Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Waspada Dermatitis Atopik, Penyakit Kulit dengan Faktor Genetik

Waspada, penyakit kulit yang berasal dari faktor genetik, salah satunya penyakit dermatitis atopik. Apa itu?

23 Agustus 2019 | 05.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah penyakit kulit diketahui berasal dari faktor genetik. Misalnya, penyakit psoriasis dan dermatitis atopik. Jenis penyakit kulit ini memang tidak menular, tapi tetap harus diwaspadai. Sebab, penyakit dermatitis atopik dapat menyerang segala usia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut data World Allergy Organization 2018, prevalensi penderita dermatitis atopik (DA) pada anak sebesar 5-30 persen dan pada orang dewasa 1-10 persen dari populasi dunia. Data di Indonesia menunjukkan angka prevalensi kasus DA anak 23,67 persen dan ditemukan sekitar 2 juta kasus tiap tahunnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dokter spesialis kulit dan kelamin, Ronny Handoko, mengatakan penyakit kulit ini diturunkan secara genetik. Faktor pemicu lain hadirnya dermatitis atopik adalah daya tahan yang menurun, terpapar debu, serbuk kayu, atau bulu hewan peliharaan, dan cuaca dengan suhu terlalu panas atau dingin.

Sebagai penyakit genetik, kata Ronny, sebaiknya tujuan pengobatan dermatitis atopik menggunakan istilah terkontrol alih-alih kesembuhan. Alasannya, penyakit kulit kronis ini sering berulang bila dipicu oleh faktor pencetus.

Namun, menurut Ronny, dermatitis atopik pada manula umumnya lebih sulit ditangani dibanding pada orang dewasa. Sebab, kulit manula cenderung lebih tipis dan daya pertahanan kulit lebih rendah, serta daya regenerasi kulit lebih lambat. "Sering disertai juga penyakit regenerasi lain yang menyebabkan kondisi lebih buruk," kata dia, dalam sebuah diskusi tentang dermatitis atopik di Jakarta Pusat, Rabu pekan lalu.

Ronny juga menyatakan manula umumnya banyak mengkonsumsi obat-obatan. Hal ini tak jarang berimbas kesulitan untuk mengobati dermatitis atopik karena terdapat kontraindikasi pengobatan.

Menurut Ronny, pengobatan DA yang bersifat lama dan berulang sering menimbulkan efek samping pada kulit penderita DA dan memiliki efek samping sistemik. Efek samping pada kulit berupa penipisan kulit (atrofi kulit). Hal itu terjadi akibat pemberian terapi kortikosteroid oral yang tidak berada di bawah pengawasan dokter spesialis kulit, misalnya karena pemilihan jenis obat dan jumlahnya kurang tepat.

Sementara itu, efek samping sistemik bisa berupa katarak prematur, diabetes melitus, hipertensi, dan gangguan ginjal. Hal ini terjadi karena pengobatan jangka panjang yang tidak berada di bawah pengawasan dokter spesialis kulit.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus