Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Inaq Masnah terbaring lemah di bangsal puskesmas Lepak, Kecamatan Sakra Timur, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Tubuhnya diselimuti kain batik, wajah perempuan berusia 60 tahun itu terlihat pucat. Di pergelangan tangan kanannya tertancap jarum infus. Sudah seminggu ia dirawat. ”Masnah terkena malaria,” kata Jurminar, seorang petugas kesehatan.
Mula-mula ia mengeluh pusing dan perut sebelah kirinya sakit. Masnah juga ogah makan karena mulutnya terasa pahit. Bahkan, sesampainya di puskesmas, ia muntah, kaki dan tangan dingin, serta tengkuk sakit.
Dalam waktu singkat sudah bisa dipastikan Masnah terserang malaria. Kebetulan, saat itu sebuah perusahaan farmasi tengah menguji coba paracheck, alat tes instan untuk malaria. Mirip tes kehamilan, pengecekan dilakukan dengan meneteskan darah di ujung alat, dan sekitar 15 menit hasilnya sudah diketahui.
Malaria juga menjangkiti Yudata, 45 tahun, dan putrinya, Susanti, 5 tahun. Saat ditemui Tempo pekan lalu, keduanya tengah berobat di puskesmas pembantu Jerowaru, Lombok Timur. Sehari sebelumnya, guru SD Negeri Pemongkong ini mengeluh kepalanya pusing, pinggang sakit, suhu badan tinggi, dan keluar keringat dingin.
Di Lombok Timur, selain Masnah dan Yudata, masih ada ribuan warga yang mesti berjuang melawan malaria. Ditetapkan sebagai kejadian luar biasa malaria sejak 3 Oktober lalu, hingga awal Desember tercatat 1.450 warga terpapar malaria, 14 orang di antaranya meninggal.
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium. Menurut Survei Nasional Kesehatan Rumah Tangga 1995, lebih dari 15 juta orang penderita malaria ditemukan setiap tahun. Dari jumlah itu, 30 ribu di antaranya menemui ajal. Angka kesakitan akibat penyakit ini masih cukup tinggi, terutama di kawasan timur Indonesia.
Menurut data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan, selama 1999-2000, kejadian luar biasa berlangsung di 11 provinsi. Jumlah penderita hampir 20 ribu orang dengan angka kematian mencapai 74 orang. Bandingkan dengan kejadian luar biasa pada 2005. Hingga akhir November, tercatat 12 provinsi menerapkan status tersebut. Jumlah penderita lebih dari 30 ribu dengan angka kematian lebih dari 100 orang. Untuk memberantas malaria, sejak 2000 pemerintah mencanangkan Gerakan Pemberantasan Kembali (Gebrak) Malaria.
Menurut Dirjen Pengendalian Penyakit, I Nyoman Kandun, meningkatnya malaria karena beberapa hal. Misalnya, pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan, mobilitas penduduk yang keluar-masuk daerah malaria, dan keterbatasan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan bahan dan peralatan, termasuk insektisida. ”Peningkatan juga terjadi karena warga kurang berperilaku hidup bersih,” katanya.
Penyakit malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina yang mengandung parasit malaria. Saat nyamuk ini mengisap darah orang sehat, parasit masuk ke peredaran darah dan berkembang sehingga membuat orang jatuh sakit. Bila ada nyamuk yang mengisap darah penderita, parasit akan terbawa dan berkembang dalam tubuh nyamuk. Berikutnya, si nyamuk siap menularkan kepada orang lain.
Wakil Kepala Dinas Kesehatan Nusa Tenggara Barat, Dr I Komang Gerudug, menyebut ledakan kasus malaria di wilayahnya terjadi karena lingkungan setempat banyak menanga (laguna) dan genangan air bekas galian C. Walhasil, nyamuk Anopheles sebagai vektor pembawa malaria mudah berkembang biak. Di Lombok Timur yang memiliki banyak daerah endemis, malaria ditebar oleh spesies Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus yang gemar tinggal di perairan berlumut.
”Kejadian luar biasa karena plasmodium falciparum,” kata Komang. Jika parasit ini bertengger di tubuh pasien, ia akan menderita malaria tropika. Dalam sejumlah kasus, juga ditemukan infeksi oleh plasmodium vivak, penyebab malaria tertiana. Di Indonesia ditemukan pula kasus malaria quartana, yang disebabkan plasmodium malariae. Meruyaknya plasmodium falciparum layak dipelototi karena parasit ini bisa menyerang otak dan ginjal pasien. ”Pasien bisa meninggal,” kata Dr Tri Arif, kepala puskesmas Keruak, Lombok Timur.
Seperti dialami Masnah dan Yudata, orang yang terjangkit malaria akan menggigil, demam, dan berkeringat. Acap kali mereka disertai pula dengan gejala lain seperti sakit kepala, mual, dan muntah. Penderita malaria berat atau komplikasi bisa mengalami gangguan kesadaran lebih dari 30 menit, kejang, mata dan tubuh kuning, serta perdarahan di hidung, gusi, atau saluran pencernaan. Gejala lain bisa berupa warna air kencing seperti teh tua, atau terjadi kelemahan otot sehingga tak bisa duduk, berdiri, atau berjalan.
Klorokuin dan primakuin adalah obat standar malaria. Parasetamol juga diberikan untuk meredakan sakit kepala, plus antibiotika. Repotnya, banyak warga yang terlambat berobat ke petugas kesehatan karena pergi dulu ke dukun. ”Saat datang, kondisi pasien sudah parah,” kata Mawardi Hamry, Kepala Subdinas Pemberantasan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur.
Sejak 2003, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit menerapkan pengobatan artemisinin-based combination therapy (ACT). Terapi baru ini penting untuk menghajar plasmodium falciparum yang resisten terhadap klorokuin. Kombinasi obat yang dipakai antara lain artemisinin, artesunate, amodiakuin, dan peperakuin. Seperti dengan klorokuin, terapi kombinasi ini juga gratis.
Upaya pencegahan pun perlu dilakukan. Banyaknya rawa, laguna, atau tambak memang menjadi masalah tersendiri bagi kawasan Lombok Timur, juga kawasan timur Indonesia lain. Itu sebabnya Mawardi terus mengerahkan anak buah agar melakukan pengeringan genangan air, membersihkan laguna dan tambak yang telantar, penyemprotan, juga pembagian kelambu berinsektisida.
Hanya, tak semua program berjalan mulus. Alasannya klasik, seperti kekurangan anggaran dan tenaga lapangan. Terkadang mereka sulit meyakinkan warga agar menjaga kebersihan dan rajin memasang kelambu di rumah.
Dwi Wiyana, Supriyanto Khafid (Mataram)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo