Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar saraf Prof. Dr. dr. Yuda Turana, Sp.S (K) menyebut pentingnya mewaspadai sakit kepala parah yang mungkin muncul karena pelebaran pembuluh darah otak atau stroke, gangguan pasokan darah ke otak akibat penyumbatan, atau pecahnya pembuluh darah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ada istilah yang disebut the worst headache of my life. Jadi, kalau nyeri kepala hebat yang tidak seperti biasanya, itu harus dianggap bukan nyeri kepala biasa," katanya, Rabu, 18 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lulusan Universitas Indonesia yang berpraktik di Rumah Sakit Atma Jaya itu mengatakan ada dua jenis sakit kepala yang tidak biasa, yakni sakit kepala spontan dengan intensitas rasa sakit amat tinggi serta sakit kepala disertai gangguan neurologis spesifik. Menurutnya, sakit kepala yang muncul secara spontan dengan intensitas rasa sakit amat tinggi dikhawatirkan karena stroke atau aneurisma, pembuluh darah yang mengembang.
Gejala sakit kepala yang dapat dicurigai akibat pembuluh darah pecah pada otak meliputi gejala lokal berupa adanya darah yang keluar dari pembuluh darah di lokasi yang spesifik.
"Misalnya, pecahnya mengenai pusat penglihatan, jelas gejala awalnya pasien mengeluh penglihatan kabur. Atau kalau pecah di pusat bicara, tentu tidak bisa bicara. Kalau kenanya di pusat motorik, tiba-tiba dia lumpuh," jelasnya.
Obat pereda nyeri tak membantu
Selain itu, ada pula gejala yang tidak bisa ditentukan lokasi asalnya maupun tingkat pendarahannya. "Di mana pun letaknya, kalau darahnya banyak pasti kesadaran menurun. Jadi, gejalanya apa, itu tergantung volume besarnya. Bisa dari sakit kepala sampai kesadaran menurun. Kedua, tergantung lokasi, bisa menimbulkan gejala spesifik mulai dari gangguan motorik," paparnya.
Sakit kepala yang disertai gangguan neurologis spesifik, misalnya sakit kepala yang membuat penglihatan jadi berbayang. Menurut Yuda, dalam hal ini penderita bisa pula merasakan kesemutan atau kelemahan pada salah satu sisi kepala sehingga merasa terganggu ketika menelan makanan.
Ia mengatakan obat pereda nyeri tidak efektif digunakan untuk mengatasi sakit kepala yang parah. Pereda nyeri hanya bisa mengurangi gejala, tidak mengatasi penyebabnya.
"Obat nyeri kepala itu obat yang simtomatik, hanya mengurangi keluhan. Tapi, kalau seseorang mengalami nyeri kepala yang hebat tidak seperti biasanya, terlepas dari pertolongan pertama mengurangi nyeri, dia harus peduli bahwa itu ada sesuatu di kepala," ujarnya.