Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Penelitian WHO menunjukkan bahwa pemanis buatan tak memberikan manfaat jangka panjang dalam mengontrol berat badan.
Selama tiga dekade, gula sinstesis disebut-sebut sebagai pemanis alternatif yang lebih sehat ketimbang gula pasir.
Pakar nutrisi dari University of South Australia menjelaskan soal keamanan mengkonsumsi pemanis buatan.
Baru-baru ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan agar pemanis non-gula tidak boleh digunakan sebagai sarana untuk mencapai pengendalian berat badan atau mengurangi risiko penyakit tidak menular, seperti diabetes dan penyakit jantung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemanis buatan adalah senyawa alami atau senyawa sintesis yang rasanya manis seperti gula—dan hingga 400 kali lipat lebih manis berdasarkan beratnya—tapi tidak memberikan energi yang berarti atau bahkan tak memberikan energi. Sebagai perbandingan, gula memiliki 17 kilojoule (kj) atau empat kalori per gram, jadi satu sendok teh gula memiliki 85 kj.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa jenis pemanis buatan digunakan di Australia, tempat saya meneliti. Ada yang sintetis, ada pula yang diekstraksi dari makanan, seperti buah biksu dan tanaman stevia.
Jadi, apa arti pedoman baru WHO bagi orang yang beralih ke pemanis buatan karena alasan kesehatan? Haruskah mereka kembali ke gula?
Dipromosikan untuk Menurunkan Berat Badan
Sebagai seorang ahli diet klinis pada 1990-an, saya ingat ketika pemanis buatan mulai muncul dalam makanan olahan. Pemanis buatan dipromosikan sebagai cara mengganti gula pada produk makanan yang dapat menyebabkan penurunan berat badan.
Satu kaleng minuman ringan dengan gula sebagai pemanis mengandung rata-rata sekitar 500 kj. Secara teoretis, mengganti satu kaleng minuman ringan bergula dengan satu kaleng minuman bersoda berpemanis buatan setiap hari akan mengurangi berat badan Anda sekitar 1 kilogram per bulan.
Namun penelitian selama beberapa dekade terakhir menunjukkan bahwa hal ini tidak bertahan lama.
Ilustrasi perawat memeriksa kadar gula darah penderita diabetes. Shutterstock
Didasarkan pada Apa Saran Baru Ini?
WHO mendasarkan rekomendasinya pada peninjauan sistematis (systematic review) lembaga tersebut. Tujuannya adalah memberikan panduan berbasis bukti tentang penggunaan pemanis buatan dalam manajemen berat badan dan pencegahan penyakit. Pengelolaan berat badan penting, mengingat obesitas meningkatkan risiko sejumlah penyakit, seperti diabetes dan jenis kanker tertentu yang merupakan penyebab utama kematian secara global.
Tinjauan sistematis WHO menyertakan data dari berbagai jenis penelitian yang memberi kita informasi berbeda.
- Sebanyak 50 penelitian adalah uji coba terkontrol secara acak (ketika para ilmuwan melakukan intervensi dan membuat perubahan—dalam hal ini pada pola makan—sambil menjaga segala sesuatu tetap konstan untuk melihat dampak dari perubahan itu).
- Sebanyak 97 penelitian merupakan studi kohort prospektif (ketika para ilmuwan mengamati satu faktor risiko dalam kelompok besar orang selama periode tertentu untuk melihat bagaimana pengaruhnya terhadap hasil—tanpa campur tangan atau melakukan perubahan apa pun).
- Sebanyak 47 penelitian berupa studi kasus-kontrol (jenis lain dari studi observasional yang mengikuti dan membandingkan dua kelompok orang yang diuji coba, selain dari faktor risiko yang menarik).
Uji coba terkontrol secara acak memberi kita data kausal (hubungan sebab-akibat), yang memungkinkan kita mengatakan intervensi menyebabkan perubahan yang kita lihat.
Kelompok prospektif dan kontrol kasus hanya memberi kita asosiasi atau keterkaitan. Kita tidak dapat membuktikan faktor risiko yang menyebabkan perubahan hasil—dalam hal ini berat badan—karena faktor risiko lain yang belum dipertimbangkan para ilmuwan dapat menjadi penyebabnya. Namun mereka memberikan petunjuk tentang apa yang mungkin terjadi, terutama jika kita tidak dapat melakukan uji coba karena tidak etis atau tak aman untuk memberikan atau menahan pengobatan tertentu.
Tinjauan sistematis WHO mengkaji kegemukan, penyakit tidak menular, dan kematian. Untuk kegemukan, uji coba terkontrol secara acak menunjukkan bahwa mereka yang mengkonsumsi lebih banyak pemanis buatan memiliki berat badan yang sedikit lebih rendah—rata-rata 0,71 kg—dibanding mereka yang mengkonsumsi lebih sedikit atau tanpa pemanis buatan.
Namun studi kohort mendapati asupan pemanis buatan yang lebih tinggi dikaitkan dengan BMI yang lebih tinggi, atau indeks massa tubuh (0,14 kg/m²) dan kemungkinan peningkatan obesitas sebesar 76 persen.
Studi kohort prospektif menunjukkan, pada tiap minuman yang memiliki asupan pemanis buatan yang tinggi, ada peningkatan risiko diabetes tipe 2 hingga 23 persen. Jika pemanis buatan dikonsumsi sebagai barang meja (yang ditambahkan konsumen ke makanan dan minuman), ada peningkatan risiko diabetes sebesar 34 persen.
Pada penderita diabetes, pemanis buatan tidak memperbaiki atau memperburuk indikator klinis apa pun yang digunakan untuk memantau kondisi diabetes mereka, seperti gula darah puasa atau kadar insulin.
Asupan pemanis buatan yang lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular, dan kematian dalam studi observasi prospektif jangka panjang selama rata-rata 13 tahun terhadap peserta. Namun pemanis buatan tidak dikaitkan dengan perbedaan tingkat kanker secara keseluruhan atau kematian dini akibat kanker.
Secara keseluruhan, sementara uji coba terkontrol secara acak menunjukkan penurunan berat badan sedikit lebih banyak pada orang yang menggunakan pemanis buatan, studi observasional menemukan kelompok ini cenderung memiliki peningkatan risiko obesitas dan hasil kesehatan yang lebih buruk.
Apakah Systematic Review Punya Kekurangan?
Saran WHO menimbulkan beberapa kritik karena uji coba terkontrol secara acak memang menunjukkan beberapa manfaat penggunaan pemanis buatan untuk penurunan berat badan meskipun kecil. Namun WHO dengan jelas menyatakan sarannya didasarkan pada berbagai desain penelitian, bukan hanya uji coba terkontrol secara acak.
Selain itu, WHO menilai kualitas studi dalam tinjauan tersebut sebagai "kepastian rendah atau sangat rendah".
Ilustrasi gula diabetes untuk minuman. Shutterstock
Apakah Mereka Tidak Aman?
Nasihat ini tidak berarti bahwa pemanis buatan tidak aman atau harus dilarang. Tinjauan ilmiah WHO bukan tentang masalah kimia atau keamanan.
Jadi, Apakah Kita Lebih Baik Mengkonsumsi Gula Saja?
Jawabannya adalah tidak.
Pada 2015, WHO merilis pedoman tentang asupan gula tambahan untuk mengurangi risiko kelebihan berat badan dan obesitas. Gula tambahan ditemukan dalam makanan-minuman olahan dan ultra-olahan, seperti minuman ringan, minuman buah, minuman olahraga, cokelat dan gula-gula, yoghurt rasa, serta muesli bar.
Pedoman ini menyarankan konsumsi gula tidak lebih 10 persen dari total asupan energi, yaitu sekitar 50 gram (sepuluh sendok teh) per hari untuk rata-rata orang dewasa yang membutuhkan 8.700 kj sehari.
Rekomendasi WHO sejalan dengan Panduan Diet Australia yang merekomendasikan tidak lebih dari tiga porsi makanan tambahan per hari jika Anda membutuhkan energi ekstra. Namun yang terbaik adalah mendapatkan energi ekstra dari kelompok makanan inti (biji-bijian, sayuran, buah, produk susu, dan protein) daripada makanan tambahan.
Jadi, Apa yang Saya Minum Sekarang?
Maka, jika minuman buatan dan gula dalam minuman tidak disarankan untuk menurunkan berat badan, apa yang bisa Anda minum?
Beberapa pilihan itu termasuk air, kombucha tanpa tambahan gula, teh, atau kopi. Soda dan air mineral yang dibumbui dengan sedikit jus buah favorit Anda adalah pengganti yang baik. Susu juga merupakan pilihan yang baik, terutama jika saat ini Anda tidak memenuhi kebutuhan kalsium.
---
Artikel ini ditulis oleh Evangeline Mantzioris, pakar nutrisi dan diet dari University of South Australia. Terbit pertama kali di The Conversation.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo