Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Tak Semua Kembar Siam Dempet Kepala Bisa Dipisahkan, Ini Tipenya

Kembar siam dengan kasus dempet kepala ternyata ada beberapa tipe. Tidak semua kembar siam dempet kepala bisa dipisahkan. Simak penjelasannya.

16 Oktober 2018 | 19.13 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi bayi berkepala dua/kembar siam. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Masih ingat kembar siam dempet kepala asal Iran, Ladan Bijani dan Laleh Bijani? Setelah hidup selama 29 tahun dengan kondisi kepala masih saling menempel, keduanya pun menjalani operasi pemisahan tengkorak di Rumah Sakit Raffles di Singapura pada 2003 lalu. Sebelumnya tim dokter membuat pembuluh darah tiruan untuk mengalirkan darah ke kedua otak si kembar. Namun keduanya menyerah pasca operasi.

Baca: Ada 3 Risiko Fatal, Bayi Kembar Siam Asal Aceh Belum Bisa Dipisah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus kembar siam dengan penyatuan kepala atau dempet kepala juga terjadi di Indonesia. Anak kedua pasangan Syahbandi, 32 tahun dan Siti Khotijah, 30 tahun asal Kutacane, Aceh Tenggara lahir kembar dalam keadaan dempet kepala (Craniopagus) pada 2 Mei 2015 lalu. Kini keduanya, Fitri Sakinah dan Fitri Rahmawati menjalani perawatan di Yogyakarta di bawah penanganan tim dokter gabungan dari RSUD Zaenal Abidin Banda Aceh, RSPAD Gatot Subroto Jakarta, dan RSUP Sardjito Yogyakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Insiden kelahiran kembar siam dempet kepala diperkirakan 4-6 per 10 juta kelahiran,” kata Ketua Tim Medis Kembar Siam, Profesor Sunartini Hapsara dalam konferensi pers di Gedung Bundar RSUP Sardjito Yogyakarta, Senin, 15 Oktober 2018.

Dari jumlah tersebut, sekitar 40 persen bayi kembar siam lahir dalam kondisi meninggal dunia, 35 persen mampu bertahan 24 jam, dan 25 persen dianggap bisa ditindaklanjuti dengan operasi. Proses operasi pemisahan kepala pun melibatkan para ahli dari multidisiplin ilmu. Seperti dokter spesialis anak, bedah saraf, radiologi, anestesi, bedah plastik, keperawatan, juga psikolog anak. “Tapi setiap bentuk penanganan harus atas persetujuan orang tua bayi. Kalau anak sudah berkompeten harus atas persetujuan anak,” kata Sunartini.

Lebih lanjut Sunartini menjelaskan, berdasarkan teori, kembar siam dempet kepala alias Craniopagus meliputi empat tipe. Pertama, frontal craniopagus atau kepala bagian depan menyatu. Kedua, parietal craniopagus (kepala bagian atas menyatu). Ketiga, temporal craniopagus (kepala bagian samping menyatu). Keempat, occipital craniopagus (kepala bagian belakang menyatu).

Berdasarkan metode operasi dan prognosisnya ada yang disebut pasial (sebagian) dan total (menyeluruh). Craniopagus partial artinya masing-masing otak dipisahkan oleh tulang tengkorak dan tidak ada struktur pembuluh darah yang menyatu. Sedangkan pada Craniopagus total terdapat penyatuan yang lebih luas pada tulang maupun pembuluh darah sehingga tidak mungin dipisahkan. “Kalau ada operasi itu untuk memisahkan kulitnya, tulang tengkoraknya, kemudian durameternya,” kata Sunartini.

Durameter adalah pembungkus otak dan sinus atau pembuluh darah balik yang menempel pada durameter. Contoh kasus Craniopagus total sebagaimana yang dialami Sakinah dan Rahmawati. Keduanya sudah menjalani lima kali operasi selama 2015 lalu. Biaya operasi dan perawatan telah mencapai Rp 1,924 miliar dengan donasi Rp 550 juta. Menurut Sunartini, tim medis memilih untuk tidak melakukan operasi pemisahan saat ini. Selain pertimbangan risiko medis, juga mempertimbangkan hak anak untuk tetap hidup, tumbuh, dan berkembang. “Kami terus memantau perkembangannya. Karena untuk membuat pembuluh darah buatan belum bisa,” kata Sunartini.

Baca: RS Hasan Sadikin: Bayi Kembar Siam Bandung Barat Meninggal

Meskipun kondisi kepala belum bisa dipisahkan, keduanya sudah tumbuh berkembang dan bisa berjalan. Bahkan skor IQ Rahmawati mencapai 127. “Yang diperlukan adalah dukungan dari keluarga dan lingkungan,” kata Ketua Ikatan Psikolog Klinis Pusat (IPKP) Indria Laksmi Gamayanti.

Pito Agustin Rudiana

Pito Agustin Rudiana

Koresponden Tempo di Yogyakarta

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus