Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perilaku brutal geng motor semakin marak di berbagai wilayah dan sangat meresahkan warga karena kerap tawuran, mengancam dengan sajam, bahkan melakukan pembegalan. Psikolog dan direktur Minauli Consulting di Medan, Irna Minauli, pun mengatakan perlunya pemahaman sosial dan empati untuk mencegah remaja terlibat geng motor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dengan kurangnya pemahaman sosial dan empati dari remaja maka perlu pendekatan edukasi dan spiritual, misalnya dengan kegiatan bakti sosial," ujar Irna di Medan pada Selasa, 26 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan dengan melakukan bakti sosial, energi remaja yang berlebih dapat disalurkan dengan lebih sehat dan berguna. "Selain itu, pencegahan yang juga dapat dilakukan yakni orang tua dan guru menjalin komunikasi yang baik," katanya.
Menurutnya, penelitian menunjukkan kebiasaan seperti makan bersama keluarga ternyata dapat menurunkan angka kenakalan remaja sehingga hal tersebut perlu dijadikan rutinitas setiap keluarga sebab remaja yang terlibat dalam kegiatan berisiko seperti geng motor umumnya memiliki masalah dalam perilaku atau conduct disorder.
"Mereka sering memperlihatkan pemberontakan terhadap nilai-nilai sosial serta pembangkangan terhadap figur otoritas seperti orang tua, guru, bahkan polisi," jelas Irna.
Ilustrasi tawuran. TEMPO/M. Iqbal Ichsan
Pengaruh faktor internal dan eksternal
Irna mengatakan remaja sering membutuhkan stimulasi lebih sehingga cenderung mencari kegiatan yang berisiko seperti ngebut dan melakukan pembegalan. Dengan perilaku tersebut mereka akan memiliki masalah dengan orang tua, guru, dan masyarakat.
"Mereka mungkin sering berbohong dan bolos sekolah, merokok, dan bahkan terlibat narkoba," ucap Irna.
Selain itu, pemahaman sosial mereka sangat rendah karena kurang memperlihatkan empati sehingga dalam melakukan tindakan seolah tanpa belas kasihan. Irna mengatakan jika dilihat dari penyebab masalah kenakalan remaja ini dapat ditinjau dari faktor internal maupun eksternal remaja itu sendiri.
Faktor internal seperti bawaan anak dengan kecenderungan conduct disorder. Sedangkan, faktor eksternal seperti keluarga yang tidak berfungsi dengan baik atau disfunctional family sehingga tidak memiliki figur ayah yang berperan sebagai pembentuk disiplin.