Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anda sebaiknya jeli memahami kepribadian pasangan sebelum melanjutkan hubungan ke arah yang lebih serius untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Psikolog klinis Anggiastri Hanantyasari Utami mengatakan ada beberapa hal yang bisa dipertimbangkan sejak awal sebelum menentukan pasangan hidup demi mengantisipasi kekerasan dalam rumah tangga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ketika kita mau objektif dan peka sebelum menentukan pasangan, hidup ada beberapa hal yang bisa kita amati sejak dini," kata Anggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menjelaskan kekerasan dalam rumah tangga adalah hal yang menjurus kepada isu kesehatan mental, bisa dalam bentuk kekerasan fisik, kekerasan ekonomi dengan tidak memberi nafkah, kekerasan seksual dalam rumah tangga, maupun kekerasan secara psikologis.
"Pertama, sering merendahkan kita baik secara personal maupun ketika di depan umum," ujar psikolog di LPDK Kemuning Kembar dan Omah Perden itu.
Ciri lain adalah tidak mampu mengkomunikasikan dan menyelesaikan masalah berdua dengan baik, bahkan cenderung menghindari atau kabur dari masalah. Kemudian, perhatikan apakah pasangan sering menggunakan kata-kata kasar saat menyampaikan keluhan.
Memaksakan kehendak
Hal lain yang harus diwaspadai adalah ketika pasangan memaksakan kehendak seperti mengatur apa yang seharusnya dilakukan pasangan tanpa mau mendengar kebutuhannya. Lalu, hati-hati bila pasangan merasa berkuasa dan paling benar.
"Ini ditandai dengan sering menyalahkan pasangan atas sikap dan perilaku kasar yang dilakukan, dilanjutkan dengan mengatakan bahwa pasangan pantas mendapatkan hal tersebut," jelasnya.
Amati juga apakah pasangan bersikap buruk kepada orang tua dan orang-orang sekitar sebab sikap dan perilaku seseorang mencerminkan bagaimana ia tumbuh dan berkembang dalam keluarga.
"Bagaimana mereka memperlakukan orang-orang di rumah dan sekelilingnya dapat menjadi salah satu tanda, meskipun tidak mutlak. Bagaimana mereka akan memperlakukan pasangannya di kemudian hari?" ujar Anggi.
Sementara itu, pasangan yang sudah menikah sebaiknya perlu saling belajar untuk bisa saling memahami dan menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Kelola emosi dalam pernikahan agar tidak berujung pada kekerasan dengan cara memahami kebutuhan diri, kemudian memahami kebutuhan pasangan dan saling mengkomunikasikannya dengan baik. Ia mengatakan dengan menempatkan kepentingan bersama, secara otomatis masing-masing akan memikirkan bagaimana cara terbaik untuk memberikan kenyamanan dan memenuhi kebutuhan pasangan.
"Perlu diingat, ketika menjadi suami istri pasangan merupakan sebuah tim yang kesuksesan tim ini ada di tangan bersama," katanya.
Ketika setiap orang mengedepankan ego dan merasa paling berhak mendapatkan apa yang diinginkan, maka yang terjadi adalah kegagalan komunikasi bahkan konflik.