Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Supaya Indonesia Tetap Bebas Polio

Polio kembali bermunculan di negara-negara yang selama ini bebas polio. Pada Hari Polio Sedunia, 24 Oktober, Herna Harianja, peneliti dari National Institute of Health Research and Development (NIHRD) Kementerian Kesehatan, menulis mengenai langkah-langkah yang bisa Indonesia lakukan untuk mempertahankan status bebas polio.

27 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Bidan memberikan imunisasi vaksin polio kepada balita di Lebak, Banten, Jawa Barat. Dok. TEMPO/ Arie Basuki

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Temuan kasus polio di negara-negara yang telah dinyatakan bebas polio, seperti Amerika Serikat pada Juli 2022 dan Inggris pada Juni lalu, menandakan bahwa polio masih bisa mewabah kembali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Papua Nugini, negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia dan dinyatakan bebas polio sejak 2000, mengalami wabah circulated-vaccine derived poliovirus type 1 (cVDPV) tipe 1 sebanyak 21 kasus pada Juni 2018. Ini berarti, 18 tahun setelah dinyatakan bebas polio, kasus polio kembali ditemukan di negara itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wabah cVDPV merupakan penyakit poliomyelitis—disebabkan oleh virus turunan vaksin polio yang mengalami mutasi. Pada kasus tersebut, yang bermutasi adalah virus polio vaksin tipe 1.

Wabah yang terjadi di Papua Nugini itu membuat pertemuan Komite Kegawatdaruratan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Agustus 2018 menyatakan polio berisiko menyebar secara internasional (international spread of poliovirus). Penyebaran ini turut digolongkan dalam darurat kesehatan yang menjadi perhatian internasional (PHEIC) di bawah The International Health Regulations (IHR). Selain Papua Nugini, kala itu polio ditemukan di Afganistan, Nigeria, Republik Demokratik Kongo, Pakistan, dan Somalia.

Walaupun belum ada lagi kasus baru di Papua Nugini, Indonesia harus tetap waspada terhadap kemungkinan masuknya cVDPV ke Tanah Air. Pemerintah harus mempersiapkan kewaspadaan, terutama di daerah Papua, yang berbatasan darat dengan Papua Nugini.

Kader posyandu menimbang balita dalam kegiatan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) di Bandung, Jawa Barat. TEMPO/Prima mulia

Parameter yang harus Diperhitungkan dan Dievaluasi

Program eradikasi polio di dunia mulai dicanangkan sejak 1988. Sejak saat itu, poliomyelitis berkurang hingga 98 persen. Virus polio dianggap dapat dibasmi di dunia setelah virus cacar (smallpox) baru dieradikasi pada 1972.

Surveilans lumpuh layu akut (acute flaccid paralysis atau AFP) di Indonesia dimulai sejak 1995. Sedangkan wabah polio di Indonesia terakhir ditemukan pada 2005 dan merupakan kasus dari luar negeri.

WHO menyatakan Indonesia bebas polio sejak 2014. Untuk mendapat status bebas polio, suatu negara harus dinyatakan bebas virus polio liar selama tiga tahun berturut-turut.

Namun, pada 2019, Kementerian Kesehatan menemukan tiga kasus polio di Yahukimo, Papua, dengan satu di antaranya lumpuh layu.

Untuk mempertahankan status bebas polio, ada empat strategi yang harus dilakukan Indonesia, yakni

1. Mendeteksi dan memutus penyebaran virus polio.

2. Menguatkan sistem imunisasi dan melakukan penarikan vaksin polio oral lalu menggantinya dengan vaksin polio suntik. Vaksin polio oral berpotensi memunculkan virus polio kembali karena vaksin tersebut memakai virus aktif yang dilemahkan.

3. Mengamankan virus polio di laboratorium agar tidak lepas ke lingkungan atau segera dimusnahkan.

4. Melakukan polio’s legacy, yakni upaya yang menjamin agar dunia bebas polio saat ini dan pada masa yang akan datang, secara permanen. Cara ini meliputi kegiatan imunisasi dengan inactivated polio vaccine (IPV), pencekalan virus polio, surveilans, serta memperbaiki infrastruktur kesehatan untuk mencegah polio.

Petugas posyandu memberikan vaksin polio kepada anak di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Dok. TEMPO/Aditya Herlambang Putra

Meningkatkan Level Imunisasi dan Deteksi

Polio merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Karena itu, pemerintah harus meningkatkan cakupan imunisasi di wilayah Indonesia, terutama daerah perbatasan dengan Papua Nugini. Bagaimana status imunisasi di kedua negara, baik Indonesia (Papua) maupun Papua Nugini?

Sebelum terjadi wabah cVDPV, Provinsi Morobe di Papua Nugini—sebagai provinsi tempat kasus pertama dilaporkan—hanya mempunyai cakupan imunisasi sebesar 61 persen.

