Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Tangan Terus Menggigil, Wanita Ini Lakukan Terapi dengan Musik

Musik dapat menjadi terapi kesehatan. Wanita ini menggunakan musik sebagai terapi penyakit saraf yang dia derita.

11 Februari 2018 | 17.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Dokter, Model dan Pemain Harpa Mesty Ariotedjo saat tampil pada acara "Panggung Para Perempuan Kartini" di Museum Bank Indonesia, Kota, Jakarta Barat, 1 April 2017. Kegiatan istimewa ini digelar TEMPO dalam memperingati Hari Kartini. TEMPO/Dhemas Reviyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Susan Lilianti Sunarti memejamkan mata seraya memeluk harpa yang bersandar di bahunya. Jari-jarinya bergerak perlahan memetik senar. Berawal dari dua jari, empat jari, sampai delapan jari. Susan seolah-olah berdansa di atas alat musik petik itu. Nada-nada murni mengalun ke udara-lembut, meneduhkan hati saat dia memainkan beberapa lagu untuk Tempo pada awal Desember lalu. Dia memainkan German Dance yang lincah hingga Wonderful Tonight yang lembut mesra. "Ini terapi untuk tangan saya yang gemetar hebat," kata Susan, 53 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gigil tangan itu melanda Susan sejak 15 tahun lalu lantaran salah satu saraf di otaknya menyempit. Dia menderita sinusitis sejak kecil. Tapi Susan tak mempedulikannya hingga usianya masuk kepala empat. Sinusitis itu menyusutkan asupan oksigen yang memicu penyusutan salah satu saraf otak. Pada suatu hari, kedua telapak tangannya tiba-tiba bergetar kencang tanpa henti. "Saya tak bisa mengancingkan baju, makan sup berantakan ke mana-mana," tuturnya kepada Tempo. Baca: Ketika Presiden Emoh Pakai Rompi Anti Peluru, Tugas Paspampres...

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Susan terguncang. Segera dia berikhtiar mencari aneka pengobatan—dari sederet dokter sampai sinse. Ia banting setir dari pekerjaannya sebagai sekretaris di sebuah perusahaan menjadi pengusaha kayu kecil-kecilan di Papua untuk menghidupi keempat anaknya. "Dengan tangan seperti ini, saya tak bisa kerja kantoran," Susan memberi alasan.

Bertahun-tahun mengkonsumsi obat, gemetar pada tangan kanannya pelan-pelan berkurang. Tapi kemajuan itu tak terjadi pada tangan kirinya. Dalam posisi telapak tangan telungkup, kelima jari tangan kirinya masih tetap bergoyang keras. Penyembuhan signifikan pada tangan kirinya terjadi saat dia mulai belajar terapi musik pada harpis senior, Maya Hasan. Baca: Advent Bangun Gagal Ginjal, Penyakit Ini Rentan Menyerang Wanita

Buta not balok, Susan belajar benar-benar dari nol. Dia mulai dengan lagu sederhana dengan dua jari, seperti lagu anak-anak Old McDonald Had a Farm. Progres Susan sangat signifikan. Setahun sejak mulai latihan, ia sudah bisa bermain harpa dengan semua jarinya. Misalnya, lagu German Dance yang memerlukan delapan jari kiri dan kanan. "Bunyi musik ini menenangkan, membuat saya bahagia," tuturnya.

Susan hanya satu contoh di antara banyak pasien yang mulai mencari penyembuhan lewat musik. Rini Wardani, 51 tahun, yang beberapa bulan belakangan ini stres oleh proyek pekerjaan yang datang bertubi-tubi, juga menjajal terapi harpa. Mulai mengenal harpa beberapa waktu lalu, perempuan yang bekerja di lembaga swadaya masyarakat di bidang kesehatan ini menikmati melodi yang dibawakan sambil memejamkan mata. "Pikiran saya jadi tenang," ujarnya seusai terapi. Baca: Waspada Dampak Diet Keto, Mayo dan OCD, Ini Kata Ahli

Andreas Harry, neurolog senior—dengan pengalaman tiga dekade lebih sebagai dokter ahli saraf—menegaskan besarnya pengaruh musik pada pemulihan kesehatan. Musik, menurut Andreas, berperan membangun kesadaran. Dia mencontohkan hasil penelitian sejumlah saintis Austria yang dipublikasikan di jurnal Frontiers in Neuroscience pada 2015 tentang pasien yang mendapat terapi musik selama lima pekan. Hasilnya? Ada peningkatan aktivitas otak di tiga regio sampai 50 persen, yakni di bagian otak depan, hippocampus—bagian otak besar yang bertugas membentuk, memilih, dan menyimpan memori—serta di cerebellum atau otak kecil, yang bertugas mengontrol gerak dan keseimbangan, serta mengingat kemampuan motorik. "Perilaku (pasien yang diterapi) berubah secara signifikan," katanya.

MAJALAH TEMPO

Nur Alfiyah

Nur Alfiyah

Bergabung dengan Tempo sejak Desember 2011. Kini menjadi redaktur untuk Desk Gaya Hidup dan Tokoh majalah Tempo. Lulusan terbaik Health and Nutrition Academy 2018 dan juara kompetisi jurnalistik Kementerian Kesehatan 2019. Alumnus Universitas Jenderal Soedirman.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus