Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat kembali dikejutkan dengan kasus bullying atau perundungan di kalangan remaja. Kali ini datangnya dari kota Makassar, Sulawesi Selatan. Dalam sebuah video viral yang beredar di media sosial, terlihat seorang anak yang tengah berjualan jalangkote, didorong dan dipukuli serta ditertawakan oleh sekelompok pemuda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal tersebut membuat geram masyarakat. Menanggapi kasus tersebut, psikolog klinis dari Tiga Generasi Alfath Megawati mengatakan bahwa ini bisa dijadikan pembelajaran bagi para orang tua dalam mendidik anak. Terlebih, ada ciri yang menggambarkan alasan seseorang bisa dijadikan target bullying seperti bocah penjual jalangkote tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertama, ini termasuk dimilikinya kesan atau ciri lemah secara fisik. Wanita yang akrab disapa Ega itu mengatakan bahwa dalam video yang beredar, anak tersebut terlihat pendiam. “Keadaan yang seolah less power ini sangat disukai oleh para pelaku bullying. Di sini kita belajar pentingnya berkata tidak dan menolak walaupun dasarnya tak suka banyak berkomunikasi,” katanya saat dihubungi Tempo.co pada 18 Mei 2020.
Ciri yang kedua dari kejadian tersebut ialah adanya kecenderungan submisif. Sebab dalam rekaman video, sang anak tampak tidak berani mempertahankan diri. Adapun keinginan untuk menghindari perlawanan justru disenangi oleh pelaku perundungan. “Jadi kita diajarkan pentingnya memberi perlawanan saat dirasa ada hal yang salah dan tidak sesuai tentang label yang diberikan pada kita,” katanya.
Dengan kasus dan nilai yang bisa dipetik ini, Ega pun berharap jumlah korban bullying dapat menurun. Karena pada dasarnya, tidak akan ada perudungan selama seseorang berani untuk menolak dan melawan. “Kuncinya dua itu saja. Jangan menunjukkan kita lemah dan submisif dengan berani menolak dan melawan,” katanya.