Bagaimana dengan Papua, terutama kabupaten yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini? Berdasarkan data imunisasi dari Kementerian Kesehatan, per November 2018, hanya Kota Jayapura—sebagai satu dari enam kabupaten yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini—yang mempunyai cakupan imunisasi tinggi.

Selebihnya, cakupan vaksinasi untuk lima kabupaten perbatasan lainnya, yaitu Keerom, Pegunungan Bintang, Merauke, Supiori, dan Boven Digoel, masih di bawah 80 persen.

Dari sisi deteksi, diketahui bahwa indikator non-AFP rate (angka kasus lumpuh layu akut yang diduga kasus polio dan dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium ternyata bukan polio) untuk Provinsi Papua pada 2017 hanya mencapai 1,8. Hal ini berarti, dari 100 ribu penduduk, hanya ada 1,8 kasus AFP yang terdeteksi. Sedangkan untuk Indonesia, indikator non-AFP rate per 100 ribu penduduk secara nasional yang diharapkan adalah 2.

Lalu, jika sudah terdeteksi, apakah spesimen AFP yang dikirim sudah adekuat? Ternyata, pada 2017, Papua hanya mengirim 55,5 persen spesimen yang adekuat. Sedangkan per November 2018, spesimen adekuat yang dikirim meningkat menjadi 85 persen.

Patut diketahui, apabila spesimen yang dikirim tidak adekuat, kesempatan untuk mendapatkan virus polio yang terdeteksi dalam spesimen makin menipis.

Lalu Lintas di Daerah Perbatasan

Salah satu rantai penyebaran polio terjadi melalui lalu lintas orang di perbatasan atau pintu masuk negara. Dari sisi geografis, Indonesia dan Papua Nugini berbatasan langsung di Provinsi Papua. Ada enam kabupaten dan kota—tersebar di 26 distrik—yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini.

Salah satu perbatasan yang cukup dikenal karena mobilitas penduduk dari Papua ke Papua Nugini dan sebaliknya adalah Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Skouw. PLBN Skouw terletak di Distrik Muaratami, Kota Jayapura, Papua, dengan jarak sekitar 60 kilometer dari Kota Jayapura dengan waktu tempuh sekitar 90 menit.

Di area PLBN Skouw kini dibangun 400 kios pasar, wisma Indonesia, rumah para pegawai kantor perbatasan, lengkap dengan infrastruktur permukiman.

Di perbatasan ini, aktivitas penduduk Papua Nugini dan Papua dapat terlihat karena adanya kegiatan jual-beli. Penduduk Papua Nugini juga tidak jarang membeli barang sampai ke Jayapura. Mereka biasanya datang pada hari-hari tertentu, seperti Selasa, Kamis, dan Sabtu, untuk berbelanja.

Tempat lain yang perlu diwaspadai adalah perbatasan-perbatasan di kabupaten lain yang kemungkinan dapat dilalui dengan mudah oleh penduduk Papua Nugini. Pada kenyataannya, banyak pos penjagaan perbatasan yang tidak ada penjaganya. Di tempat tersebut, penduduk Papua Nugini dapat dengan bebas berjualan di Papua.

Berfokus pada Papua

Apakah Indonesia benar-benar siap menghadapi ancaman yang ada di depan mata: importasi polio dari negara tetangga?

Pemerintah Indonesia, terutama Provinsi Papua, harus benar-benar berfokus mempersiapkan diri menghadapi ancaman penyebaran penyakit tersebut. Pemerintah pusat telah melakukan upaya, seperti imunisasi tambahan polio khusus untuk Provinsi Papua saat kampanye imunisasi campak rubela (MR) di luar Pulau Jawa setiap tahun.

Selain itu, pemeriksaan polio di tingkat lingkungan dilakukan untuk melihat sirkulasi virus polio liar, serta peningkatan target non-AFP rate sebesar 3 per 100 ribu penduduk. Beberapa laboratorium yang melakukan pemeriksaan polio lingkungan adalah Laboratorium Penelitian Penyakit Infeksi Prof Dr Sri Oemijati (eks Badan Litbangkes), Laboratorium Biofarma, dan Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya.

Kementerian Kesehatan perlu mengupayakan pengelolaan spesimen yang baik dan adekuat untuk diperiksa di laboratorium polio nasional. Ini penting agar pemerintah bisa mendeteksi kasus di masyarakat dengan akurat.

Pemerintah harus mengupayakan persyaratan sertifikasi vaksinasi internasional untuk virus polio bagi semua pelintas di semua perbatasan untuk semua usia. Di daerah perbatasan Papua, pemerintah harus meningkatkan cakupan imunisasi polio 4 (anak usia 4 bulan). Pemerintah harus terus mengedukasi penduduk setempat agar dapat diimunisasi untuk mencegah wabah polio ke depan.

---

Artikel ini pertama kali terbit di The Conversation.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus