kepada sakit fisik yang tidak kunjung sembuh dan sudah diobati namun tidak membaik.

“Ini terjadi karena kemampuan mereka berkurang sehingga tidak menutup kemungkinan lansia yang baru pensiun, kemudian kehilangan kebiasaan bekerja atau kendali dan takut merasa kehilangan,” ucapnya.

Periksa kejiwaan
Ia menambahkan keluarga dianjurkan mengajak lansia ke ahli apabila ada gangguan tidur, gangguan makan dan perawatan diri, keinginan mencelakai diri dan orang lain, atau keluyuran yang berisiko jatuh atau kecelakaan. Penanganan ahli kejiwaan disesuaikan dengan kondisi psikis pasien, misalnya butuh obat jika terjadi gangguan tidur, halusinasi, gelisah, atau keinginan mencederaidiri dan orang lain.

Selain terapi, obat juga dilanjutkan dengan konseling atau psikoterapi berupa penguatan ego atau modifikasi lingkungan dan jika depresi ringan atau cemas cukup dengan konseling dan tanpa obat.

“Menangani disesuaikan dengan sakitnya, jika dominan sakit fisik maka mau tidak mau membutuhkan perhatian penuh keluarga. Jika tidak memungkinkan bisa dengan perawatan melalui orang ketiga,” sarannya.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi depresi tertinggi ada pada lansia dengan usia 55-64 tahun mencapai 6,5 persen, 65-74 tahun mencapai 8 persen, dan usia di atas 75 tahun sebesar 8,9 persen. Riskesdas juga menyebutkan lansia berisiko masalah gizi, gangguan mental emosional, depresi, serta demensia.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus